Daerah

Pesantren Miftahul Khairat Sungai Raya Gelar Pelatihan Peruqyah Aswaja

Ahad, 1 September 2019 | 01:00 WIB

Pesantren Miftahul Khairat Sungai Raya Gelar Pelatihan Peruqyah Aswaja

Suasana pelatihan ruqyah di Pondok Pesantren Miftahul Khairat, Sungai Ambangah, Sungai Raya, Kubu Raya. (Foto: NU Online/Ulil Abshor)

Sungai Raya, NU Online
Tim Khatulistiwa Kalimantan Barat bekerja sama dengan Jam'iyah Ruqyah Aswaja (JRA), menggelar pelatihan ruqiyah Aswaja yang dipelopori KH Syarmawi selaku tuan rumah bersama KH Abdul Azizi dan Gus Hadi Almubarok. 
 
Kegiatan dipusatkan di mushala Pondok Pesantren Miftahul Khairat, Desa Sungai Ambangah, Sungai Raya, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Sabtu (31/8).
 
Acara tersebut dimulai sejak pagi hingga malam usai Isya. Diawali dengan registrasi peserta, pembukaan dan ditutup doa. Dan setelah itu dilanjutkan dengan materi pelatihan praktisi ruqiyah Aswaja dengan syarat tertentu. 
 
Gus Allama A'laudin Sidiqi selaku pendiri dan Ketua Dewan Pembina Jam'iyah Ruqyah Aswaja Pusat membuka kegiatan ini.
 
Pada pelatihan kali ini diikuti puluhan peserta dengan satu perempuan. Mereka merupakan kalangan kiai, ustadz, tokoh dan pemuda serta Barisan Ansor Serbaguna atau Banser.
 
Gus Ama, sapaan akrab Allama A'laudin Sidiqi menyampaikan teori. Setelah itu peserta diajak mempraktikkan materi yang sudah disampaikan. 
 
Menurutnya, JRA hadir dengan membawa misi dakwah dengan lebih banyak praktik. Disampaikan pula pengertian ruqiyah secara bahasa adalah sebuah mantra, jampe-jampe, dan sempur. 
 
“Karena ruqiyah merupakan bagian dari sebuah pengobatan yang tertua di dunia,” katanya.
 
Mantra atau jimat serta pelet sudah ada sejak zaman jahiliyah. Namun secara teknis memakai bacaan Latta Uzza oleh orang orang kafir Quraisy. “Sebab itu tidak berlandaskan atas dasar Al-Qur’an,” tegasnya.
 
Dalam pandangannya, menjadi peruqyah prinsip pada dasarnya harus kuat. Karenanya tidak boleh mudah goyah dengan sejumlah pen garug dari luar. 
 
"Orang yang meruqyah dan yang diruqyah akan dihisab kelak di hari kiamat,” ungkapnya. Bahkan meruqyah non-muslim juga diperbolehkan dalam anjuran Rasulullah SAW, lanjutnya.
 
Ruqyah itu sendiri terbagi atas hak dan batil. “Semua orang bisa meruqyah asal Muslim terutama kalangan nahdliyin,” katanya. 
 
Pada umunya ruqiyah adalah doa kesembuhan. Dimana yang menyembuhkan adalah Allah SWT. Dan Modal untuk meruqyah itu hanyalah cukup berbekal kantong plastik.
Adapun dari keuntungannya dapat menjadi seorang spesialis sebagai dokter pribadi, umum, keluarga, hewan, dan sesama manusia. 
 
Dalam penjelasannya, perlu ditanamkan dalam benak peruqyah bahwa harus benar-benar yakin, iman dan percaya kepada Allah. 
 
“Sama halnya kisah Said Al-Qodri yang menerapkan dengan metode Al-Qur’an adalah obat pertama dan utama sebagai anjuran Allah dan berpahala. Niatkan sebagai ladang dakwah dalam perjalanan ruqyah dapat imbalan atau tidak,” jelasnya. 
 
Dirinya mengemukakan bahwa soal penyembuhan dapat dianalogi orang mengikuti akal sehat dikala pergi berobat ke rumah sakit. Bahwa sembuh maupun tidak sembuh tetap bayar, dan belum tentu keimanannya bertaqmbah. 
 
“Beda dengan metode praktisi ruqyah sembuh maupun tidak sembuh maka akan berpahala,” tegasnya.
 
Kunci terakhir syarat pokok bagi peruqyah ialah harus berani. “Berani dalam hal mengambil semua risiko,” katanya. 
 
Kemudian yang kedua tidak boleh panik terhadap pasien yang akan ditangani. “Selama mengikuti metode dan trik yang sudah diajarkan sesuai buku panduan, maka aman,” ungkapnya. 
 
Dan syarat berikutnya harus hafal ayat-ayat ruqiyah. “Meskipun ini masih proses dan nantinya tidak hafal, tetap bisa meruqyah tapi juga dapat berkonsekuensi fatal,” tutupnya.
 
 
Pewarta: Ulil Abshor
Editor: Ibnu Nawawi