Daerah

Fatayat NU Bogor Soroti Kawin Kontrak di Puncak yang Tak Kunjung Usai

Sen, 21 Juni 2021 | 10:00 WIB

Fatayat NU Bogor Soroti Kawin Kontrak di Puncak yang Tak Kunjung Usai

Suasana pemukiman warga dan bangunan vila di kawasan Puncak, Bogor. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online

Ketua Forum Daiyah Fatayat NU (Fordaf) Kabupaten Bogor, Hj Lilis Fauziah Balqis, mengungkap praktik Nikah Mut’ah (kawin kontrak) yang terjadi di puncak Bogor selain merusak norma agama juga  dinilai merendahkan martabat perempuan dan mengesampingkan Hak Asasi Manusia.


Pasalnya bukan hanya menelantarkan korban melalui perceraian tapi juga nikah mut’ah kerap menelan korban jiwa.


“Posisi perempuan di sini tidak memiliki hak hukum kejadian kekerasan sering terjadi. Dan pada tahun 2017 lalu ada yang sampai meninggal dunia karena KDRT,” kata Balqis melalui pesan singkat kepada NU Online, Senin (21/6).


Nikah Mut’ah/kawin siri kerap menjadi bahan perbincangan di masyarakat lengkap dengan pro dan kontra permasalahannya.


Menurut Balqis, hal demikian karena sebagian masyarakat setempat menganggap praktik tersebut sebagai mata pencaharian mereka. Sehingga tak jarang teguran dari aparatur pemerintah daerah diabaikan.


“Saya rasa kawin kontrak ini nasib-nasiban ya. Pelarangan ada tapi karena oleh warga di sini dijadikan mata pencaharian jadi tetap berjalan,” tuturnya.


“Pada 2015 Camat yang menegurnya malah jadi korban kekerasan oleh warga di sana,” sambungnya.


Menurut Pengurus Fatayat NU Kabupaten Bogor ini, alasan perekonomian adalah hal utama yang mempengaruhi praktik nikah mut’ah sampai sekarang masih ada di wilayah puncak Bogor. 


Sebab uang yang dihasilkan dari praktik kawin kontrak terbilang cukup lumayan. Kondisi itulah yang membuat para perempuan bahkan anak-anak usia sekolah pun banyak yang tergiur oleh iming-iming bayaran para pelaku.


“Maharnya dari 5-10 jutaan per satu kamar. Pelakunya juga beragam dari yang sudah bekerja sampai anak-anak yang rela berhenti sekolah karena tergiur dapat uang banyak,” ujar Balqis.


Kata Balqis sudah seharusnya pemerintah mengedukasi dan memberi peringatan tegas kepada para pelaku. Karena bukan hanya merugikan, kasus seperti ini juga meresahkan dapat menyebarluas ke daerah-daerah lain yang dekat dengan lokasi.


“Nikah Mut’ah ini sangat merusak citra orang Cisarua, dan saya tidak setuju. Jadi pemerintah seharusnya dapat lebih memperhatikan,” tutupnya.


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad