Daerah

Ini Keberuntungan Memiliki Orang Tua Alim

Sel, 24 September 2019 | 12:30 WIB

Ini Keberuntungan Memiliki Orang Tua Alim

KH Ahmad Haris Shodaqoh pada acara haul pendiri Pondok Bugen atau Pondok Pesantren Al-Itqoon, Tlogosari Wetan Bugen, Pedurungan, Kota Semarang. (Foto: NU Online/A Rifqi H)

Semarang, NU Online 
Kehidupan ini tak dapat terelakkan dari takdir Allah yang menentukan siapa kita dan orang tua kita. Bisa saja semua orang berharap memiliki orang tua seorang kiai, ulama atau orang yang alim dalam hal agama. Pengasuh utama Pondok Pesantren Al-Itqoon Tlogosari Wetan Bugen, Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah KH Ahmad Haris Shodaqoh menjelaskan keberuntungan memiliki orang tua yang alim.
 
"Kita ini beruntung memiliki orang tua yang alim," kata Kiai Haris dalam mauidlah hasanah haul pendiri Pondok Bugen (istilah sebelum diberi nama Pesantren Al-Itqoon oleh Kiai Haris), KH Abdul Rosyid. Senin (23/9) malam. Karena nanti pada waktunya kita akan dikumpulkan dengan orang tua kita, sambungnya.
 
Kiai Haris menjelaskan makna orang tua yang dimaksud, yakni orang tua ruh atau sanad keilmuan. Secara biologis bisa saja tidak memiliki nasab dengan orang alim, akan tetapi bisa jadi secara ideologis memiliki orang tua orang alim. 
 
"Ada juga yang hanya memiliki orang tua orang alim akan tetapi hanya secara biologis. Sedangkan orang lain yang tidak memiliki hubungan nasab tetapi justru mampu berperilaku dan memiliki ilmunya orang alim," tuturnya.
 
Dijelaskan lebih lanjut menurut pemahamannya, ternyata jika di suatu keluarga ada satu orang yang shalih, bisa mengangkat derajat keluarga di akhirat. Entah itu kakek, bapak, anak, maupun cucu. 
 
"Karena itu jangan mengeluh ketika memiliki orang tua yang tidak shalih. Rajinlah biar menjadi shalih dan alim supaya bisa menolong orang tuamu," pesannya.
 
Sebelumnya, salah satu pengasuh, KH Ubaidillah Shodaqoh dalam mauidlahnya menjelaskan tentang semua hari harus dipandang baik. Kiai Abdul Rosyid meninggal pada hari Selasa. Para aulia memang banyak yang dipanggil oleh Allah di hari Selasa.
Ada juga orang alim yang meninggal di hari Senin. Sama seperti hari lahir dan meninggalnya Nabi Muhammad SAW. 
 
"Tidak benar jika yang meninggalnya hari Sabtu tidak baik, " tuturnya.
 
Menegaskan hal tersebut, Kiai Ubaid menjelaskan beberapa aulia yang meninggal pada hari tersebut. Selain itu, Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah ini juga menerangkan keistimewaan para wali yang telah mengetahui ajalnya, sehingga malaikat maut datang dengan cara yang baik (meminta izin) untuk menjemput. 
 
Hal tersebut terkadang ditandai dengan adanya isyarat-isyarat tertentu seperti terkabulnya keinginan meninggal di hari atau tempat tertentu, atau bahkan yang lebih jelas dari itu.
 
Meski demikian, terangnya, ada juga orang alim yang terlebih dahulu menderita sakit sebelum meninggal dunia, bahkan ada yang sakitnya lama. Kesemuanya itu belum tentu atau bahkan tidak mengurangi kearifan orang alim tersebut. 
 
"Ada berbagai cara Allah mengambil para aulia," ucapnya.
 
Untuk diketahui, dalam menyampaikan pesan peringatan haul tersebut, Kiai Haris maupun Kiai Ubed menuturkan dalam Bahasa Jawa bercampur dengan Bahasa Indonesia. Hal ini sebagaimana biasanya dalam pengajian Ahad Pagi. Berdasarkan pantauan di lokasi, ribuan jamaah dan santri nampak memenuhi Masjid Jami' Baitul Lathif sampai beberapa ruas jalan. 
 
Nampak pula beberapa santri dan tenaga keamanan sukarela yang mengatur lokasi parkir dan mengalihkan jalur karena jalan utama menuju pesantren harus ditutup lantaran padatnya jamaah. Kondisi tersebut sama halnya dalam pengajian rutin Ahad Pagi yang masih rutin digelar para pengasuh Pesantren Al-Itqoon. 
 
 
Pewarta: A Rifqi H
Editor: Ibnu Nawawi