Daerah

Lesbumi Jakut Kritisi Perfilman Indonesia yang Jauh dari Amanat UU

Sel, 25 Januari 2022 | 08:00 WIB

Lesbumi Jakut Kritisi Perfilman Indonesia yang Jauh dari Amanat UU

Ngaji literasi dan budaya, Sabtu (22/1/2022) diadakan Lesbumi Jakarta di Rumah Susun Sindang Koja, Jakarta Utara. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) Cabang Kota Jakarta Utara mengkritisi Undang-Undang Perfilman yang dinilai sudah ditinggalkan dari prinsip dasar amanat konstitusi. 

 

Sekertaris Lesbumi Jakarta Utara, Tunggul Saka Adiddya (Adit) mengatakan UU Nomor 33 Tahun 2009 pada pasal 3 disebutkan dengan jelas bahwa Perfilman bertujuan terbinanya akhlak mulia. "Namun, berkembangnya film berbasis budaya bangsa yang hidup dan berkelanjutan, saat ini sulit ditemukan dan kalah dengan film yang sama sekali tanpa adanya unsur Pendidikan," kata Adit, Senin (24/1/2022) dalam rilis yang diterima NU Online.

  
Hal tersebut, menurut Adit senada dengan yang disampaikan oleh Akhlis Suryapati selaku Ketua Sinematik Indonesia saat diskusi dan tanya jawab dalam kegiatan ngaji literasi dan budaya, Sabtu (22/1/2022) di Rumah Susun Sindang Koja, Jakarta Utara.

 

"Bahwa tujuan penyelenggaraan film dalam amanat konstitusi sudah jelas dalam pembentukannya sebagai akhlak mulia dan sampai saat ini apa yang diselenggarakan masih jauh dari tujuan sebagaimana yang diharapkan tujuan perfilman itu sendiri," kata Akhlis.

 

Narsumber lainnya Moch Dimyati dan Abie Maharullah Madugiri selaku sebagai pengamat sosial kebangsaan dan cendikiawan muda Jakarta Utara menyatakan bahwa perkembangan film kekinian hanya terjebak pada kebutuhan industri dan mengalami menyempitkan makna. Muatan tuntunan sebagai usaha menjalankan spirit amal makruf nahi mungkar guna membentuk nasionalisme dan peradaban semakin berkurang.

 

Disinggung pula bahwa industri perfilman Indonesia sampai saat ini masih dikuasai asing. Terbukti bahwa banyaknya saham kepemilikan gedung film banyak dimiliki oleh orang luar, termasuk tayangan film yang diputar di bioskop-bioskop penontonnya hampir 85 persen lebih memilih film-film Holywood dan film asing lainnya. "Itu artinya uang yanng diperoleh dari hasil tiket dominan masuk keluar dari pada bangsanya sendiri," kata Dimyati.


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan