Fragmen

1 Mei saat NU Berhasil Bantu Pembebasan Irian Barat

Jum, 1 Mei 2020 | 06:30 WIB

1 Mei saat NU Berhasil Bantu Pembebasan Irian Barat

Kepulauan Irian Barat sebelum berubah nama menjadi Irian Jaya dan kini bernama Papua. (Foto: via Handbook Map)

Spirit kebangsaan menjadi landasan pokok perjuangan Nahdlatul Ulama dalam turut memerdekaan rakyat Indonesia yang sedari awal dikenal sebagai masyarakat yang plural (majemuk). Tidak hanya membangun spirit perjuangan para santri dan umat Islam, hubbul wathon minal iman yang dideklarasikan KH Hasyim Asy’ari melekat pada diri NU untuk membangun semangat kebangsaan, senasib dan sepenanggungan.

Semangat itulah yang ditancapkan oleh para kiai NU ketika rakyat Irian Barat (kini Papua) masih dalam kungkungan penjajahan oleh Belanda. Sedari awal, kalangan pesantren tidak menoleransi penjajahan dalam bentuk apa pun. Karena kolonialisme hanya memunculkan dan menyisakan kesengsaraan rakyat.

Pulau Irian Barat merupakan tanah jajahan yang sangat lama dikoloni oleh Belanda. Ketika pulau-pulau di Nusantara berhasil bebas dari kolonialisme Belanda, rakyat Papua hingga tahun 1961 masih dikuasai oleh Belanda. Irian Barat memang salah satu tanah jajahan kaya yang banyak menguntungkan Belanda dengan hasil bumi dan lautnya.

Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatoel Oelama KH Abdul Wahab Chasbullah bersama KH Saifuddin Zuhri, dan KH Idham Chalid berupaya menginisiasi perundingan dengan Belanda dalam rangka pembebasan Irian Barat. Sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) hasil Dekrit 5 Juli 1959, usulan tiga kiai NU tersebut dipertimbangkan oleh Presiden Soekarno.

Ikhtiar dan gagasan Kiai Wahab Chasbullah dengan strategi Diplomasi Cancut Tali Wondo yang disampaikan kepada Presiden Soekarno berhasil mengusir Belanda dari Irian Barat. Pulau paling timur tersebut kembali ke pangkuan Indonesia.

Awalnya, para kiai NU melihat bahwa masyarakat Irian Barat berada dalam kondisi senasib sepenanggungan karena sama-sama dalam kondisi terjajah oleh Belanda. Sebab itu, melepaskan Irian Barat dari cengkeraman Belanda sama seperti memerdekakan saudara sendiri.

Peran para kiai NU diakui oleh Soekarno saat ia menyampaikan pidato di depan peserta Muktamar ke-23 NU di Surakarta (Sala), 24-29 Desember 1962:

"Baik ditinjau dari sudut agama, nasionalismem, maupun sosialisme, NU memberi bantuan yang sebesar-besarnya. Malahan, ya memang benar, ini lho Pak Wahab ini bilang sama saya waktu itu di DPA dibicarakan: berunding apa tidak dengan Belanda mengenai Irian Barat, beliau mengatakan, jangan politik keling. Ya bilang ya pak Bandrio, katanya. Ketika itu saya katakan, nanti orang keling marah lho. ‘Jangan politik keling’. Atas advis anggota DPA bernama Kiai Wahab Chasbullah itu, maka kita menjalankan Trikora, dan Trikora berhasil saudara-saudara. Pada 1 Oktober, bendera Belanda turun di Irian Barat diganti bendera UNTEA. Pada tanggal 31 Desember, UNTEA akan didampingi bendera Merah Putih. Dan 1 Mei 1963 nanti, bendera satu-satunya di Irian Barat adalah Merah Putih." (Baca Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010)

1 Mei merupakan hari pembebasan Irian Barat. Inisiasi para kiai NU memerankan posisi penting. Diplomasi Cancut Tali Wondo yang digagas KH Wahab Chasbullah di antaranya memulihkan dan memperkuat kondisi dalam negeri, baik itu dari SDM, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
 
Dalam upaya memulihkan kondisi dalam negeri itu, rakyat Irian Barat sendiri tidak lepas dari perhatian NU. Organisasi sosial keagamaan ini mengirimkan lembaga Misi Islam untuk kemanusiaan.

Abdul Mun’im DZ dalam KH Abdul Wahab Chasbullah: Kaidah Berpolitik dan Bernegara (2014) mencatat bahwa lembaga Misi Islam tersebut dikirim ke pedalaman rimba raya di Irian Barat.

Lembaga Misi Islam bertugas sebagai tenaga sukarelawan untuk misi kemanusiaan yang di antaranya membina masyarakat di pedalaman Irian Barat kala itu. Kiai Wahab Chasbullah menegaskan, jika rakyat Indonesia terutama rakyat Irian Barat sudah tangguh, maka munncul keberanian dan ketegasan sehingga Belanda juga akan ketakutan.

Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi