Daerah

Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perlu Kedepankan Keteladanan

Jum, 16 Agustus 2019 | 12:30 WIB

Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perlu Kedepankan Keteladanan

Rais Syuriyah MWCNU Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwari Kertosari Banyuwangi, KH Ahmad Shiddiq

Banyuwangi, NU Online

Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur, KH Ahmad Shiddiq mengaku prihatin atas pengamalan amar ma’ruf nahi munkar yang melalaikan uswatun hasanah atau keteladanan. Seharusnya, keteladan dikedepankan dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar.

 

Menurutnya, konsep yang paling sederhana dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar adalah mengedepankan keteladanan terlebih dahulu bagi setiap individu, sebelum mengajak orang lain. Sebagaimana telah dicontohkan oleh para ulama yang turut berjuang besar mengantarkan kemerdekaan bagi bangsa ini.

 

"Sekarang, mudah ditemukan tokoh atau dai, singa-singa podium yang memberikan nasihat-nasihat keagamaan melalui retorika belaka. Namun sayangnya, dakwah tersebut tidak dibarengi dengan keteladanan,” tutur Kiai Shiddiq kepada NU Online di kediamannya, kompleks Pondok Pesantren Al-Anwari, Kertosari, Banyuwangi, Jumat (16/8).

 

Terkait dengan keteladanan itu, ia terkesima dengan sosok KH Maimoen Zubair. Dalam pandangannya, Mbah Moen, merupakan seorang dai yang yang selalu mendahulukan keteladanan sebelum mengajak orang lain.

 

“Kita semua merasa kehilangan yang mendalam atas wafatnya beliau di tanah suci Mekkah," tutur nya.

 

Bagi Kiai Shiddiq, Mbah Moen laksana matahari yang yang selalu memberikan cahaya di tengah kegelapan. Menjadi kompas bagi siapapun yang ingin mencari kebenaran. Kiai kelahiran 1928 itu meneladankan kebijaksanaan, tidak cinta dunia, jabatan, dan kebaikan lainnya.

 

"Amar ma’ruf tidak mengedepankan retorika belaka, apalagi dengan kekerasan. Kekerasan adalah langkah paling akhir. Terpenting adalah uswatun hasanah. Pengamalannya sesuai dengan proporsi dan tanggungjawab kita masing-masing. Jika tidak mampu melaksanakan, berikan nasehat melalui ucapan yang santun. Masih belum mampu, perlu adanya sambungan doa (bil qalbi). Dakwah itu mengajak dan merangkul, bukan mengejek, apalagi saling caci dan fitnah sesama umat Muslim," urai Kiai Shiddiq.

 

Ia menambahkan, untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar, perlu disesuaikan dengan posisi tiap-tiap individu. Misalnya seorang guru, dengan mengajarkan ilmu dan meneladankan kebaikan-kebaikan kepada muridnya. Sebagai seorang anak ataupun murid, dengan menyangi, berbakti kepada kedua orangtuanya, hingga terus belajar yang tekun.

 

"Merujuk surat al-Imran yang menyebutkan bahwa kita semuanya adalah umat yang terbaik, yang diperintahkan untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar. Karenanya, kita harus bersemangat untuk terus menebar kebaikan dan kemanfaatan kepada yang lainnya sesuai dengan bagian masing-masing. Karena hidup harus banyak memberikan kenangan baik yang bermanfaat kepada siapapun, sebagaimana Mbah Moen teladankan kepada kita," pungkasnya.

 

Editor: Aryudi AR

Kontributor: M. Sholeh Kurniawan