Daerah

‘Bukan Besar-Kecil Jumlah Sedekah, yang Penting adalah Keikhlasan’

Ahad, 8 Desember 2019 | 05:00 WIB

‘Bukan Besar-Kecil Jumlah Sedekah, yang Penting adalah Keikhlasan’

Ketua MWCNU Kecamatan Pringsewu KH Sadikin di Aula Kantor NU Kabupaten Pringsewu, Lampung, Ahad (8/12). (NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Sebagai makhluk ciptaan Sang Khalik, Allah SWT, kita harus menyadari bahwa perjalanan hidup di dunia hanya lah sementara saja. Jangan berfikir kehidupan fana ini tak berakhir karena kita akan kembali kepada yang menciptakan kita.

Semua materi kebendaan yang diusahakan selama di dunia tidak akan dibawa saat kita berpindah ke alam kematian dan akhirat. Sehingga persiapan dan bekal di kehidupan abadi itu harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Lalu hak hakiki apa yang bisa dibawa kita ke alam keabadian?

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa ketika anak adam meninggal dunia menuju alam keabadian maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara yang akan menjadi hak hakikinya yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan orang tua.

Penjelasan ini dipaparkan Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Pringsewu KH Sadikin di depan jamaah Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) yang dilaksanakan di Aula Kantor NU Kabupaten Pringsewu, Lampung, Ahad (8/12).

"Maka bersyukur ketika di keluarga besar NU sering ada sedekahan kenduri, nasi bungkusan, uang shalawatan. Ini menjadi ladang bagi kita untuk menyiapkan bekal jariyah yang akan kita nikmati di alam kubur," jelasnya.
 
Sedekah jariyah juga lanjutnya bukan hanya dalam bentuk materi dan tidak bisa diukur dari besar kecilnya jumlah. Yang terpenting dari sedekah adalah keikhlasan hati semata-mata karena Allah SWT. Yang sedikitpun, jika dilakukan secara istiqamah dan disalurkan dengan cara yang tepat akan membawa kemaslahatan bagi diri dan orang lain.

"Uang seribu rupiah mungkin seperti tak berarti jika tergeletak begitu saja. Kita pun tak ada nyali untuk menyumbang semisal santunan, bantuan sosial dan sebagainya dengan uang tersebut. Namun jika dimasukkan ke kotak koin NU LAZISNU, uang seribu ini mampu memberi manfaat yang luar biasa," ungkapnya memberi contoh.

Kiai Sadikin pun mengutip QS Al-Baqarah ayat 261 yang menegaskan perumpamaan orang yang berinfak di jalan Allah yang artinya: "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Amal kedua yang tak terputus adalah ilmu yang bermanfaat. Ilmu di sini adalah ilmu positif yang didapat melalui cara yang benar, melalui guru yang jelas silsilah keilmuannya, diamalkan serta ditularkan pada orang lain dengan benar. Bukan ilmu yang digunakan untuk hal negatif.

"Sekarang ada fenomena orang baru punya ilmu, hafal satu hadits tapi untuk menghukumi dan menyalahkan banyak amaliah. Maulud, Yasinan, Takziyah 7 hari semua pake satu hadits yakni 'Kullu bidatin dhalalah'. Ini kan fenomena nggak bener dan nggak perlu dianggep," tegasnya.
 
Amal ketiga adalah anak yang shaleh yang mendoakan orang tuanya. Semua orang tua ingin anaknya berbakti pada orang tua termasuk saat orangtuanya sudah kembali pada allah. Jangan sampai terjadi alam kubur kita tidak dihiasi dengan doa-doa dari anak kita.

"Ada kisah nyata di daerah saya yang menunjukkan anak tidak berbakti pada orang tua. Ketika orang tuanya meninggal, rumahnya malah ditutup rapat dan orang tak boleh bertakziyah karena ia berprinsip tidak boleh mendoakan orang yang sudah meninggal. Naudzubillah min dzalik," ujarnya.

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Muchlishon