Daerah

Psikolog Jelaskan Dampak Kekerasan Seksual dan Upaya Pemulihan pada Korban

Kam, 3 Juni 2021 | 06:00 WIB

Psikolog Jelaskan Dampak Kekerasan Seksual dan Upaya Pemulihan pada Korban

Psikolog Unika Soegijapranata Beta Kurnia Arriza. (Foto: Istimewa)

Kudus, NU Online 
Terkait maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir ini, Psikolog Unika Soegijapranata Beta Kurnia Arriza mengatakan hal itu akan berdampak pada kondisi psikis, sosial, dan fisik korban, sehingga perlu upaya lebih agar memulihkan kembali keadaan korban. 
 
Pertama, dampak psikologis. Korban kekerasan seksual akan mengalami perasaan takut, sedih, shock, baik yang muncul dengan cara histeris maupun dengan disosiasi seperti diam, merasa terpisah dan kesulitan untuk mengingat kejadian. 
 
“Biasanya korban akan merasa tidak aman terhadap keadaan sekitar, rasa tidak berdaya, rasa bersalah, kehilangan rasa percaya baik terhadap orang lain maupun terhadap kemampuan diri sendiri, perasaan tidak berharga juga dapat memunculkan gangguan psikologis seperti Gangguan Pasca Trauma (Post-Traumatic Stress Disorder), depresi, gangguan kecemasan,” bebernya saat dihubungi NU Online, Selasa (1/6) pagi.
 
Kedua, dampak sosial. Banyak stigma masyarakat yang menganggap korban sebagai aib sehingga harus ditutupi, menyalahkan korban karena perilaku, atau karena pakaian korban dan ketidakmampuannya menjaga diri.  
 
“Stigma ini seringkali membuat korban merasa malu, merasa bersalah, dan memiliki pandangan buruk terhadap dirinya, hingga menarik diri dari masyarakat,” ungkap Beta.
 
Ketiga, dampak fisik. Munculnya stres yang besar dan sulit dikelola juga dapat mempengaruhi kesehatan fisik seperti nyeri, sakit kepala, hingga mengganggu fungsi metabolisme, jantung dan lainnya.
 

Upaya Pemulihan Korban 

Beta menambahkan dalam upaya pemulihan perlu memperhatikan kondisi psikologis si korban. “Pendampingan korban dalam pemulihan trauma juga perlu memperhatikan kondisi psikologis dan kebutuhan korban sehingga tidak membuat korban mengalami re-victimization atau menjadi korban berkelanjutan,” tambahnya. 
 
Dikatakan, pendampingan dan pemulihan menjadi penting untuk meminimalisir dampak-dampak psikologis korban dan proses pemulihan trauma pada masing-masing korban. Namun proses pemulihan membutuhkan waktu yang berbeda-beda hingga akhirnya korban bisa benar-benar pulih. 
 

Pentingnya Peran Keluarga 

Ia menekankan pentingnya peran keluarga dan masyarakat untuk proses pemulihan korban kekerasan seksual. 
 
“Peran keluarga penting untuk memberi Pendidikan seks usia dini, terutama pada anak-anak sesuai dengan usianya. Keluarga dapat memperkenalkan bagian tubuh mana yang boleh dipegang dan tidak boleh dipegang oleh orang lain,” paparnya.
 
Pada dasarnya, yang bisa dilakukan pada korban adalah do no harm, dengan tidak melakukan apapun yang dapat membahayakan korban.
 

Peran Masyarakat 

Psikolog dan Aktivis NU asal Kudus, Jawa Tengah itu menuturkan masyarakat memiliki peran penting untuk membantu pemulihan korban. Misalnya, dengan menunjukkan empati pada korban, mendengarkan dan mempercayainya, tetap menghargai keputusannya dan menghargai privasinya.
 
Tidak hanya itu, masyarakat bisa mendorong dan mendampingi korban dalam mencari bantuan layanan medis, psikologis, atau hukum sesuai dengan kebutuhannya dengan melaporkan ke www.kekerasanseksual.komnasperempuan.or.id atau dapat menghubungi nomor:  021-3903963. 
 
“Selain itu, jika dirasa membutuhkan pendampingan hukum untuk menangani kekerasan seksual yang dialami korban dapat menghubungi layanan P2TP2A atau LBH APIK yang ada di daerah,” tambahnya.
 
Terakhir, bantu korban untuk mengamankan diri dan mengumpulkan bukti untuk keperluan laporan hukum. Caranya; Pertama, korban diharapkan agar tidak membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu sebelum melapor atau melakukan visum ke RS.  
 
Kedua, jika korban merasa belum siap untuk langsung melapor, minta korban untuk menyimpan pakaian yang dikenakan ketika peristiwa terjadi di dalam kantong plastik.
 
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syamsul Arifin