Daerah

Kaum Santri Pantang Membiarkan Negara Ini ‘Menderita’

Kam, 24 Oktober 2019 | 22:00 WIB

Kaum Santri Pantang Membiarkan Negara Ini ‘Menderita’

Para pengurus MWCNU, Muspika Ledokombo, dan sejumlah tokoh masyarakat berfota bersama usai pelaksanaan Upacara Peringatan Hari Santri 2019. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online

Walaupun tanggal Hari Santri 2019 telah berlalu, namun semangat para santri dan masyarakat di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, masih menggelora untuk merayakan peringatan hari spesial bagi kaum santri tersebut. Terbukti penyelenggaraan Upacara Peringatan Hari Santri 2019 yang digelar oleh pengurus MWCNU Ledokombo, Kamis (24/10) cukup meriah. Tak kurang dari enam ribu santri memadati acara yang dihelat di lapangan Kecamatan Ledokombo tersebut. Mereka berasal dari berbagai pondok pesantren, madrasah, dan TPQ se-Ledokombo. Selain itu, pimpinan Muspika Ledokombo, para tokoh NU dan Muhammadiyah, juga hadir untuk memeriahkan upacara tersebut.

 

Ketua MWCNU Ledokombo, Lora Miftahul Arifin Hasan yang didaulat menjadi pembina upacara membacakan amanat Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj secara lengkap. Setelah itu, Ra Mif, sapaan akrabnya, menyinggung peran santri yang cukup besar dalam membangun bangsa. Karena itu, ia berharap agar kontribusi santri dan umat Islam itu dihargai dan dijaga, salah satu wujudnya adalah mengisi kemerdekaan.

 

“Dengan cara apa? Belajar dan terus belajar sebagai bekal kelak,” terangnya.

 

Ra Mif juga memompa semangat kaum santri agar pantang menyerah untuk meraih cita-cita bersama memajukan bangsa dan negara. Sangat keliru jika santri membiarkan bangsa ini ‘menderita’ tidak mencapai kemajuan apapun, karena NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah ‘peninggalan’ santri dan para kiai.

 

“Negara ini merdeka juga berkat andil dari perjuangan para kiai dan santri, sehingga perlu kita tanamkan kecintaan di hati kepada negeri ini serta mengedepankan budi pekerti yang luhur,” ungkapnya.

 

Di bagian lain, Ra Mif juga sepakat mendukung pemerintah untuk menolak segala bentuk perilaku anarkis, radikal, dan teror. Sebab dengan alasan apapun perilaku semacam itu tidak dibenarkan dalam Islam dan agama lainnya. Semua agama justru mengajarkan kelembutan, kasih sayang, dan sebagainya.

 

"Karena membela agama dengan cara yang salah itu lebih bahaya dari para pencaci agama,” ungkap cucu pengarang shalawat Nahdliyah ini.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi