Daerah

Biaya Rapid Test Mahal, RMI Jember Minta Pemkab Tak Berpangku Tangan

Sel, 2 Juni 2020 | 06:00 WIB

Biaya Rapid Test Mahal, RMI Jember Minta Pemkab Tak Berpangku Tangan

Ketua Pengurus Cabang RMI Jember, Jawa Timur, Gus Fuad Achsan. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online
Rencana santri untuk kembali ke pondok tampaknya tidak mulus-mulus amat. Pasalnya, setiap pesantren mengharuskan santri yang kembali ke pondok wajib menyertakan surat keterangan sehat. Ini sesuai dengan protokol santri kembali ke pondok pesantren yang dibuat oleh Kementerian Agama RI. Salah satu syaratnya adalah santri harus menjalani rapid test  sebelum tinggal di pesantren.

“Untuk rapid test itu ‘kan harus bayar. Puskesmas tidak mau buat surat apapun jika santri tidak punya hasil rapid test,” ucap Sekretaris PCNU Jember, Pujiono Abd. Hamid kepada NU Online di kantor PCNU Jember, Selasa (2/5).

Menurutnya, tidak gampang bagi wali santri untuk membayar biaya rapid test yang berkisar antara Rp350.000 hingga Rp500.000 itu. Wali santri, saat ini fokus untuk membiayai kehidupan anaknya di pesantren berikut biaya pendidikannya. Karena itu, jika harus dibebani membayar biaya rapid test, tentu terasa berat bagi wali santri, apalagi selama ini sudah terdampak Covid-19.

“Makanya, Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Jember perlu memfasilitasi itu (rapid test) untuk meringankan beban wali santri,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang RMI Jember, Gus Fuad Achsan mendukung persyaratan rapid test bagi santri sebelum kembali ke pondok. Sebab, terlalu besar risikonya jika misalnya  ada salah satu santri yang ternyata terjangkit Covid-19, berkumpul dengan santri lainnya. Bisa-bisa pesantren  menjadi klaster baru  penyebaran Covid-19.

“Rapid test dan yang lain-lain yang terkait dengan pencegahan penyebaran Covid-19 di pesantren juga perlu diterapkan,” ucapnya.

Menurutnya, semangat santri untuk menatap masa depan, menjalani kenormalan baru sangat besar. Tidak hanya santri, wali santri juga ingin segera anaknya kembali ke pondok. Masalahnya, kata Gus Fuad,  santri sudah cukup lama ‘menganggur’ di rumah tanpa ada kegiatan yang berarti. Sehingga kembali ke pondok sesegera mungkin adalah jalan terbaik untuk mengatasi ‘pengangguran’ itu.

“Semangat kembali ke pondok itu perlu kita hargai, pemerintah juga perlu menghargai,” jelasnya.

Gus Fuad berharap agar Pemkab Jember tidak berpangku tangan dalam menyikapi masa kembalinya santri ke pondok. Sebab, pesantren adalah asset bangsa yang berperan penting dalam mencerdaskan anak-anak bangsa.  Dikatakannya, jika berbicara masalah penanganan Covid-19, maka seharusnya pesantren juga masuk dalam ‘hitungan’  sehingga biaya rapid test santri juga sudah dianggarkan sedemikian rupa.

“Apalagi konon, anggaran penanganan Covid-19 Jember terbesar kedua di Indonesia, yakni Rp475 Miliar,” tukasnya seraya menegaskan, pihaknya sudah melayangkan surat kepada DPRD Jember untuk hearing masalah itu.

Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi