Wawancara

Arsinu Hadir Layani Kebutuhan Kesehatan Nahdliyin

Kam, 14 November 2019 | 06:00 WIB

Arsinu Hadir Layani Kebutuhan Kesehatan Nahdliyin

Ketua Umum PP Arsinu, H Zulfikar As'ad. (Foto: NU Online/Ibnu Nawawi)

Salah satu keputusan Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur adalah perhatian jamiyah ini kepada layanan kesehatan. Kehadiran NU demikian sangat diharapkan demi memastikan bahwa warganya atau nahdliyin bisa memperoleh layanan dengan baik. 
 
Salah satu yang mendapat perhatian adalah keberadaan Asosiasi Rumah Sakit Nahdlatul Ulama atau Arsinu. Bagaimana kiprah dan keberadaannya? Berikut wawancara Syaifullah Ibnu Nawawi dari NU Online dengan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Arsinu, H Mohamad Zulfikar As’ad atau Gus Ufik di Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan, Jombang, Jawa Timur beberapa waktu berselang.
 
 
Bisa dijelaskan bagaimana awal keberadaan Asosiasi Rumah Sakit Nahdlatul Ulama atau Arsinu?
 
Pendirian Arsinu diawali tahun 2017 bahwa di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ada lembaga kesehatan yang kebetulan saya sebagai salah seorang ketua. Demikian pula diamanahi sebagai ketua badan pelaksana kesehatan. Nah, sesuai hasil Muktamar Nahdlatul Ulama 2015, salah satu amanah yang harus dilaksanakan adalah memprioritaskan layanan dakwah, pendidikan, ekonomi serta kesehatan.
 
 
Perkembangannya?
PBNU sendiri telah menargetkan bahwa setiap provinsi hendaknya ada fasilitas kesehatan seperti rumah sakit yang dimiliki maupun dikelola oleh Nahdlatul Ulama.
 
 
Secara keanggotaan, bagaimana  kepengurusan yang ada saat ini?
 
Memang harus diakui bahwa selama ini keberadaan pengurus sekaligus fasilitas kesehatan masih didominasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat hingga DKI Jakarta. Sedangkan di kawasan lain masih dalam proses persiapan.
 
Keberadaan Arsinu sendiri, kapasitasnya seperti apa?
 
Kami akan memberikan bantuan kepada sejumlah kalangan untuk proses pendirian institusi fasilitas kesehatan yang akan dibangun di daerah. Sekadar diketahui, yang kami lakukan tidak semata membangun untuk NU sebagai jamiyah atau kelembagaan, namun juga jamaah atau warga NU yang berkeinginan memiliki dan membangun fasilitas kesehatan. Dengan demikian, siapa saja yang berkeinginan untuk mendirikan layanan tersebut akan kami bantu, baik itu kalangan pesantren, pribadi dan sejenisnya.
Kasus pesantren misalnya, kan tidak dalam kapasitas sebagai jamiyah NU, namun merupakan akar serta komponen yang tidak dapat dipisahkan dari jamiyah. Maka, ketika pesantren mendirikan rumah sakit dan sejenisnya, Arsinu berkewajiban untuk memberikan pendampingan dan masukan bagaimana layanan yang ada bisa terwujud dan dikelola dengan profesional.
 
Selama ini, keberadaan fasilitas kesehatan di daerah seperti apa?
 
Hingga kini, sejumlah fasilitas kesehatan dari mulai balai kesehatan hingga rumah sakit yang ada, pengelolaannya beragam. Ada yang didirikan oleh NU secara jamiyah seperti Rumah Sakit Nahdlatul Ulama Jombang, Rumah Sakit Islam Siti Hajar Sidoarjo, Rumah Sakit Islam Surabaya dan sejenisnya.
 
Namun ada juga yang dimiliki dan didirikan oleh pesantren seperti Rumah Sakit Unipdu Medika yang dikelola oleh Pesantren Darul Ulum, Peterongan, Jombang dan tempat lain.
 
Awalnya sempat diwacanakan bahwa yang hendak dikawal adalah fasilitas kesehatan dengan badan hukum NU. Namun dalam praktiknya hal tersebut tidaklah mudah karena untuk mendirikan klinik dan rumah sakit memang permasalahannya demikian kompleks. Dari mulai kebutuhan lahan, sumber daya manusia, modal, perizinan dan kebutuhan lain.
 
Kalau keanggotaan sendiri, seperti apa?
 
Sejak didirikan, keberadaan kami didukung oleh sejumlah anggota dari berbagai daerah. Sehingga tugas untuk memberikan pendampingan kepada warga dan jamiyah NU yang akan mendirikan balai kesehatan atau klinik dan rumah sakit dapat dilakukan dengan optimal. Dan hingga kini keberadaan Arsinu memiliki 22 anggota yang kalau di pelaksana kesehatan menginiasasi pendirian fasilitas kesehatan. Dengan demikian keberadaan kami memaintenance agar keberadaan rumah sakit yang ada atau balai kesehatan mampu melayani masyarakat dengan baik. Demikian pula tingkatan akreditasi yang dimiliki, bermitra dengan BPJS, maupun kerja sama dengan pihak lain. Dengan begitu, keberadaan anggota bisa saling berbagi pengalaman dengan yang lain.
 
Mengenalkan Arsinu kepada rumah sakit di daerah, bagaimana?
 
Memang harus diakui bahwa tidak semua pemilik dan pengelola rumah sakit Islam di daerah itu berkenan bergabung dengan kami. Ada dari mereka yang justru mempertanyakan, untuk apa fasilitas kesehatan yang ada bergabung dengan Arsinu.
 
Yang akan diperoleh oleh mereka apa?
 
Kepada sejumlah kalangan ini kami sampaikan bahwa kalau secara kuantitas rumah sakit yang dikelola NU demikian banyak, tentu saja posisi tawar dengan berbagai kalangan juga akan semakin kuat. Manfaat dengan memiliki keanggotaan besar dalam jumlah tersebut akan memberikan dampak yang demikian besar baik kepada kementerian dan sektor lainnya. Bagaimanapun juga, memiliki jumlah yang besar akan berdampak baik untuk menambah kepercayaan pihak lain.
 
Lantas, kepada mereka yang masih ragu apa yang dilakukan?
 
Mereka sering kita ajak komunikasi, kemudian diundang dalam sejumlah pelatihan terkait pengembangan fasilitas kesehatan yang dikelola. Alhamdulillah, dari sumber daya manusia, sejumlah anggota kita telah menjadi asesor untuk akreditasi. Dengan demikian akan ada pelatihan dan langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh hingga bagaimana fasilitas yang ada levelnya bisa ditingkatkan.
 
Dalam komunikasi tersebut sehingga akan muncul pembicaraan terkait kebutuhan mendesak yang harus segera dimiliki sejumlah klinik dan rumah sakit. Mereka butuh apa? Tenaga kesehatan maupun lainnya. Lantaran hal yang tidak dapat dihindari dari sebuah fasilitas kesehatan antara lain ketersediaan tenaga dokter dan seterusnya.
Secara umum, kondisi rumah sakit dan klinik NU bagaimana perkembangannya?
 
Alhamdulillah meskipun keberadaannya belum banyak, tapi rata-rata sudah terakreditasi. Bahkan tidak sedikit dari yang ada memiliki predikat paripurna sebagai peringkat tertinggi dari sebuah rumah sakit. Sisanya sudah mencapai bintang satu hingga tiga sebagai tahapan yang harus dilampaui bagi keberadaan fasilitas kesehatan.
 
Respons masyarakat sendiri terhadap rumah sakit NU harusnya seperti apa?
 
Karena ini adalah layanan, maka tentu tidak bisa memaksakan masyarakat untuk memilih dan memanfaatkan fasilitas yang ada. Namun demikian, kami mendorong pihak pengelola untuk bagaimana bisa melayani masyarakat dengan baik yang dibantu dengan promosi juga. Bila itu yang dilakukan, maka fasilitas kesehatan yang kita kelola pasti akan diminati warga. Dan rumah sakit maupun balai kesehatan yang kini masuk kategori baik dan dibanggakan, mengawalinya dengan demikian.
 
