Daerah

4 Jam Riset, Komunitas Pegon Temukan Fakta Figur 2 Kiai Sanusi

Sel, 13 Desember 2022 | 10:45 WIB

4 Jam Riset, Komunitas Pegon Temukan Fakta Figur 2 Kiai Sanusi

Komunitas Pegon melakukan riset secara mendalam dan serius di kediaman eyang dan Abah H Achmad Syafi'i Sanusi, akrab disapa H Achmad bertempat di Jl Citarum, Kelurahan Panderejo, Kecamatan Banyuwangi pada Ahad (11/12/2022). (Foto: istimewa)

Banyuwangi, NU Online

Komunitas Pegon terus memegang disiplin gerakan pada kegiatan riset, dokumentasi, dan publikasi khazanah sejarah pesantren, kiai, dan NU di Banyuwangi. Komunitas yang didirikan oleh Barur Rohim alias Ayung Notonegoro ini diresmikan beberapa tahun lalu. Tetapi kegigihan dan kekonsistenan dalam melaksanakan tugas-tugasnya mendapat pengakuan dan menyabet berbagai penghargaan maupun apresiasi di tingkat Nasional dan daerah. 


Kali ini Komunitas Pegon melakukan riset secara mendalam dan serius di kediaman eyang dan Abah H Achmad Syafi'i Sanusi, akrab disapa H Achmad bertempat di Jl Citarum, Kelurahan Panderejo, Kecamatan Banyuwangi pada Ahad (11/12/2022).


KH Sanusi Yasin adalah eyang H Achmad. Adapun KH Sanusi Abdullah merupakan ayah kandungnya. 


Tidak terasa, kegiatan hari ini memakan waktu empat jam dengan berkutat pada foto dan berbagai manuskrip. Tak pernah sepi, tim juga mendapatkan keterangan dan menuliskan kledioskop kisah perjuangan eyang buyut, eyang, dan Abah H Achmad.


Tim melobi H Achmad yang awalnya memilih waktu pukul 09.00. Namun tim mengajukan agar tim diizinkan memulai riset sekitar pukul 07.00 WIB. Tujuannya supaya kegiatan dapat maksimal dan dapat menemukan banyak data terbaru. Ditambah nanti Komunitas Pegon bersamaan agenda kegiatan lanjut penyambutan tamu dari salah satu Wakil Ketua PBNU selama di Banyuwangi.


"Siap jam 7 pagi," tulis H Achmad merespons Whatsapp kami. Tim bersyukur beliau dapat meluangkan waktu membersamai tim selama kegiatan riset.


Dengan sabar dan telaten, H Achmad memandu tim di berbagai rak-rak kuno yang penuh dengan ratusan kitab dan manuskrip. Pusaka penting itu masih tersimpan rapi dari peninggalan eyang dan abahnya.


Tim berpencar di berbagai rak dan menyelidiki kitab-kitab dari berbagai disiplin keilmuan. Terdapat di dalam rak-rak tersebut kitab tauhid, tafsir, hadist, fiqih, balaghoh, sampai disiplin keilmuan falakiyah.


"Kemari Leh, sebelumnya saya menemukan hal menarik, di sini ada beberapa undangan dan surat yang saya temukan di antara lempitan berbagai kitabnya abah," H Achmad menunjukkan saya di sudut rak salah satu kitab.


Sembari mendengarkan keterangan beliau, sontak saya mengambil dokumentasi saat H Achmad asyik membaca dan meneliti ulang dokumen-dokumen dan kitab. 


Benar saja, ditunjukkan kepada saya dokumen undangan resmi dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Banyuwangi terkait peresmian aula Masjid Agung Baiturrahman. Undangan tersebut ditujukan kepada KH. Sanusi Abdullah di tanggal 26 April 1977. Masih jelas dalam dokumen tersebut ditandatangani langsung oleh H A Kadir Muchtar selaku Kepala Depag Kabupaten Banyuwangi.


"Ini menarik, semakin menambah detail puzzle kronik Masjid Agung Baiturrahman yang intens sedang kita garap," batin saya.


Semakin lama, justru kami semakin tertantang melanjutkan tugas penggalian data-data primer. 


