Daerah

Ketua FKUB Jateng: Agama Harus Jadi Perekat, Bukan Penyekat

Jum, 3 Januari 2020 | 23:30 WIB

Semarang , NU Online
Pergantian tahun dan perayaan Natal di Jawa Tengah berlangsung dengan damai. Hal ini tidak lepas dari upaya dari berbagai pihak dalam menjaga kondusifitas di tengah masyarakat. Sebagaimana dikatakan Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo belum lama ini bahwa suasana mendukung tersebut tidak lepas dari sinergitas yang apik antara ulama dengan umara.
 
Menurut Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, KH Taslim Sahlan bahwa kehidupan keberagamaan di Jawa Tengah menunjukkan tren positif.
 
"Hal tersebut berdasarkan hasil survei Balitbang Kementerian Agama RI tahun 2019," kata Taslim saat dimintai keterangan di sela aktifivasnya di Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas), Sampangan, Gajah Mungkur, Kota Semarang, Jumat (3/1).
 
"Indeks kerukunan umat beragama di Jawa Tengah berada pada posisi rangking 15. Ini berarti  kondisi kerukunan umat beragama di Jawa Tengah pada kondisi baik. Atau di atas rata-rata," ungkapnya.
 
Dosen di Fakultas Agama Islam Unwahas ini melanjutkan, dalam upaya penguatan kerukunan umat beragama di Jawa Tengah, terdapat beberapa langkah kongkrit yang dilakukan oleh FKUB. 
 
"Ada 4 langkah yang kami lakukan, yakni penguatan kedewasaan atau moderasi beragama, kedua, penguatan dialog antar dan intern umat beragama, penguatan soliditas antarumat beragama dan keempat yakni penguatan integritas tokoh agama," bebernya. Upaya-upaya itulah yang menjadi faktor penting terwujudnya kerukunan umat beragama di Jawa Tengah, lanjutnya.
 
Selain itu, di berbagai kesempatan dirinya juga selalu berpesan tentang peran agama sebagai pemersatu.
 
"Agama harus menjadi pereket, bukan penyekat. Agama harus menjadi pemersatu, bukan saling berseteru," tuturnya.
 
Kata KH Taslim, setiap bertemu kawan kawan pendeta, romo, bhikku, winse, dan lain-lain, terus saling menguatkan.
 
"Membangun komitmen kebersamaan dalam keperbedaan menjadi kata kunci dalam membangun toleransi, kesetaraan, saling menghargai, saling menghormati ajaran masing-masing agama," ungkapnya.
 
Terpisah, Romo Aloys Budhi Pr mengatakan hal senada. Menurutnya, hal ini terjadi dari tingkat akar rumput hingga para tokoh yang lebih mengutamakan keberagaman demi kerukunan dan persaudaraan sejati.
 
"Berbagai komunitas keberagaman tumbuh dan berkembang di Jateng," ucapnya.
 
Menurutnya, FKUB Provinsi Jateng terus menginisiasi dan mendeseminasi kedewasaan beragama dalam keberagaman. Relasi personal antarpemimpin yang rukun dan damai mestinya menjadi contoh teladan.
 
Selain itu, keberagaman dan kerukunan di Jawa Tengah bahkan ditandai dengan gerakan bersama menjaga keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan hidup. Ini tampak dalam beberapa kasus misalnya di Kendeng, Gedongsongo dan Tambakrejo Semarang.
 
"Itulah yang saya sebut eco-interreligious praksis. Ada kesadaran bagus dan praksis ekoteologis interreligius, yakni penghayatan iman, harapan dan kasih demi keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan, apa pun agama dan kepercayaannya," jelasnya.
 
Romo Budhi menuturkan kiat-kiat menjaga harmoni bermula dari pikiran yang bersih dari buruk sangka.
 
"Buang jauh setiap pasangka buruk terhadap sesama. Berani melek agama lain sehingga kita tidak salah paham satu sama lain," pesannya.
 
Dirinya melanjutkan, wujudkan harmoni dalam karya, kesenian dan kebudayaan. Duduk bersama bila ada perbedaan dan tidak memaksakan kehendak yang melanggar kebebasan.
 
"Saling berkunjung dan bersilaturahimi atau srawung," pungkasnya. 
 
 
Kontributor: A Rifqi H
Editor: Ibnu Nawawi
Â