Cerpen

Begawan Cangkul

Ahad, 2 Oktober 2022 | 06:00 WIB

Cerita Pendek Eko Wahyu Pratama

Alkisah, pada sebuah kerajaan yang terletak di ujung dunia, di batas akhir cakrawala bintang sore, hidup seorang cerdik bestari. Ia adalah Siwut, seorang anggota dari perkumpulan ilmuwan kerajaan. Bersama sebelas orang lainya ia terhimpun dalam Teretimba Saintific Club atau dapat disingkat TSC. Tetapi orang-orang lebih suka memanggil mereka dengan julukan 'Begawan Cangkul' sebab pekerjaan mereka adalah menggali pengetahuan baru—serta kadangkala, juga menimbun kepercayaan moyang orang-orang. 


Meskipun Begawan Cangkul baru terbentuk enam bulan terakhir, berbarengan dengan majunya putra mahkota Teretimba menggantikan ayahnya, Teretimba Saintific Club banyak membawa kecermelangan, mulai hadirnya teknologi digital super canggih hingga urusan rekayasa genetik. Meskipun banyak orang-orang yang masih meragukan metode mereka dalam menjawab problematika kehidupan. 

 

Kebanyakan orang-orang Teretimba masih mengandalkan batu-batu bertuah ataupun wejangan 'orang pintar' untuk mengatasi kerumitan-kerumitan hidup atau sekadar bertanya, "Hari baik apa hendaknya dalam membangun rumah?" Tapi bagi Siwut, kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang dapat dipertanggugjawabkan secara utuh dan luas. Bagi Siwut kebenaran Ilmiah adalah kebenaran yang bergantung pada ilmu itu sendiri, bukan pada orang atau benda-benda. Lantas baginya, kebenaran ilmiah adalah jawaban atas kemandekan kemajuan Teretimba. 


Bukannya tanpa kisruh, hadirnya Begawan Cangkul telah menimbulkan banyak perselisihan di seantero Teretimba, bahkan menjadi cemoohan kerajaan-kerajaan tetangga. Apalagi raja baru telah menggelontorkan separuh anggaran kerajaan untuk proyek-proyek ilmiah TSC. Salah satu proyek baru dan paling besar yang digarap Siwut and friend adalah proyek Fang-Feng. Sebuah megaproyek luar biasa dengan tujuan menemukan sumber energi baru yang lebih murni dari matahari dan atom-atom yang sudah dulu dieksploitasi kerajaan lain.  


Maka, laboratorium luar biasa besar nan luas segera dibangun. Alat-alat dipersiapkan. Orang-orang ramai berduyun untuk melihat candi yang sama sekali berbeda dengan kebanyakan. Candi yang untuk sampai ke puncaknya tidak perlu berlelah-lelahan menapak tangga, sebab adanya lift sebagai ganti puluhan anak tangga. Candi baru itu alias laboratorium itu diberi nama Amerta yang dengan nama tersebut mengidentikkan dengan sumber keabadian yang bahagia. 


Akan tetapi, sekali lagi, orang-orang malah harap-harap cemas. Seperti yang sudah-sudah, ketika manusia berhasil menemukan teori baru dan berhasil mewujudkanya–dalam benda-benda nir kesadaran–malah sering disalahgunakan, bahkan menjadi simbol kekuasaan dan memperluas otoritasnya. Bisa jadi, sebab kemunculan teori baru adalah jelmaan bala tentara Bhatara Kala. 


Maka sejatinya, yang dapat mengatasi ilmu pengetahuan hanyalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Meskipun argumentasi orang-orang begitu luar biasa, eksperimen limiah hanya dapat dijawab dengan eksperimen yang lebih teliti dan cermat. Perasaan, firasat, intuisi dan doa sebenarnya bisa membatu, tapi tidaklah cukup.


