Pembicaraan Tokoh Hanya Tiga Menit Tidak Bermanfaat
NU Online · Senin, 20 November 2006 | 03:35 WIB
Bogor, NU Online
Kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS), George Walker Bush Ke Indonesia, yang salah satu agendanya juga akan berbicara dengan sembilan tokoh masyarakat selama tiga menit tidak mempunyai manfaat apa-apa dan hanya seremonial saja.
"Tidak ada manfaatnya, masalah rumah tangga harus diselesaikan berbulan-bulan, masa membicarakan masalah negara hanya tiga menit, " kata analis politik dari Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens, Senin.
<>Beberapa tokoh yang diberi waktu tiga menit untuk berdiskusi dengan Presiden Bush adalah pengamat Pendidikan, Arief Rahman, Ketua Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat.
Selain itu, Wakil Ketua Majelis Rakyat Papua, Franz Wozpakrik, tokoh perempuan NAD, Yusni Sabi, pakar Ontologi RSCM, Nila Muluk. pengamat ekonomi UI, Muhammad Ikhsan, Adi Santoso (LIPI), dan Ridwan Jamaluddin (BPPT).
Lebih baik, kata Boni, Presiden Bush diberi kliping koran yang berisi tentang permasalahan Indonesia yang kompleks saja ketimbang hanya memberi waktu tiga menit setiap tokoh untuk menyampaikan permasalahan. Ia menilai kedatangan Bush ke Indonesia hanya untuk memperkuat kedudukan AS di Indonesia saja, baik dari segi ekonomi maupun militer.
Oleh karena itu, AS dan negara-negara adikuasa lainnya mesti lebih tahu diri bahwa dunia saat ini membutuhkan nilai alternatif selain neoliberalisme. Bahkan, dominasi AS di berbagai belahan dunia atas nama "demokratisasi" tidak hanya mencerminkan paradoks demokrasi liberal, tetapi juga mencerminkan bahwa demokrasi liberal ternyata bukan "akhir dari sejarah".
Lebih lanjut, Boni Hargens mengatakan, politik "standar ganda" yang diterapkan AS seharusnya ditanggalkan. "Tidak hanya karena dunia ketiga sudah mengetahui hal itu, tetapi juga karena ’standar ganda’ melahirkan fundamentalisme di berbagai belahan dunia sehingga aksi teror pun sulit dihentikan," katanya.
Menurut dia, terorisme bukan kejahatan yang lahir dari dirinya sendiri, tetapi respons atas struktur dunia yang tidak adil dimana negara kaya menindas negara miskin melalui berbagai propaganda modernisasi dan demokrasi. (ant/mad)
Terpopuler
1
Jadwal Puasa Sunnah Sepanjang Agustus 2025, Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh
2
Upah Guru Ngaji menurut Tafsir Ayat, Hadits, dan Pandangan Ulama
3
Pakar Linguistik: One Piece Dianggap Representasi Keberanian, Kebebasan, dan Kebersamaan
4
Khutbah Jumat: Rawatlah Ibumu, Anugerah Dunia Akhirat Merindukanmu
5
IPK Tinggi, Mutu Runtuh: Darurat Inflasi Nilai Akademik
6
2 Alasan LPBINU Bandung Sosialisasikan Literasi Bencana untuk Penyandang Disabilitas
Terkini
Lihat Semua