Daerah

Kita Harus Bangga Jadi Orang NU

NU Online  ·  Selasa, 4 Desember 2018 | 03:45 WIB

Kita Harus Bangga Jadi Orang NU

Rais MWCNU Jatisampurna, Kota Bekasi, Jabar

Bekasi, NU Online
Rais Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat, KH Mulyadi Effendi menjelaskan berbagai alasan yang mengharuskan seorang santri bangga menjadi bagian dari NU.

Hal itu disampaikannya dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Istighotsah Kubro di Masjid Nurul Islam, Komplek Islamic Centre KH Noer Ali Bekasi, Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, pada Ahad (2/12).

"Hari ini kita harus menjadikan Kota Bekasi sebagai wilayah Ahlussunnah wal Jama'ah, karena memang dari zaman dulu NU di Kota Bekasi Islamnya adalah Islam rahmatan lil alamin," katanya.

Islam NU di Bekasi, lanjut Kiai Mulyadi, tidak kaku. Salah satu buktinya adalah bahwa NU yang membolehkan umat Islam menjadikan shalawat untuk dilagukan. Menurutnya, saat ini muncul banyak orang yang menggali ilmu agama melalui internet. 

"Kalau nanya sama google bolehkah shalawatan pakai lagu? Jawabannya haram. Tapi kalau ulama NU, tidak. Kita bershalawat, Allah yang suruh," jelasnya.

Ia kemudian membacakan surat Al-Ahzab ayat 56 'Innallaha wa malaikatahu yusholluna 'alannabi. Ya ayyuhalladzina aamanuu shallu 'alaihi wa sallimutaslima' Kiai Mulyadi membacakan dengan tartil. Ayat tersebut adalah sebuah pernyataan Allah. Perintahnya ada pada kalimat shallu dan kalimat sallimu. "Jadi shalawatan kepada nabi itu yang menyuruh adalah Allah, dan hanya NU yang shalawatan pakai lagu," katanya.

Pengasuh Pesantren Al-Qur'an Fathimiyah Jatisampurna, Bekasi yang pernah belajar di salah satu perguruan tinggi di Saudi Arabia menyebut bahwa di Arab dan kelompok yang di luar NU tidak suka shalawatan dengan menggunakan lagu.

"Bagi mereka, shalawatan tidak boleh pakai lagu. Cukup, Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad. Pakai sayyidina juga dibilang haram. Kalau orang NU, shalawatannya beragam," jelasnya.

Kiai Mulyadi menjelaskan bahwa di NU ada shalawat yang namanya asyghil, bagi kelompok di luar NU, salawat ini haram.

"Padahal, shalawat asyghil dari sejak saya kecil di radio-radio ternama di sekitaran Jakarta seringkali diputar," jelasnya kemudian bersama-sama dengan hadirin menyenandungkan salawat asyghil.

Menurutnya, aneh jika shalawat asyghil yang disenandungkan bersama-sama itu diharamkan. Kalau pun ada orang yang membaca shalawat salah, maka yang dibetulkan yang salah saja.

"Saya akui, orang NU saking semangatnya shalawatan, lafadznya tidak diperiksa," katanya. Ia lantas membacakan kesalahan-kesalahan bacaan salawat yang kerap ada di masyarakat. Kembali, disambut gemuruh tawa.

Namun, NU tidak pernah mempermasalahkan kesalahan itu. Akan tetapi diberi pembenaran dengan cara santun.

"Makanya ada kelompok yang gara-gara penyebutan Al-Fatekah saja ribut. Padahal kalau orang Betawi menyebut adzan, mereka bilang ajan. Kalau orang Sunda bilang adzan, jadi adan. Orang NU mah biasa saja," katanya.

Orang NU, bagi Kiai Mulyadi, sudah biasa dengan hal-hal itu. Maka dibenarkan kesalahan-kesalahan yang seringkali terjadi dengan menggunakan cara-cara yang santun. Tidak serta merta menyalahkan yang dapat memancing keributan.

"Jadi, di sini kita sedang meneguhkan bahwa NU adalah rahmatan lil 'alamin, yang menghargai tradisi dan budaya. Ketika budaya yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah maka Nahdliyin menerimanya," tegas Kiai Mulyadi. (Aru Elgete/Muiz)