Dulu, dikarenakan sebuah kerajaan berhasil menemukan bahwa atom-atom itu dapat dibagi dalam beberapa ukuran, sehingga menemukan tentang keberadaan inti atom: nukleus. Segelintir orang mulai menggabung-benturkan inti-inti atom itu dalam kecepatan yang luar biasa tinggi sehingga menghasilkan fusi energi baru. Fusi energi atom-atom ini dapat menciptakan padatan momentum yang seketika bisa meluas dalam sepersekian detik, dan karena eksperimen inilah bom atom akhirnya diciptakan. Sehingga bom atom dan jenis-jenis fusi energi lainnya menjadi daftar baru sebab kehancuran dunia dalam perselisihan antar kerajaan atau mungkin antarkepentingan.


Tetapi pula, lantaran orang-orang melakukan eksperimen-eksperimen ilmiah, sehingga berhasil membawa penemuan-penemuan spektakuler. Seperti halnya listrik, orang-orang tetap memakai penemuan itu meskipun masih banyak yang menolak bahwa itu adalah hal yang dimulai di dalam laboratorium ilmiah. Sebab, bagi kebanyakan orang, yang ilmiah tetap menjadi ancaman. Entah sebagai fakta atau khayalan semata. 


Maka, sebagai upaya agar hal-hal yang sebagaimana dimaksud sebagai ancaman luar biasa umat manusia dapat ditangkal, Raja Teretimba mengadakan konferensi super luar biasa dengan segenap ilmuwan, petinggi kerajaan, dan seluruh rakyat berikut tamu undangan dari kerajaan seantero benua.


Konferensi pun dimulai. Telah hadir beragam elemen rakyat, mulai dari mereka yang dapat undangan khusus sampai pada mereka yang tidak tahu mengapa harus ada konferensi sebesar ini pula. Pertemuan besar itu dimulai dengan raja yang menyampaikan pidato singkat sekaligus mendaulat dirinya sebagai presidium utama dan paling utama. 


Syahdan, Raja berkata, "Maka, untuk itu, sebagai upaya bersama menjaga kedamaian serta kemajuan, konferensi ini supaya dapat dimaklumi sebagaimana tugas kita yang memang saling menyelamatkan."


Hal-hal yang mengenai konflik-konflik, sebab-akibat, benar-salah pun mulai dibicarakan serta hendak diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.


Orang pun berkata, "Baiklah, jika memang proyek ilmiah itu dapat mengatasi kemelaratan tanah ini, buktikan saja. Tapi saya pribadi, tidak ingin jika nantinya proyek itu malah menjadi teror."


Peserta dari rakyat kelas bawah itu berhenti sejenak, sambil mengamati satu-persatu dua belas ilmuwan TSC, lalu melanjutkan, "Bapak-ibuk sekalian sudah tahu bukan, bahwa lantaran alasan ilmu pengetahuan bom nuklir menggayang hampir separuh Kerajaan Ujung Matahari Terbit. Belum lagi, bahaya-bahaya eksploitasi alam yang hari ini sudah lebih gatal daripada penyakit kudis. Bukan begitu?"


Lainnya pun menyambut, "Kita sebagai anak yang lahir dari rahim bumi, sudah sewajarnya kembali kepada bumi itu sendiri dengan cara tetap mengikuti apa kata leluhur. Cara-cara yang para ilmuwan gunakan itu, sungguh melukai hati para leluhur. Sebab leluhur lebih mengenal bumi ketimbang alat-alat baru itu". 


Raja baru yang memang pernah mengalami hidup sebagai rakyat biasa dengan identitas yang sama sekali bukan bangsawan. Sebab, ia ditugaskan oleh ayahnya selama bertahun-tahun untuk menjadi buruh serabutan, dari mulai umur sepuluh tahun hingga utusan kerajaan menjemputnya. Ia sudah paham betul apa yang dikhawatirkan rakyat sekaligus tahu mengapa budaya leluhur itu mengakar kuat.


Lantas raja mempersilakan Siwut dan rekan-rekan TSC-nya memberikan pendapat.


"Saudara-saudara sekalian, tanah kita, bangsa kita, memang baru mengenal cara-cara ini, metode-metode ini, rancangan-rancangan ini, ide besar ini dan segala keampuhan peradaban. Maka saya sendiri menjadi maklum, jika kebanyakan saudara sekalian menjadi asing. Sebab lantaran yang asing itu baru, maka bisa jadi menakutkan."