Sehingga tidak perlu ada surat rekomendasi dan sejenisnya dari kepengurusan formal NU di berbagai tingkatan untuk mengarahkan warga memilih layanan kesehatan yang kita kelola. Namanya hati kan tidak dapat dipaksa. Keyakinan dan kemantapan seseorang dalam menikmati layanan kesehatan tentu saja sangat bergantung kepada yang bersangkutan.
 
Kita layak bersyukur karena hingga kini tahapan-tahapan tersebut telah dilampaui dengan baik, sehingga hasilnya banyak fasilitas kesehatan milik NU yang akhirnya mendapat tempat di hati nahdliyin. Bahkan mampu bersaing dengan fasilitas serupa milik kalangan lain, termasuk kepunyaan pemerintah daerah. Memang belum semuanya bisa demikian karenanya perlu dilakukan persamaan persepsi di level manajemen dan pemilik atau owner layanan yang ada agar satu suara.

Bagaimana menjembatani kepentingan bisnis dan melayani umat?
 
Prinsip rumah sakit dan balai kesehatan memang tidak bisa sehat dengan promosi sebagaimana usaha yang lain. Yang harus dikedepankan adalah bagaimana memberikan layanan terbaik bagi konsumen, sehingga kepercayaan akan tumbuh perlahan namun pasti. Dalam pengelolaan rumah sakit juga ada win-win solution dari mulai stakeholder yang meliputi owner atau pemilik, yayasan, atau juga jamiyah yang memang memiliki otoritas terkait hal itu.
 
Pada saat yang sama juga ada pihak manajemen yang kalau bisa mengelola dengan baik sehingga mampu mendapatkan penghargaan yang memadai. Demikian pula yang akan diterima oleh pasien sehingga bisa dipastikan mendapatkan pelayanan terbaik sesuai yang diinginkan.
 
Pemilik kartu BPJS itu kan sebenarnya tidak semata-mata gratis karena segala biaya telah ditanggung oleh pemerintah dengan skema sendiri, karenanya yang harus diyakinkan adalah bagaimana mereka mendapat seluruh layanan kesehatan dengan sangat memuaskan.
 
Seperti diketahui, BPJS juga memiliki aturan yang rigit terkait layanan kesehatan di sejumlah fasilitas kesehatan. Sejumlah aturan itu memberikan pesan bahwa pihak rumah sakit dan balai kesehatan turut mengikuti aturan yang ada sehingga tetap dipercaya sebagai sebagai mitra BPJS.
 
Sejumlah rumah sakit yang melakukan itu, hasilnya dapat kita lihat sekarang. Bagaimana mereka tak semata menerima pasien dari kalangan nahdliyin, juga kelas menengah atas dari masyarakat lain. Dengan demikian, rumah sakit dan fasilitas kesehatan kita bisa melayani pasien BPJS yang memang gratis, serta bisa juga menjawab kebutuhan kalangan kelas berpunya.
 
Bagaimana dengan koordinasi para pengurus Arsinu?
 
Komunikasi yang kita lakukan selama ini lebih kepada pemberian pendampingan kepada sejumlah anggota terkait akreditasi. Mereka yang telah berhasil mengelola rumah sakit dan balai kesehatan secara baik, maka dijadikan sebagai narasumber dan menyampaikan materi kepada pengelola yang akan mengikuti akreditasi.
 
Dan hingga kini anggota Arsinu telah mencapai akreditasi yang menggembirakan. Hal tersebut dibuktikan dengan keikutsertaan rumah sakit yang ada dengan layanan BPJS. Karena setiap layanan kesehatan yang menggandeng BPJS, dapat dipastikan terakreditasi dengan baik lantaran memang demikian aturannya.
 
 
Yang paling dirasakan berat dalam pengelolaan layanan kesehatan?
 
Sebenarnya, akreditasi rumah sakit dan fasilitas kesehatan apapun sebagai sebuah kebutuhan internal. Karena kalau akreditasinya baik, dapat dipastikan layanan yang diberikan juga baik. Berikutnya, masyarakat juga akan menerima layanan tersebut secara baik pula. Sekadar diketahui, proses akredidasi itu sangat detil. Sehingga kalau akreditasinya baik, maka dapat dipastikan juga dapat diterima masyarakat. Sehingga pemerintah sangat tepat kalau memberikan anggaran lewat BPJS.
 
Pola komunikasi dengan lembaga pendidikan penyedia sumber daya manusia?
 
Di sejumlah lembaga pendidikan sebenarnya memiliki asosiasi dari perawat, bidan, dokter, dan sejenisnya. Secara informal, komunikasi sebenarnya telah berjalan. Hanya saja itu perlu ditindaklanjuti dengan pertemuan formal yang bisa mengkomunikasikan seluruh potensi yang ada demi memajukan fasilitas kesehatan hingga rumah sakit yang kita kelola. Apalagi di NU, sentuha Aswaja yang diberikan kepada peserta didik harus diberikan.
 
Seperti disampaikan di awal, bahwa PBNU sebenarnya ingin agar setiap provinsi memiliki layanan kesehatan yang memadai. Selama ini yang dapat tersentuh baru di kawasan pulau Jawa, namun dalam perjalanannya akan segera disentuh adalah kawasan Kalimantan dan Sulawesi hingga Sumatra. Prinsipnya, di mana ada jamaah dan jamiyah NU yang telah kuat, maka harusnya diikuti dengan ketersediaan fasilitas kesehatan kebanggaan nahdliyin. Namun harus dipahami bahwa mendidikan fasilitas kesehatan tidaklah mudah. Mencari dokter Islam saja, mungkin juga susah, kemudian ditambah dengan dokter NU.
 
Tugas berat kita adalah meyakinkan dan mengarahkan generasi muda NU untuk berkenan berkiprah di lembaga profesional serta mendukung hal ini. Mereka didorong agar berkenan untuk melanjutkan studi di fakultas kedokteran, keperawatan, kebidanan dan sejenisnya agar dalam waktu yang akan datang sumber daya manusia dari NU untuk layanan kesehatan tersedia secara baik. Karena bergerak di sektor ini juga tidak kalah penting layaknya perjuangan para pendahulu karena berkenaan dengan hajat hidup warga. 
 
Capaian Arsinu saat ini?
 
Beberapa waktu lalu dilakukan deklarasi Pendirian Faskes dalam rangka Hari Santri di Situbondo, Jawa Timur. Alhamdulillah, sebuah langkah telah dilakukan oleh PBNU, yaitu deklarasi pendirian fasilitas kesehatan atau faskes yang diinisiasi oleh Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama Jatim bersama Pimpinan Pusat Arsinu.
 
Rangkaian acara dibuka oleh Rais Aam PBNU KH Miftahul Achyar di Pesantren Walisongo Situbondo asuhan KH Cholil As'ad. 
 
Pada saat itu ada berbagai acara seperti khitanan massal yang diikuti oleh 380 anak dari warga Situbondo dan sekitarnya. Pengobatan gratis yang dilakukan oleh dokter-dokter dari rumah sakit anggota Arsinu dan didukung oleh sejumlah dokter NU yang tergabung dalam Persatuan Dokter Nahdlatul Ulama atau PDNU. 
 
Ada juga penyuluhan kesehatan di Pesantren Zainul Hasan, Gonggong Probolinggo dan terakhir dilakukan pemandangan deklarasi di Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo Situbondo. Harusnya sesuai agenda, acara akan dihadiri Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siroj, tetapi karen sesuatu hal batal hadir namun deklarasi dilakukan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jatim, KH Marzuki Mustamar. Saat itu ada Ketua Umum PP Arsinu, Ketua PW LKNU Jatim dan disaksikan KH Azaim Ibrahimy selaku Pengasuh Pondok Pesantren Sukorejo Situbondo.