Daerah

Kemandirian Hendaknya Tetap Dijaga Saat UU Pesantren Diberlakukan

Sel, 5 November 2019 | 15:45 WIB

Kemandirian Hendaknya Tetap Dijaga Saat UU Pesantren Diberlakukan

Halaqah kebangsaan dengan tema Sosialisasi dan Bedah UU Pesantren di aula Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, Lamongan. (Foto: NU Online/M Nur Huda)

Lamongan, NU Online
Ikatan Keluarga Besar Alumni Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah (Ikbal Tabah) Kranji, Paciran, Lamongan, Jawa Timur dalam rangka haul ke-71 KH Musthofa dan masyayikh mengadakan halaqah kebangsaan. Tema yang dibahas adalah Sosialisasi dan Bedah UU Pesantren di aula Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, Senin (4/11).
 
Ketua Umum Ikbal Tabah, Moh Nur Huda mengatakan kegiatan tersebut bertujuan untuk menyosialisasikan UU No. 18 Tahun 2019 tentang pesantren yang pada bulan September lalu disahkan oleh DPR RI. Sosialisasi tersebut diikuti oleh perwakilan pimpinan pondok pesantren yang ada Lamongan dan Gresik serta alumni Tarbiyatut Tholabah.
 
Adapun narasumber yang hadir dalam kegiatan ini adalah H Aceng Abdul Aziz, Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Mahad Aly Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Islam Kementerian Agama RI.
 
"Pondok-pondok pesantren yang ada, sudah dikenal dengan kemandiriannya. Sehingga, adanya UU Pesantren seharusnya tidak menjadikan ketergantungan kepada negara,” katanya di hadapan undangan. 
 
Dalam pandangannya, hadirnya negara lewat UU ini adalah sebagai guide lines bagi pengelolaan pesantren. 
 
“Diharapkan undang-undang ini menjadi instrumen optimalisasi untuk mencapai pesantren yang maju dan lebih baik,” jelasnya.

Hj Umi Zahrok selaku anggota DPRD Jatim yang turut menjadi narasumber mengemukakan bahwa banyak tokoh bangsa ini yang lahir dari pendidikan pesantren. Karena itu, pesantren sebagai salah satu model pendidikan terbaik di negara ini, perlu mendapatkan perhatian serius oleh negara. 
 
“Terbitnya UU Pesantren adalah salah satu bukti hadirnya negara. Ketika payung hukumnya sudah jelas, maka alokasi anggaran untuk pesantren pun jelas," katanya.

KH Salim Azhar AR selaku Pengasuh Pesantren Roudlotut Thullab Lamongan menjelaskan santri ada minat dan bakatnya sendiri. Tidak semua santri harus dicetak mirip dengan kiainya. 
 
“Karena itu, seorang kiai harus memahami minat dan bakat santrinya masing-masing. Ada yang bakat jadi politikus, maka lahirlah santri yang jadi anggota DPR. Ada yang bakat jadi pemimpin, lahirlah santri yang jadi presiden atau wakil presiden. Ada yang bakat berdagang, maka lahirlah santri yang jadi miliarder dari bakat dagang itu,” urai kiai yang juga Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lamongan tersebut. 
 
Sedangkan H Sholahuddin selaku Sekpri Wapres RI dan alumni Tabah memaparkan bahwa UU Pesantren ini mestinya bisa memicu pemerintah daerah untuk menerbitkan perda terkait. Misalnya soal kesejahteraan guru ngaji dan guru madin. 
 
Untuk memacu kemandirian, pesantren perlu memetakan potensinya masing-masing. Baik lewat koperasi atau lewat usaha di bidang pertanian dan peternakan. Karyawan dan pegawainya, bisa mengoptimalkan santri pasca sekolah (senior) yang biasanya masih ikut mondok. Selain bisa membantu pesantren dari segi ekonomi, juga mendidik santri agar siap berusaha setelah keluar dari pondok nanti. 
 
"Supaya maksimal, perlu ada pendampingan yang instens kepada pesantren dari dinas terkait. Misalnya, dinas pertanian, dinas peternakan, atau koperasi dan UMKM. Ini selaras dengan Program Gubernur Jawa Timur yang mencanangkan OPOP atau One Pesantren One Product,” kata Bendahara PCNU Lamongan ini.
 
Halaqah dimoderatori H Abdullah Zawawi selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Qur'an An-Nur Banyubang Lamongan.
 
 
Kontributor: M Nur Huda
Editor: Ibnu Nawawi