Siwut memastikan agar segenap peserta memperhatikannya, lalu melanjutkan, "Tapi jangan sampai lantaran kita tidak mengenal yang asing lalu kita tergilas olehnya. Sungguh jika yang demikian itu terjadi, kita sangat jauh dari kecermelangan dan kita menolak martabat kita sebagai manusia." 


Orang-orang mulai membuat suara-suara gaduh, terdengar seperti pasar. Tapi Siwut tetap melanjutkan, "Saya tidak membenarkan memang tentang kehancuran ataupun teror yang disebabkan bom atom, tetapi saudara sekalian, bom atom itu tidaklah bersalah."


Orang-orang mulai tenang dan mulai serius mendengarkan Siwut.


"Ya, tentu. Saya tahu kejadian itu. Tapi bom atom tidaklah bersalah, yang bisa kita mintai pertanggungjawaban adalah kepentingannya, orang-orangnya, otoritasnya. Semua itu di luar hal-hal yang bersifat laboratorium ilmiah. Maka, saya dengan sadar meminta Saudara-saudara sekalian untuk selalu mengawal niat baik ilmu pengetahuan, dengan cara mengenalnya dan mengujinya serta memperbaikinya."


"Lalu untuk apa sebenarnya hal-hal ilmiah itu? Bukankah hari ini kita sudah cukup bersyukur dengan pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada?"  orang menanyakan.


"Ketahuilah Saudara-saudara sekalian, ilmu dan pengetahuan itu niscaya tidak ada ujungnya, selama kita masih bernapas ilmu dan pengetahuan akan senantiasa mengungkapkan dirinya. Fitrah ilmu pengetahuan itu sama seperti fitrah kita sebagai manusia, juga sama-sama lahir, tumbuh, bekerja, kadang istirahat dan kadang tertimbun tanah. Pastinya, ilmu pengetahuan akan senantiasa ada menyertai kita. Karena juga, pengabdian yang bijak adalah pengabdian yang disertai ilmu dan pengetahuan."


"Terlalu rumit untuk kami pahami," orang pun menyanggah.


"Banyak yang akan kita peroleh jika mengunakan cara-cara ilmiah. Pastinya juga, hal-hal ilmiah untuk kemajuan peradaban," sambung Siwut keteteran. 


Mereka yang tidak sependapat dengan para ilmuwan TSC semakin panas, lantaran mereka juga khawatir sebagaimana hasil dari terciptanya bom atom lantaran hal-hal ilmiah lahir dan menjadi monster di wilayahnya dan membayangi mereka. 


Raja yang sedari tadi menganalisa serta berpikir jauh mendalam pun berkata, "Saudara-saudaraku sekalian, sepertinya untuk mengurai problematika ini, saya memutuskan, untuk hal-hal yang ilmiah juga diterapkan pada hal-hal yang sosial. Hal-hal ilmiah juga untuk diterapkan pada hal-hal yang manusia dan kemanusiaan.


"Begitu pun sebaliknya hal-hal yang sosial juga diterapkan pada hal-hal yang ilmiah dan hal-hal yang menyangkut manusia dan kemanusiaan juga diterapkan pada hal-hal yang ilmiah. Meskipun sekarang kita belum tahu caranya, saya akan menunjuk orang-orang untuk menyusun teori-teori ini. Sehingga satu hal akan melindungi banyak hal, ataupun seribu hal akan mampu mendukung satu hal. Dengan begitu, kepentingan-kepentingan yang tidak memihak pada keberlangsungan hidup segera dinetralisir," sambung Raja.


Raja pun menunjuk sembilan belas orang untuk mulai menyelidiki dan menyusun ilmu-ilmu yang menyangkut sosial-kemanusiaan. Sekaligus membentuk Badan Pengawas Peradaban yang beranggotakan seluruh rakyat. Walhasil, gebrakan yang digaungkan oleh raja dan para rakyat Teretimba ini segera diikuti oleh banyak kerajaan. 

 

Juni 2022
 

Eko Wahyu Pratama, pria kelahiran Banyuwangi, sekarang aktif sebagai pengurus Lesbumi  MWCNU Muncar, Banyuwangi.