Daerah

Melihat Lebih Dekat Jamasan Pusaka, Tradisi Masyarakat Sumenep di Bulan Suro

Jum, 28 Juli 2023 | 08:00 WIB

Melihat Lebih Dekat Jamasan Pusaka, Tradisi Masyarakat Sumenep di Bulan Suro

Tradisi jamasan di Sumenep. Biasanya dilakukan pada bulan Suro. (Foto: sumenepkab.go.id)

Sumenep, NU Online 
Ragam acara di tahun baru Islam 1445 H yang dihelat oleh Nahdliyin sangat meriah. Begitu juga dengan berbagai tradisi yang kerap dilakukan masyarakat Indonesia turut menghiasi bulan Muharram ini. Seperti halnya masyarakat Sumenep, Jawa Timur dengan tradisi jamasan pusakanya. Tradisi mencuci dan membersihkan aneka pusaka ini dilakukan pada bulan Suro (Asyura).


Kolektor keris Sumenep, Fahmi Tauhedy menjelaskan, tradisi jamasan dilakukan sebagai wujud penghormatan atau menghargai karya sang empu (pembuat keris). Sejak dulu hingga sekarang, ritual mencuci benda pusaka ini dilakukan saat memasuki tahun baru Jawa.


"Mencuci pusaka tidak hanya dilakukan pada satu Suro, tapi di bulan Suro atau awal bulan hijriah. Para pemilik keris melakukannya dengan harapan tahun baru akan mendatangkan kedamaian, keamanan, tentunya lebih baik dari tahun kemarin," ujarnya kepada NU Online, Kamis (27/7/2023).


Proses ritual jamasan 

Ritual jamasan di Sumenep, lumrah dilakukan pada pagi hari, sekitar pukul 09.00 atau 10.00 WIB. Pusaka yang disucikan antara lain, keris, tombak, pedang, dan golok.


Fahmi mengutarakan, salah satu tradisi di Jawa adalah sebelum jamasan ‎terlebih dahulu melakukan tirakat dan Tapa Brata Sesirih. Sedangkan di Sumenep, tidak menggunakan ritual tersebut.


"Cara memandikannya dengan air kembang setaman dicampur dengan jeruk nipis. Kemudian dibilas dari ujung bilah menggunakan kembang tujuh rupa sembari membaca surat Al-Fatihah sebanyak 7 kali," terangnya.


Kembang tujuh rupa itu terdiri dari bunga melati, bunga cempaka putih (kantil), bunga mawar merah, bunga mawar putih, bunga sedap malam, bunga Kenanga, dan kembang melati gambir.


Di acara puncak, lanjutnya, pusaka dibersihkan dengan cairan jeruk nipis agar minyak dan kotoran-kotoran yang menempel pada pusaka selama satu tahun lalu dapat larut. Setelah itu pusaka disiram dengan air hingga bersih. 


"Saat pusaka telah kering, maka permukaan pusaka diberi warangan dengan cara dioleskan berkali-kali. Warangan yang terbuat dari arsenik bertujuan untuk melindungi pusaka dari karat," tuturnya.


Dilanjutkan, sebagai sentuhan terakhir, pusaka diolesi minyak kelapa yang dicampur dengan minyak cendana.


"Jangan katakan jamasan sesat, karena maknanya dalam. Selain membersihkan pusaka, pemilik keris dituntut membersihkan diri. Maksudnya, diminta introspeksi diri atau mengingat sebuah pekerjaan yang dilakukan di tahun sebelumnya dan berpikir jernih tentang apa yang dilakukan di tahun mendatang," tandasnya.