Daerah

Tips Membumikan Urgensi Moderasi Beragama menurut Ketua Ma'arif NU Aceh

Sab, 13 Agustus 2022 | 11:45 WIB

Tips Membumikan Urgensi Moderasi Beragama menurut Ketua Ma'arif NU Aceh

Ketua LP Ma'arif PWNU Aceh/Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prof Misri A Muchsin (Foto: istimewa)

Banda Aceh, NU Online 

Indonesia merupakan negeri yang majemuk dengan adat istiadat, budaya, agama, dan lainnya. Di balik keberagaman tersebut sangat dibutuhkan moderasi beragama dalam kehidupan, terutama pada negara dengan kebudayaan dan agama yang heterogen seperti Indonesia. Hal ini disebabkan keberadaannya mampu mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara serta menghindarkan dari perpecahan dan kerusuhan yang disebabkan sikap dan tindakan yang mengandung unsur ekstremisme. 


Prof Misri A Muchsin, Ketua LP Ma'arif PWNU Aceh mengatakan keberadaan moderasi beragama mampu mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara. Moderasi beragama juga dapat menghindarkan dari perpecahan dan kerusuhan yang disebabkan sikap dan tindakan yang mengandung unsur ekstremisme. 


"Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama juga sempat mengeluarkan modul yang memuat materi tentang moderasi beragama dan tentunya moderasi beragama sangat dibutuhkan dalam kehidupan, terutama pada negara dengan kebudayaan dan agama yag heterogen seperti Indonesia," ungkap Prof Misri A Muchsin kepada NU Online, Jumat (12/8/2022).


Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menambahkan sangat tepat jika Pemerintah Indonesia semakin giat menyerukan kampanye tentang moderasi beragama ini dalam berbagai kesempatan dan elemen masyarakat. "Mulai dari rumah ibadah, lingkungan tempat tinggal, bahkan sekolah. Hal ini ditujukan untuk menekankan pentingnya toleransi dalam kehidupan beragama dan mencegah timbulnya sikap ekstrem yang hanya merugikan," lanjutnya. 


Moderasi beragama, menurut Prof Misri, merupakan cara pandang dan cara bersikap tegas dalam menghargai dan menyikapi perbedaan keberagaman agama, dan juga perbedaan ras, suku, budaya, adat istiadat, dan juga etis agar dapat menjaga kesatuan atar umat beragama serta memelihara kesatuan NKRI. 


"Berdasarkan prinsip-prinsip moderasi beragama, nilai-nilai moderasi beragama di antaranya yaitu keadilan, keseimbangan, kebaikan, hikmah, istiqamah, toleransi. Maka hal ini dapat diterapkan dalam dunia pendidikan, dari jenjang TK sampai dengan Perkuliahan," sambungnya.


Prof Misri menyebutkan Pemerintah melalui Menteri Agama dalam hal ini Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) selalu berpesan pentingnya moderasi beragama. Pernah dalam suatu kesempatan Gus Yaqut menyampaikan pentingnya toleransi dan moderasi dalam memperkuat negara bangsa. 


Moderasi dan toleransi, kata dia, secara substansi tidak jauh berbeda yang bertujuan mengarahkan perilaku beragama umat beragama di Indonesia untuk berada di jalur tengah atau moderat. "Kita akui ada fakta dalam kehidupan sehari-hari ini, ada orang yang memaknai agama itu di satu sisi sangat ekstrem dengan tidak mentolelir orang yang berbeda keyakinan agama dengannya," jelasnya. 


Sementara itu Mantan Wakil Sekretaris Ansor Aceh Tgk Masrur mengatakan dengan adanya moderasi beragama, maka dapat terbentuk karakter peserta didik yang bijaksana. Karena itu peserta didik dapat mengetahui benar-salah tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan. Peserta didik pada akhirnya mempunyai kesadaran dan pemahaman yang tinggi serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebijakan dalam kehidupan sehari-hari.


Menurutnya, di era digital seperti saat ini di tengah kecanggihan informasi dan teknologi, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi esensi moderasi beragama itu. Pertama adalah cara pandang atau sikap dan praktik keberagamaan yang justru mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan kemaslahatan bersama yang mewujudkan kedamaian itu. 


"Cara beragama yang eksklusif misalnya, padahal beragama itu inklusif. Cara beragama yang segregatif yang memisah-misahkan padahal beragama itu adalah integratif, menyatukan kita. Cara beragama yang konfrontatif misalnya, senang untuk bermusuhan, berlawanan. Lalu, cara beragama yang destruktif, padahal beragama harusnya konstruktif.Ini adalah kecenderungan mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian," lanjutnya.


Selanjutnya menurut sosok yang pernah menakhodai LPPM IAI Al-Aziziyah Samalanga itu mengatakan di balik esensi moderasi beragama terkait dengan pengamalan esensi agama, yang hakikatnya adalah kemanusiaan dan kemaslahatan bersama. Selain itu juga semakin dirasakan tafsir-tafsir keagamaan yang justru tidak berdasar, yang tidak menggunakan kaidah dasar dalam menerjemahkan agama. 


"Muncul tafsir-tafsir yang justru bertolak belakang dengan esensi agama itu sendiri. Misalnya jihad, jihad direduksi dengan makna yang hakikatnya kondisional, sangat situasional, lalu digunakan untuk kondisi damai secara umum sesuatu yang bertolak belakang tentu," paparnya 


Di sisi lain terdapat kecenderungan bahwa ada pemahaman keagamaan yang justru bisa mengoyak dan merusak ikatan kebangsaan. Misalnya politisasi agama, penyeragaman terhadap hal yang beragam dan lain sebagainya. Maka, moderasi agama diperlukan agar cara pandang, sikap keagamaan kita bersifat moderat, tidak melebih-lebihkan, tidak melampaui batas, tidak ekstrem.


"Jadi yang dimoderasi bukanlah agama, tapi cara kita berislam," ujarnya.


Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Kendi Setiawan