Daerah

Esensi Kemerdekaan adalah Melawan Kebodohan

Sel, 29 Agustus 2023 | 08:00 WIB

Esensi Kemerdekaan adalah Melawan Kebodohan

Syuhada KH Abdullah Sajjad yang digelar oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur Ahad (27/8/2023) (Foto: LTTNU Sumenep)

Sumenep, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Al-Furqan Sabajarin Sumenep, Jawa Timur, Kiai M Faizi mengatakan bahwa para syuhada rela mengorbankan nyawa dan harta demi kemerdekaan Indonesia. Pascakemerdekaan ada tugas yang lebih berat, yakni mengusir kebodohan.


"Marilah bersama-sama berkhidmah, berbakti, mengisi negeri ini lebih baik dengan nilai-nilai kepesantrenan, kepemudaan. Pada dasarnya tugas generasi penerus bangsa adalah pejuang mengusir kebodohan," ujarnya di acara Haul Syuhada KH Abdullah Sajjad yang digelar oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur.


Dirinya mengajak kepada jamaah untuk bersyukur. Karena haul yang dipusatkan di lapangan Kemisan Guluk-Guluk adalah saksi sejarah gugurnya KH Abdullah Sajjad di tangan penjajah.


Menurutnya, jamaah yang hadir mengesankan bahwa begitu besar khidmatnya kepada NU dan pesantren. Jamaah yang jumlahnya ratusan orang, berbondong-bondong datang ke tempat ini untuk mendoakan para syuhada. 


"Kini bangsa telah menikmati kemerdekaan dengan berkarya, bekerja, berbuat, dan berjuang. Namun esensi kemerdekaan adalah mengusir kebodohan," tuturnya dalam acara yang berlangsung Ahad (27/8/2023).


Ia mengatakan kagum, seakan-akan berada di Glora Bung Karno. Ternyata di lapangan Kemisan Guluk-Guluk yang acaranya dikemas begitu besar, megah dan penuh wibawa.

 

"Mewakili dzurriyah, keluarga besar Pesantren Annuqayah, bapak camat, kepala desa, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) dan badan otonom lainnya. Tidak ada kata yang pantas kecuali ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat," ucapnya.


KH Abdullah Sajjad
Sang syahid, KH Abdullah Sajjad adalah putra dari mendiang pendiri pesantren Annuqayah, yakni KH Muhammad Asy-Syarqawi. Dalam catatan keluarga Bani Syarqawi, beliau wafat pada 20 Muharram 1367 H/ 3 Desember 1947 M (hari Selasa waktu Isya) di lapangan Kemisan.

 

Abdullah Alawi dalam tulisan Sang Syahid KH Abdullah Sajjad dari Pesantren Annuqayah Guluk-guluk mengungkapkan Kiai Sajjad yang diamanahi sebagai pimpinan Laskar Santri dan Sabilillah, menjadi incaran tentara loreng Belanda. Penjajah mengetahui bahwa dalang dan aktor yang menggerakkan rakyat adalah beliau.


Dirinya yang menjabat sebagai kepala desa dan pimpinan pesantren, tak rela saat penjajah berhasil lewat jalur utara (jalur Pakong Pamekasan). Kendati menggunakam kekuatan seadanya, seperti senjata lucutan Jepang, celurit, doa hizib dan lainnya, pasukan Kiai Sajjad mampu memberikan perlawanan yang sengit pada penjajah.

 

Ketidamseimbangan senjata, pasukan laskar berhasil dipukul mundur oleh penjajah. Kiai Sajjad mengungsi ke Karduluk Pragaan. Untuk menangkap beliau, penjajah menggunakam politik siasat damai sebagaimana dilakukan pada Pengeran Diponegoro.


Seorang kurir (pribumi yang berkhianat) mengantarkan surat usai mengendus keberadaan Kiai Sajjad. Isi suratnya menyatakan bahwa Annuqayah dalam keadaan aman dan Belanda menarik diri ke Pamekasan.


Ketika sampai ke Annuqayah Latee, Annuqayah dikepung oleh pasukang loreng yang bersenjata laras panjang. Malam itu tegang, masyarakat mulai memberontak, namun ditahan oleh Kiai Sajjad. Kendati warga curiga, sang syahid rela dibawa ke markasnya di Kemisan tanpa kawalan warga. Di sanalah ia dirayu agar tunduk dan tetap dijadikan kepala desa. Namun beliau bersikukuh menolak rayuan Belanda, karena Bung Karno telah memproklamirlan kemerdekaan pada tahun 1945.


Rayuan yang tidak mempan itu, Belanda memfonis eksekusi mati. Sebelum dieksekusi, beliau mengajukan 2 syarat, yaitu setelah dieksekusi Belanda angkat kaki dari Guluk-Guluk dan diberi kesempatan melaksanakan shalat sebelum dieksekusi.


Saking khusuknya shalat dan sampai beberapa salam. Serdadu Belanda geram, karena shalatnya lama. Merasa dipermainkan, akhirnya senapan ditembakkan ke Kiai Sajjad saat shalat. Dor dor dor, 3 butir timah panas yang terdengar di keheningan malam, membuat tubuh sang syahid tersungkur dalam posisi sujud.