Daerah

Sambut Harlah NU, Santri Kudus di Jakarta Gelar Haul Masyayikh

Sen, 31 Januari 2022 | 02:45 WIB

Sambut Harlah NU, Santri Kudus di Jakarta Gelar Haul Masyayikh

Beberapa perkumpulan santri alumni Kudus yang tinggal di area Jabodetabek mengadakan Haul Masyayikh di Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (29/1) siang.

Jakarta, NU Online 

Dalam rangka peringatan hari lahir Nahdlatul Ulama ke-96, beberapa perkumpulan santri alumni Kudus yang tinggal di area Jabodetabek mengadakan Haul Masyayikh di Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (29/1) siang.


Perkumpulan alumni yang turut berpartisipasi dalam acara ini di antara terdiri dari Ikatan Alumni Qudsiyyah (Ikaq), Ikatan Siswa Abiturien (Iksab), Himpunan Mutakharrijat Mu'allimat Kudus (Himmahku), Forum Silaturahim Keluarga Alumni Banat NU (Forsikabanu), Ikatan Alumni Pesantren Raudlatul Muta’allimin (PPRM).


Secara khusus, haul masyayikh ini ditujukan untuk berdoa bersama dan mendoakan kepada kiai-kiai khos Kudus yang sudah wafat, yakni KH Raden Asnawi (salah satu pendiri NU), KH Arwani Amin, KH Turaichan, KH Yahya Arif, KH Ma’ruf Irsyad, KH Ma’ruf Asnawi, KH Sya’roni Ahmadi.


Pengasuh Pesantren Raudlatul Muta’allimin Kudus KH Masyfu'i menerangkan, sebetulnya doa tidak harus ditujukan kepada orang yang buruk. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tanbihul Ghafilin, mendoakan dengan mendapatkan ampunan tidak harus dengan adanya dosa. 


“Bahkan, mendoakan kepada orang hebat (baik, red) pun dianjurkan oleh Rasulullah, karena untuk lebih mendekatkan diri orang hebat itu kepada Allah,” terang kiai yang juga menantu KH Ma’ruf Irsyad selaku pendiri Pesantren Raudlatul Muta’allimin.


Kiai Fu’i, nama akrabnya, melanjutkan bahwa Rasulullah adalah itu orang sudah tahu dirinya sebagai penghuni surga. Meski begitu, beliau setiap hari tetap membaca istighfar minimal 100 kali.


“Oleh karena itu, saya hadir di sini juga untuk mengemis doa. Semoga teman-teman sekalian yang ikut khidmah diberikan kekuatan,” tuturnya.


Kiai Fu’i melanjutkan bahwa para santri yang hadir pada acara haul tersebut merupakan calon wali-wali Allah. Dikatakan seperti ini karena bisa melalui jalur wali yang sederhana dan tidak ribet.


Penjelasan KH Masyfu’i itu berdasarkan kisah Nabi ibrahim yang pernah ditanya tentang tirakat apa sehingga dirinya mendapat gelar kholilullah (kekasih Allah).


Pertama, Nabi Ibrahim tidak memilih dua perkara kecuali yang memihak kepada Allah. Di saat bersamaan Nabi Ibrahim sedang bahagianya mempunyai putra, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya.

 

Dalam waktu bersamaan, ada dua hal yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, satu sisi sedang bahagia menyayangi anak, dan pada satu sisi diperintah Allah. Nabi Ibrahim pun mengikuti perintah Allah.


“Setengah dari jalur menuju kewalian anda semua mungkin dengan mengalahkan segala aktivitas, tapi lebih memilih untuk menghadiri acara haul masyayikh,”


Kedua, Nabi Ibrahim tidak pernah susah memikirkan apa yang ditanggung Allah soal urusan rezeki. Saya dan anda diciptakan Allah sudah ada yang menanggung. Adapun kita merasa belum cukup itu karena kebanyakan keinginan.


“Keinginan dan kebutuhan lebih banyak mana, kang? Keinginan kan!?” tanya Kiai Fu’i kepada para alumni.


Ketiga, Nabi Ibrahim tidak pernah makan kecuali dengan mengajak tamu. Seperti ini sangat dibutuhkan, apalagi kondisi ekonomi pada masa seperti ini.


Oleh sebab itu, Kiai Masyfu'i pun mengajak para santri alumni Kudus agar selalu bersyukur karena masih selalu sehat dan diberikan umur panjang.


“Mari kita manfaatkan sisa-sisa hidup untuk meningkatkan kualitas ibadah dan sebagian untuk mengembangkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah,” ajaknya.


Kontributor: M. Zidni Nafi’

Editor: Fathoni Ahmad