Nasional

Kualitas Iman Seseorang Berkaitan Erat dengan Kepedulian Sosial

Rab, 31 Juli 2019 | 04:20 WIB

Kualitas Iman Seseorang Berkaitan Erat dengan Kepedulian Sosial

KH M. Luqman Hakim (istimewa)

Jakarta, NU Online
Pakar Tasawuf KH M. Luqman Hakim menjelaskan bahwa dalam ritualitas vertikal, seorang hamba tidak akan meraup kebahagiaan di hadapan Allah tanpa ia menyertakan sesama umat beriman dalam kehidupan sosial.

“Justru kualitas keimanan seseorang sangat berkait erat dengan kepedulian ruhaninya terhadap orang lain,” ujar Kiai Luqman dikutip NU Online, Rabu (31/7) lewat twitternya.

Dia mengungkapkan, keteladanan Rasulullah SAW saat Yaumul Mahsyar memberikan cermin kepada umatnya bahwa kualitas ruhani Rasulullah yang melebihi para Nabi dan Rasul, terpantul pada pembelaannya akan nasib umat di hadapan Allah. "Oh umatku...umatku...," ungkap Kiai Luqman.

Direktur Sufi Center itu memberikan contoh ketika setiap Muslim melantunkan wirid dan dzikir atau berdoa sehabis shalat. Namun ia menekankan bahwa kepedulian sosial harus mewujud dalam kehidupan sehari-hari.

“Aku mohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung, bagiku dan bagi kedua orang tuaku, dan bagi seluruh orang yang menjadi tanggungan kewajibanku, dan bagi umat muslimin dan muslimat, dan kaum mu’minin dan mu’minat yang hidup maupun yang mati,” ucap Kiai Luqman.

Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat ini, praktik yang ia jelaskan di atas merupakan wujud integrasi antara istighfar individu dan sosial.

Nilai Istighfar di atas, sambungnya, memberikan perspektif luar biasa bagi integrasi dan dinamika sosial secara damai.

“Hubungan-hubungan sosial akan berlaku dengan penuh kesejatian hati ke hati, karena hubungan yang bersifat emosional negatif dinetralisir oleh istighfar sosial,” terang Kiai Luqman.

Ia juga menjelaskan, Istighfar berarti kefanaan hamba, lebur dalam eksistensi Keagungan Allah SWT. Orang yang tidak pernah beristighfar tidak pernah mampu memasuki maqam fana’ apalagi tahap al-Baqa’. Yaitu Penyaksian Keabadian Ilahi dalam Keagungan-Nya.

Bila Allah mengampuni dosa-dosa seseorang, lanjutnya, ia pasti ditakdirkan beristighfar. Betapa indahnya Istighfar itu. Beristighfarlah, ajaknya, namun hati seseorang harus tetap bersholawat. Sebab manusia bisa istighfar semata karena syafaat Nabi Muhammad SAW.

“Bersholawatlah tetapi hatimu beristighfar, karena kamu bersholawat itu disebabkan ampunan Allah padamu. karena Sholawat-Nya Allah pada Sang Nabi SAW,” jelas Kiai Luqman.

Istighfar, imbuhnya, sangat dicintai oleh Allah SWT. Mahabbatullah tidak pernah terjadi manakala hamba tidak beristighfar setiap saat. Oleh sebab itu, hamba yang beristighfar dapat menumbuhkan rindu kepada Allah, karena Cinta-Nya turun pada hamba-Nya yang beristighfar.

“Istighfar melahirkan perdamaian kemanusiaan, karena dalam Istighfar pun ada dua macam Istighfar. Istighfar untuk diri sendiri, dan yang bersifat sosial kemanusiaan, yaitu memohonkan ampunan kepada sesama hamba Allah,” tandas Kiai Luqman. (Fathoni)

ADVERTISEMENT BY ANYMIND