Cerpen

Cerita Baik

Ahad, 25 Desember 2022 | 12:00 WIB

Cerita Baik

Ilustrasi (Freepik)

Cerita Pendek: Baitul Muttaqin Al Majid

Mula-mula ia amat gembira: hanyut mengikuti arus air yang mengaliri permukaan jalan raya yang membelah persawahan itu. Apalagi hujan adalah rahmat Gusti Allah Ta'ala yang senantiasa ia sambut bersama kawan-kawannya dengan tak henti-henti saling bersahutan menyenandungkan pujian kepada-Nya. Akan tetapi, beberapa saat kemudian rintik hujan mulai mengecil yang menjadikan arus air menipis dan terus menipis hingga tubuhnya terhenti dengan posisi terlentang di bahu jalan itu. Pagi mulai ramyang, beberapa orang—baik yang bersepeda maupun bermotor—mulai tampak melewati jalan itu, sementara gendut perutnya menjadikannya kesusahan membalik posisi tubuhnya. Perlahan-lahan rasa takut ditelindas roda kendaraan tersebut menyelusup dalam benak seiring ia terus berusaha membalikkan tubuhnya.

***

Pagi selepas hujan, sembari mengontel sepeda melewati jalan yang membelah persawahan itu, seseorang menyedot dalam-dalam udara sejuk menyegarkan. Tidak lama kemudian, beberapa jarak di depan, begitu mendapati seekor bekicot berjalan amat pelan di bahu jalan menuju seberang kanan, buru-buru ia menghentikan ontelannya untuk kemudian memungut bekicot itu dan menyeberangkannya. Alhamdulillah, ucapnya kemudian, sepagi ini Gusti Allah Ta’ala memberinya kekuatan dan kesempatan melakukan kebaikan.


Kemudian, seiring langsam laju sepeda, satu gambaran cerita sekonyong-konyong hadir dalam benaknya: seorang guru wali kelas MI yang setiap hari Kamis memberi kesempatan murid-muridnya untuk menceritakan kebaikan-kebaikan yang pernah mereka lakukan. Selain untuk memotivasi anak didiknya senang berbuat kebaikan, menurut guru tersebut, hari Kamis adalah hari diangkatnya amal manusia dalam sepekan oleh malaikat untuk dilaporkan ke hadirat Gusti Allah Ta’al—Zat Yang Maha Pemurah yang membalas amal hamba-Nya yang sedikit dengan pahala yang melimpah.


Maka demikianlah, setelah satu per satu mereka menceritakan satu kebaikan masing-masing yang kebanyakan membantu orang tua atau saudara di rumah, seperti menyapu atau mencuci piring atau memakaikan baju si adik, tibalah giliran seorang bocah yang tampak ragu ketika diminta bercerita. Mendapati gelagat itu si guru mendekatinya untuk kemudian mendukungnya yang disambut dengan dukungan teman-temannya.

***


Hampir-hampir lepas nyawanya, beberapa saat tadi roda sepeda motor yang melaju cukup kencang  nyaris menelindas tubuhnya. Sembari terus berdoa, segala daya ia kumpulkan untuk kemudian ia kerahkan kembali demi menyelamatkan diri—karena tampak kian banyak orang berkendara melewati jalan itu. Namun, karena ia rasa telah kehabisan daya, maka ia berserah diri sepenuhnya kepada Gusti Allah Ta’ala yang mencipta, mengatur, mengurus dan mengendalikan seluruh ciptaan-Nya.

***


Tidak ia nyana, hampir semua teman-temannya malah menertawakan kebaikan yang ia lakukan saat berangkat ke masjid beberapa waktu lalu, yakni menyelamatkan dua ekor anak ayam yang terjebak di gorong-gorong dekat blumbang—sungai kecil buatan alias saluran irigasi—di pinggir jalan. Ceritanya: beberapa jarak setelah keluar dari rumahnya, ia mendengar suara anak ayam menciap-ciap dengan nada cemas, sementara seekor induk ayam kelihatan gelisah bersama anak-anaknya yang lain di sebuah pekarangan. Kemudian, ia mendekat ke tempat asal suara itu yang ternyata dari sebuah gorong-gorong yang tingginya hanya beberapa centi dari permukaan air blumbang. Mula-mula, selain sempat bingung memikirkan bagaimana si anak ayam bisa masuk ke dalamnya, ia rada takut di dalamnya ada seekor ular yang akan menggigit tangannya apabila ia menolong mereka. Namun, rasa kasihan pada anak ayam yang terus menciap-ciap tersebut mendorong mulutnya sekonyong-konyong mengucap bismillah sembari merogohkan tangan ke dalam gorong-gorong itu dan alhamdulillah ia dapat menyelamatkan mereka untuk kemudian menaruh dekat induk mereka. Namun demikian, menurut beberapa temannya, itu bukanlah kebaikan, karena kebaikan berlaku hanya untuk sesama manusia.


Setelah menyuruh anak-anak supaya tenang dan beberapa saat kemudian mereka pun tenang, si guru memberitahu mereka bahwa menolong sesama makhluk ciptaan Tuhan pun kebaikan seperti apa yang tadi diceritakan oleh teman mereka. Bahkan, si guru menambahkan, jangankan menolong binatang, memberi air pada tanaman saat kekeringan pun merupakan amal kebaikan.


Kemudian, demi memantapkan apa yang disampaikan, guru itu bercerita: bahwa pada zaman dahulu di kota Baghdad, Irak, hiduplah seorang sufi bernama Abu Bakar Asy-Syibli. Suatu saat dalam perjalanan, ia kehujanan, kemudian berteduh ke sebuah bangunan. Di situ ia mendapati seekor kucing meringkuk kedinginan dengan kondisi cukup mengkhawatirkan yang menjadikannya jatuh iba, lalu mendekati dan menghangatkan kucing itu dengan jubahnya.


Beberapa tahun kemudian, setelah Abu Bakar Asy-Syibli meninggal dunia, seseorang bermimpi melihatnya berdialog dengan Gusti Allah Ta’ala. Mula-mula ia ditanya, apakah ia tahu amal apa yang menjadikannya diampuni dosanya? Ia menjawab, karena amal shalehnya.


Akan tetapi, bukan karena itu.


Ia menjawab lagi, "Karena keikhlasan saya dalam beribadah."


Lagi-lagi bukan karena itu.


Bahkan sampai Abu Bakar Asy-Syibli menjawab dengan menyatakan bahwa apa karena ibadah hajinya, shalatnya, puasanya hingga perjalanannya menemui orang-orang shaleh untuk menuntut ilmu, Gusti Allah Ta’ala menegaskan bukan karena itu semua.


Kemudian Gusti Allah Ta’ala memberitahu bahwa ia mendapat ampunan—mendapat ridha-Nya lantaran perbuatannya terhadap kucing tersebut. 


Demikianlah, guru itu mengakhiri cerita dengan menganjurkan murid-muridnya agar melakukan amal sebanyak mungkin dan tidak meremehkan amal kebaikan sekecil apa pun. Karena sebagai manusia kita tidak pernah tahu amal apa yang menjadi lantaran kita mendapat ridha Gusti Allah Ta’ala—boleh jadi karena ibadah shalat, puasa, haji, berbakti pada orang tua atau amal kebaikan lainnya—hingga kita dimasukkan ke dalam surga.


Atas nasehat tersebut, kelak seorang murid menceritakan pada si guru bahwa pada suatu hari saat memandangi ikan-ikan yang tampak riang berenang di kolam taman teras rumahnya ia mendapati seekor semut tampak kepayahan menggerak-gerakan tubuhnya di permukaan kolam. Kemudian, seiring ia teringat kisah tersebut, rasa iba merekah dalam benaknya yang menjadikannya gesa-gesa mengentaskan si semut dan menaruhnya di tempat yang kering.


Sementara, bagi seorang murid yang lain mengalami kejadian yang cukup berkesan dan mengendap dalam kenangannya hingga bertahun-tahun kemudian: suatu hari ia mendapati daun pohon terong yang ditanam oleh ibunya di polybag di halaman rumahnya tampak layu. Tidak berapa lama setelah ia menyiraminya dengan segayung air, daun-daun itu mulai tampak segar kembali—sepertinya senang sekali. Menyaksikan itu ia merasa bahagia, bahagia karena dapat membantu sebatang pohon. Dan, ia rasa kebahagiaannya sama dengan kebahagiaan saat ia dapat menolong sesama manusia. 
 
***


Kendatipun tidak selalu, apabila melihat bangkai binatang terkapar di bahu jalan, ia mengambilnya untuk kemudian menaruhnya ke bantaran tanah supaya dapat terurai menjadi kompos dan mudah-mudahan ini menjadi amal sedekahnya untuk tetumbuhan di sekitar situ. Maka, begitu mendapati tubuh seekor katak terlentang di bahu jalan beberapa jarak di depannya itu, ia segera menghentikan sepedanya untuk kemudian memungutnya. Namun, ternyata katak itu masih hidup, maka: alhamdulillah—demikian ucapnya bersamaan dengan benak si katak menyatakan alhamdulillah—segala puji hanya bagi Gusti Allah Ta’ala yang sepagi ini telah mentakdirkan tiga kebaikan baginya, yakni menolong katak itu, menyeberangkan seekor bekicot dan niat—hingga-hingga terlintas gambaran cerita beberapa saat tadi—untuk menulis cerita pendek yang terinspirasi perbuatannya menyeberangkan bekicot tersebut.


Kendatipun baru niat—belum terlaksana sebagai tulisan apalagi dipublikasikan hingga dibaca oleh orang lain—ia mensyukurinya karena itu adalah niat baik, niat menulis sesuatu yang baik. Lantas bagaimana jika kelak terlaksana? Mudah-mudahan ia tambah mensyukurinya sebagai kebaikan—yang mudah-mudahan dapat menginspirasi pembaca melakukan kebaikan. Kemudian, kendatipun ia amat berharap semoga Gusti Allah Ta’ala memberi kemudahan padanya untuk merealisasikan niat tersebut, namun apabila itu tidak terlaksana, mudah-mudahan ia tidak kecewa, karena ia meyakini bahwa segala yang terjadi di alam raya ini adalah atas kehendak-Nya.


Di samping itu, belum lama ini ia membaca kisah bahwa kelak di akhirat seseorang terpana karena saat membaca buku amalnya ia mendapati pahala berlimpah ruah—seperti pahala haji, sedekah dan amal kebaikan lainnya—yang ia rasa bukan dari amalnya. Saat ia mengadu, bahwa itu bukan buku catatan amalnya karena ia tidak pernah melakukan semua amal itu, Gusti Allah Ta’ala memberitahunya bahwa itu adalah buku catatan amalnya; semasa hidup ia pernah berkata bahwa apabila ia kaya maka ia akan berhaji, bersedekah dan berbuat baik lainnya. Gusti Allah Ta’ala—Zat Yang Maha Tahu sisi lahir maupun sisi batin setiap makhluk ciptaan-Nya—tahu kebenaran niatnya dan memberikan pahala amal tersebut—kendati masih dalam tahap niat—kepadanya. 


Kesugihan, 7:41, 25 Oktober 2021.