Secara acak dan global saya mengambil berbagai kitab dan dokumen dari rak. Begitu pula dengan Ayunk yang tak kalah banyak mengambil kitab-kitab tebal dan lembaran dokumen penting.


Dengan dibantu anggota tim Komunitas Pegon lainnya yakni Alif Syahilna dan Ikhwan, kitab dan dokumen pilihan saya dibopong ke mushala yang bergandengan di sebelah selatan rumah Kiai Sanusi. 


Terlihat di aktivitas berikutnya, H Achmad dengan Mas Bram sibuk menyediakan camilan, kopi, dan buah jeruk segar di atas permadani. 


"Monggo sambil disambi dengan menikmati segelas kopi atau teh di suasana pagi ini," ajak H. Achmad.


Usai pemilihan kitab, seluruh tim berkumpul di halaman mushala. Sembari menikmati aneka minuman dan kudapan yang telah disajikan tuan rumah.


Semua terlibat kesibukan masing-masing. Seperti lebih detail membaca kitab, sharing, dan menggali informasi keterangan foto-foto silam kepada H Achmad.


"Ngapunten, boleh dijelaskan foto ini ketika apa kok sekilas wonten Kiai As'ad ?" saya mengajukan pertanyaan kepada H Achmad.


"Ini foto Abah saya, ketika itu saat haji sekitar tahun 1970an. Di sana pun terlihat H Hasan Salihin, H Ahmad Qusyairi, dan sebelah kanan Abah," ungkap H Achmad.


Ada beberapa pula sambungan dokumen lainnya. Seperti KH Sanusi Abdullah bersama KH Syamsuri. Atau Hj Amnah selaku ibu H Achmad setelah ibadah haji.


KH Sanusi Abdullah juga gigih memperjuangkan sektor pendidikan dan organisasi sosial kemasyarakatan. Tercatat dalam dokumen undangan yang dibikin tahun 1969. KH Sanusi meneken langsung undangan Maulid Nabi Besar Muhammad saw bersama Ach Choiri yang diselenggarakan MI Roudlotul Ulum.


"Itu sudah aktif sekali di tahun 69. Sebelum tahun itu, tentunya Abah didapuk sebagai kepala sekolah. Beliau juga aktif mengisi pengajian baik di pesantren maupun ke masyarakat langsung," jelas H Achmad.


Bongkar-pasang sejarah, kini semakin hari semakin melengkapi dan semakin menemukan titik temu komposisinya. Tidak hanya kronik perjalanan masjid agung, juga di dalamnya perjalanan MI Roudlotul Ulum dari waktu ke waktu. Sebelumnya masyhur dengan nama pendidikan Tarbiyatus Shibyan


Aktivitas hari itu terus dimakan oleh waktu. Dari jam ke jam, berkelindan serius dengan data-data primer sebagai pendukung utama persembahan karya kesejarahan.


"Saya menemukan catatan menarik di kitab tafsir kakek Panjenengan (parateks). Di sini jelas dituliskan pernyataan sanad keilmuan yang dicantumkan, bahwa kakek bagian santri dari guru besar KH. Kholil Bangkalan dan Kiai Hasyim Asy'ari, Jombang," kata Ayung membuka dialog menjelang siang itu dengan rumusan-rumusan sementara.


"Maka hipotesis kita sekarang, sangat kuat eyang Panjenengan adalah santri langsung dari KH Kholil Bangkalan dan KH Hasyim Asy'ari," jelas Ayung kepada H Achmad sembari menunjukkan parateks pada awal dan akhir kitab eyang.


Tidak banyak, kata Ayung, tokoh yang memiliki kesadaran mencatat sedetail ini di dalam kitabnya saat dulu mengaji. Dan ini bisa jadi berkesinambungan dengan fakta sejarah lebih hebat pada kitab-kitab lain.


"Kita masih berkesempatan sedikit meneliti. Masih ada dua shaf dalam rak kitab eyang dan abah jnengan. Butuh kesabaran melakukan validasi ini semua," ujar Ayung mengakhiri riset hari itu.


Fakta dan rumusan sementara ini, yang membikin saya semakin bergidik. Pun otomatis menjadikan bahan bakar temuan semangat kita dalam mendokumentasikan sejarah perjuangan dua tokoh KH Sanusi.


Kontributor: Mohamad Soleh Kurniawan
Editor: Kendi Setiawan