Warta

PKB harus Mampu Rebut Hati Lebih Banyak Warga NU

Jum, 5 Oktober 2007 | 03:07 WIB

Jakarta, NU Online
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) harus mampu merebut hati kalangan Nahdlatul Ulama (NU) karena warga nahdliyin akan semakin menjadi arena perebutan banyak partai politik dan akhir-akhir ini keterikatan warga NU dengan PKB dikhawatirkan mulai memudar.

Demikian penilaian Sekjen GP Ansor malik Haramain dalam diskusi di Fraksi PKB DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis petang. Diskusi dipandu Ketua Fraksi PKB DPR Effendy Choirie dan dihadiri organsiasi sayap NU dan anggota FKB DPR RI.

<>

Malik Haramain menilai, PKB yang dilahirkan para kyai NU sebenarnya merupakan partai nasionalis religius paling ideal. Padahal di banyak negara, perpaduan partai yang berbasis agama dengan kebangsaan tak jarang asimetris (berlawanan).

Pada ranah ideologi, kehadiran PKB di tengah publik dianggap merupakan solusi antara dua kutub yang sering berlawanan, yaitu agama dan kebangsaan. PKB kemudian dianggap sebagai partai yang terbuka. Dalam kaitan ini, kelebihan PKB adalah tersedianya pemilih tradisional yang sangat kuat, yaitu dari kalangan warga nahdliyin.

Jumlah warga NU mencapai 30-35% dari jumlah pemilih di Indonesia, tetapi justru dalam Pemilu, sekitar 16% warga NU memilih Golkar, 12% memilih PKB dan sisanya memilih memilih partai lain. Padahal pemili tradisional sudah terkonsolidasi sebelum PKB berdiri sehingga PKB sangat diuntungkan dibanding partai lain.

Dua kelebihan PKB, yaitu ideologi partai yang terbuka dan tersedianya pemilih tradisional, mestinya menjadi modal utama PKB. Namun PKB tidak mampu memaksimalkan kelebihan itu. PKB belum sepenuhnya mampu mengambil hati warga nahdliyin.

"Konflik internal elit PKB yang notabene ulama-ulama NU dan hubungan kurang harmonis pemimpin PKB dengan NU struktural menjadi penyebab utamanya," kata Malik Haramain.

Konflik internal PKB mengakibatkan semakin lemahnya kapasitas organisasi PKB dan menyebabkan hengkangnya para ulama dari PKB. Banyak kalangan berpendapat, intensitas konflik internal PKB yang tidak berujung akan merusak basisnya sendiri.

"Konflik PKB jelas menguras energi besar, banyak pekerjaan terbengkalai karena konflik, termasuk konsolidasi partai. Konflik yang tidak berkesudahan juga menciptakan stgma negatif di publik yang secara langsung akan berpengaruh terhadap suara PKB," katanya.

Fenomena gagalnya interpelasi kasus luapan lumpur Lapindo menjadi contoh betapa partai politik tidak mampu menegaskan dirinya sebagai pembela rakyat. Sikap partai politik selalu dipengaruhi pertimbangan pragmatis berupa kekuasaan dan fasilitas.

Malik Haramain menyarankan PKB merevitalisasi ideologi agar PKB membumi di kalangan NU. Ideologi PKB harus digerakkan hingga lapisan terbawah. Di sisi lain, demokratisasi organisasi di PKB jangan sampai terlalu menempatkan kharisma tokoh sebagai penentu organisasi.

PKB juga harus mengoptimalkan SDM warga nahdliyin, termasuk kader-kader NU yang berasal dari Ansor, PMII, IPNU, IPPNU dan Muslimat NU. Kader-kader muda dari kalangan nahdliyin dan organisasi sayapnya harus dimunculkan dengan mempertimbangkan kompetensi kader.

Upaya memperkuat basis PKB melalui jaringan NU dan organisasi sayapnya harus dilakukan lebih optimal. Dengan demikian, PKB akan menjadi partai yang menasional. Saat ini, basis dukungan PKB lebih banyak di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan dari 52 kursi PKB di DPR RI, 38 di antaranya dari Pulau Jawa, terbanyak Jawa Timur.

"Ke depan, PKB harus memperluas basis melalui jaringan NU dan organisasi sayapnya agar basis kader dan dukungan semakin luas," katanya

Ketua Fraksi PKB DPR yang juga Ketua DPP PKB Effendy Choirie mengemukakan, PKB akan semakin membuka diri kepada kader-kader muda NU dan organisasi sayapnya. Dengan demikian, harapan PKB akan semakin memiliki absis dukungan secara luas akan dapat diwujudkan. (ant/mad)