Daerah

Ada 50 Tradisi Tumpengan, Mahasiswa Dilatih “Tanduk Ambeng”

NU Online  ·  Jumat, 6 Mei 2016 | 03:28 WIB

Blora, NU Online
Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa, Sekolah Tinggi Agama Isam (STAI) Al-Muhammad Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menggelar pelatihan tanduk ambeng. Pelatihan tanduk ambeng dilaksanakan dalam rangka melengkapi teori mata kuliah kepesantrenan (Aswaja) untuk mahasiswa semester dua. Pelatihan dipusatkan di Gedung PCNU Blora.

Dalam tradisi masyarakat Jawa, khususnya yang ada di Kabupaten Blora dan sekitarnya sangat akrab dengan istilah tanduk ambeng. Tanduk adalah sejumlah kalimat yang dibaca seorang kiai atau tokoh masyarakat sebelum acara selametan dimulai. Tanduk juga identik dengan mengikrarkan niat selametan. Sedangkan ambeng identik dengan tumpeng atau kenduri.

Dosen mata kuliah kepesantrenan (Aswaja) STAI Al-Muhammad Cepu, Sholihin Hasan mengatakan, pelatihan yang digelar Rabu (4/5) itu diberikan dalam rangka memberikan keterampilan para mahasiswa agar saat terjun di masyarakat nanti, mereka bisa melayani kepentingan masyarakat secara benar dan tepat.

"Saat ini, tradisi tumpengan masih sangat kental di tengah-tengah masyarakat. Agar acara tumpengan bisa berjalan sesuai kaidah-kaidah agama, maka diperlukan tukang (petugas) tanduk ambeng yang mumpuni," ujarnya.

Dari data yang dia himpun, sedikitnya ada 50 hingga 54 macam acara tumpengan dalam setahun. Di antaranya acara selamatan bayi lahir (krayah), pindah rumah (boyongan), akan bepergian (lelungan), tahlil, manakiban, berzanji, yasinan, tingkeban (tujuh bulan bayi dalam kandungan), ruwahan, peringatan tiga hari, tujuh hari 40 hari, 100 hari, seribu hari dan mendak (memperingati 1 tahun meninggalnya seseorang), serta geblak (memperingati hari meninggal seseorang).

Selain itu, lanjutnya, ada acara selamatan ngalungi sapi, sapi melahirkan, ketupatan, satu muharram, mauludan, nuzulul Qur'an, Isra' Mi'raj, bancaan weton (hari lahir seseorang), khitanan, pernikahan, campur bawur, bucu kendit, buka gebyok, mendirikan bangunan, beli kendaraan baru, membuat tarup dan aneka macam syukuran. Kemudian ada sedekah bumi, pindah rumah, pindah kerja, sedekah laut dan peletakan batu pertama pada sebuah bangunan.

"Aneka macam acara yang dilakukan masyarakat tersebut membutuhkan keahlian tersendiri. Karena masing-masing acara, iqrar niat, dan doanya juga berbeda-beda," tambah Sholihin Hasan, yang juga alumni Pascasarjana Universitas NU Surakarta.

Selain memberikan pelatihan tanduk ambeng, pihaknya juga mendorong civitas akademika untuk mengembangkan keahlian menulis. Khususnya tulisan hasil reseach atau penelitian. Karena, STAI Al-Muhamad juga menerbitkan jurnal ilmiah. Jurnal itu terbit kali-kali secara berkala.

"Prinsip kami adalah al-muhafadhatu 'alal qadimis shalih, wal akhdzu biljadidil ashlah. Artinya mempertahakan hal-hala lama (tradisi) yang baik, sambil terus mencari hal-hal baru yang lebih baik lagi," tegas. (Red: Mahbib)