Daerah

Peserta MKNU Bengkulu Kumpulkan Rp5 Juta untuk Koin Muktamar

Sen, 20 Januari 2020 | 07:00 WIB

Peserta MKNU Bengkulu Kumpulkan Rp5 Juta untuk Koin Muktamar

PWNU Bengkulu bersama Gubernur Rohidin Mersyah dan Kepala MKNU Sulthonul Huda dalam Peluncuran Koin Muktamar di Bengkulu, Sabtu (18/1). (Foto: Musyaffa)

Bengkulu, NU Online
Peserta Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) Bengkulu turut berpartisipasi pada program Koin Muktamar. Selama kegiatan berlangsung, dana yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp5.000.700. 

Hal itu disampaikan oleh Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Bengkulu, Wira Hadi Kusuma, usai acara pembaiatan kepada 135 peserta dari berbagai cabang dan badan otonom, Senin (20/1) dini hari. 

“Dana tersebut segera ditransfer ke Pengurus Besar (PBNU), wujud partisipasi aktif  PWNU Bengkulu pada Muktamar mendatang di Lampung,” sambut Ketua PWNU Bengkulu, KH. Zulkarnain Dali.

Koin Muktamar NU mendapat respons positif dari berbagai pihak. Terbukti, peserta antusias menyumbang uang. Sebelumnya, pada Sabtu (18/1), Peluncuran Koin Muktamar secara resmi diawali Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Guna mengawali, Rohidin didampingi beberapa pengurus secara simbolis memasukkan beberapa lembar kertas ratusan ribu rupiah ke kotak Koin Mutkamar.

Koin Muktamar adalah upaya kemandirian NU. Hal ini menjawab desakan dari berbagai kalangan agar pembiayaan pelaksanaan Muktamar NU berasal dari partisipasi warga Nahdliyin secara lebih masif, melalui program Koin NU.

Kepala MKNU, Sulthonul Huda, menyampaikan, Koin NU bagian dari upaya kemandirian dan independensi secara organisasi. Koin NU mengembalikan kekuatan awal, pentingnya partisipasi warga Nahdliyin. 

“Muktamar NU tanpa proposal adalah keniscayaan, sumbangsih Nadhliyin sebuah keharusan untuk kemandirian,” ujar Sultanul Huda di sela penyampaian materi MKNU di Balai Diklat Keagamaan Bengkulu.

Perlu diketahui, sekitar 80 tahun lalu, terwujud kemandirian dan independesi NU pada Muktamar ke-13, tahun 1938 di Menes, Pandeglang, Banten. Muktamar saat itu diselenggarakan secara gotong-royong. Majalah Risalah NU mencatat, Kiai Hasyim menyumbang 30 rupiah. Rais Syuriyah NU Banten menyumbang 10 rupiah. Ulama Pandeglang KH Ismail menyumbang 120,68 rupiah. Ada juga peserta datang dengan biaya sendiri, banyak hadirin membawa makanan sendiri. 

Begitu pun Munas NU 1983 dan Muktamar ke-27 NU pada 1984 di Situbondo, Jawa Timur. Nahdliyin kembali menunjukkan kemandirian dan independensi NU. Melalui KHR As’ad Syamsul Arifin, pengasuh pesantren Salafiyah Syafi’iyyah, Sukorejo, Asembagus, menolak bantuan siapa pun, karena Nahdliyin sanggup membiayainya.

Bantuannya di antaranya berupa 20 ekor sapi, 50 ekor kambing, 200 ekor ayam, 15 ton beras, 5 truk gula dan lain-lain. Bahkan, setiap hari tak kurang dari enam kuintal beras dimasak, 300 ekor ayam, lima ekor kambing dan sapi, dan lain sebagainya. 

Diharapkan, pembuktian kekuatan kemandirian dan independensi Nahdliyin tidak hanya pada Muktamar mendatang, tapi juga pada sektor lainnya. Misalnya, setidaknya, setiap cabang—bahkan ranting- memiliki kendaraan ambulans, rumah sakit, sekolah, unit kesehatan, pasar modern, dan lain-lain. 

Kontributor: Musyaffa
Editor: Muchlishon