Wawancara

PMII dan Empat Fokus Pergerakannya

Sen, 19 Februari 2018 | 08:02 WIB

Pada tahun 1990-an, KH Abdurrahman Wahid (Ketua Umum PBNU saat itu), Mahbub Djunaidi (Ketua Umum PMII pertama) memiliki pandangan yang hampir sama tentang PMII dan NU. Mereka berdua, meminta para alumnus pergerakan agar mendermabaktikan kemampuannya di NU dalam berbagai tingkatan. 

Awal bulan ini, Jumat 2 Februari, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan PB Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri (Kopri) bersilaturahim kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang didampingi Ketua PBNU Robikin Emhas. 

Sebelum PMII menyampaikan maksud dan tujuannya, Kiai Said telah membuka pembicaraan lebih dahulu. Isinya hampir sama dengan apa yang dikatakan Gus Dur dan Mahbub. Kiai Said menekankan agar PMII menjadi bagian yang mempersiapkan NU pada seratus tahun kedua dengan segenap kemampuan mereka. 

Saat ini, PMII tengah dipimpin Agus M. Herlambang yang terpilih pada Kongres ke-19 di kota Palu, Sulawesi Tengah pada Mei tahun lalu. Ia memimpin organisasi pergerakan masa khidmah 2017-2019. 

Lalu, bagaimana kesiapan PMII untuk memenuhi permintaan dari NU itu? Abdullah dari NU Online mewawancarai Agus M. Herlambang di PBNU Jumat 2 Februari. Berikut petikannya:

Program dan fokus PMII periode ini bagaimana? 

Orientasi kita adalah menyebarkan Islam Ahlussunah wal-Jama’ah di kampus. Kita sudah diskusi dengan Kiai Said terkait bagaimana kita bisa merebut ruang di generasi milenial, perkotaan khususnya mahasiswa. Jadi, seperti konten Islam Nusantara itu kita coba perkenalkan di generasi milenial. Itu satu. 

Bagaimana caranya PMII untuk menyebarkan dan memperkuat Aswaja di kalangan mahasiswa itu?  

Satu, ya menyederhanakan kurikulum materi Aswaja di kampus, kita mencoba mengadaptasi bagaimana Aswja itu bisa diterima di generasi milenial. Satu, dengan penyebaran melalui media-media modern misalkan dengan YouTube dan di media sosial. Jadi instrumen itu yang kita pakai untuk masuk ke generasi milenial. Jadi selama ini Aswaja tidak dipahami secara holistik. 

Sudah terbentuk timnya? 

Iya. Iya, konsentrasi di periode kita di situ. 

Targetnya produktivitasnya akan seperti apa tim itu? Atau alat ukur keberhasilan kinerjanya bagaimana? 

Nah, ukuran keberhasilan, maka kita bikin pilot project di sepuluh kampus (dia menyebut sepuluh kampus yang menjadi pilot project itu di Sumatera, Jawa).

Di sepuluh kampus itu PMII hidup?

Hidup, tapi belum maksimal; makanya kita upayakan untuk memaksimalkan sepuluh kampus itu. 

Selama ini penerimaan mahasiswa terhadap PMII di kampus-kampus umum? Apakah biasa-biasa saja, menurun atau meningkat? 

Sejak adanya pilot project itu, karena pilot project itu, jadi PB PMII langsung koordinasi dengan ketua komisariat di kampus itu, maka rekrutmennya meningkat seratus persen. Itu yang pertama, yang kedua, variasi kader yang masuk itu kan di kampus umum itu biasanya di rumpun humaniora, sekarang sudah masuk di rumpun eksak. Jadi, anak-anak kedokteran sudah mulai banyak, anak-anak teknik juga mulai banyak. 

Faktornya apa? 

Ya itu, pola rekrutmen yang kita bikin pilot prject dan penyederhanaan materi Aswaja. Cuma butuh masif dan bantuan PBNU. Selama ini, kita berdebat soal Aswaja di wilayah teologis dan wujud praksisnya tidak kelihatan untuk anak-anak umum; beda dengan anak-anak di kampus agama yang notabene lulusan pesantren. 

Ada cara lain tidak dari PMII untuk menarik mahasiswa baru; misalnya tidak hanya melulu melalui masalah keagamaan, tapi melalui kesenian, ekonomi, dan lain-lain? 

Saya kemarin diskusi dengan Menristek, karena ruang-ruang keagamaan juga sudah dikuasai beberapa OKP di luar PMII, kita ditugasin bikin UKM baru, yaitu UKM ekonomi kreatif dengan menggunakan media digital sebagai market. 

Kembali ke pertanyaan pertama, konsentrasi PMII memperkuat Aswaja di kampus, yang kedua itu apa? 

Kita memfasilitasi kader untuk mempersiapkan kader mengikuti tes seleksi beasiswa ke luar negeri. Kita akan mengirim kader-kader dengan mempersiapkan kemampuan bahasa Inggrisnya dan tes potensi  akademiknya. Itu yang kedua. Yang ketiga, mendorong kader dengan mengembangkan ekonomi kreatif berbasis digital. Kita lagi kembangin aplikasi PMII untuk ruang kader yang memiliki jiwa enterpreneur untuk menjual prodaknya dan buat berinteraksi dengan sesama kader. Yang keempat kita memulai menyebarkan Islam Nusantara ke tingkat internasional dengan akan mengagadakan konferensi tingkat dunia. Kita juga mengirim beberapa kader untuk acara mereka. Itu sih empat orientasi PMII saat ini. 

Konferensi itu untuk mahasiswa tingkat dunia?

Ya, mahasiswa dan pemuda. 

Dengan komposisi kepengurusan sekarang ini, PMII yakin bisa melaksanakan program itu? 

Kita optimis karena di setiap elemen itu, kita punya indikator-indikator keberhasilan. Itu juga diputuskan berdasarkan pertimbangan sumber daya manusia yang kita miliki. 

Per berapa bulan indikator itu dievaluasi keberhasilannya?

Kalau kita tiga bulan untuk mengevaluasi kinerja. 

Untuk mencapai keberhasilan itu kan butuh berjamaah dari seluruh elemen PMII. Apa yang ingin Anda sampaikan kepada pengurus PMII di tingkat pusat sampai ke tingkat komisariat? 

Saya berdiskusi dengan KIai Said bahwa PMII juga harus terlibat dalam menyongsong NU yang usianya akan 100 tahun. Karena itu PMII ditugaskan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk NU yang akan berusia 100 tahun, kemampuan dan potensi kader harus ditingkatkan, kemampuan bahasa asingnya, dan kompeten dalam bidang-bidang yang digelutinya di perkulian sehingga kader-kader PMII juga berprestasi secara akademik, di samping juga tetap berperan di kemaslahatan umat. Harus bersama-sama untuk mempersiapkan mengisi 100 tahun NU. 

Lalu posisi gerakan PMII terkait advokasi masyarakat bawah untuk memenuhi hak-haknya?

Itu sebagian dari strategi; kalaupun dirasa masih diperlukan untuk turun ke jalan atau melakukan pendampingan masyarakat, kita tidak melarang kader untuk melakukan itu, bisa sebagai bagian alat perjuangan, tetapi sekali lagi itu tetap penting, tetapi yang harus dilakukan terlebih dahulu, sesuatu yang wajib itu pengembangan kapasitas diri di kampus, pengembangan Ahlussunah wal-Jama’ah di kampus. Artinya, itu alat perjuangan. Kita butuh rumusan advokasi; apa yang membedakan advokasi PMII dengan advokasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang lain. Itu juga harus terjawab secara komprehensif.  Â