Fragmen HARLAH KE-66 IPNU

Catatan Pendirian Cabang-Cabang Baru IPNU di Era 1960-an

Ahad, 23 Februari 2020 | 12:00 WIB

Catatan Pendirian Cabang-Cabang Baru IPNU di Era 1960-an

Pengurus Pimpinan Pusat IPNU pertama

Membuka lembaran demi lembaran majalah Risalah Organisasi IPNU yang diterbitkan Departemen Penerangan Pimpinan Pusat IPNU pada bulan Oktober 1961 (Edisi No.2 Tahun Pertama), mengungkap banyak fakta di masa lampau, khususnya terkait dengan sejarah perkembangan organisasi pelajar NU.
Mulai dari berbagai aksesoris dan alat perlengkapan organisasi, seperti peci (muts) IPNU seharga Rp. 65, kemudian lencana IPNU Rp. 7,5, stempel IPNU Rp. 30, hingga info sebuah SMA (Sekolah Menengah Atas) NU di Jalan Djogonegaran 11 Yogyakarta, yang sudah didirikan sejak tahun 1956.

Kemudian, yang tidak kalah pentingnya, berupa update informasi peraturan organisasi yang tentu sangat dibutuhkan bagi para kader, baik di tingkat pusat maupun di daerah-daerah yang kala itu tengah bersemangat untuk menggiatkan cabang yang baru terbentuk, seperti yang diharapkan dalam tulisan di majalah tersebut:
 
“Djika peraturan chusus ini setjara resmi sudah disahkan dan sudah bisa direalisisir pelaksanaannja, maka akan sah berlaku vertikal dari pusat sampai Tjabang2 Badan Keluarga.”

Dari majalah ini pula, penulis dapat mengetahui secara sekilas, sejarah perjalanan cabang-cabang IPNU di berbagai daerah di Indonesia. Caswiyono Rusdie dkk dalam buku KH Moh Tolchah Mansoer, Biografi Profesor NU yang Terlupakan (Pustaka Pesantren, 2009) mencatat kemunculan cabang-cabang baru IPNU, tak lepas dari peran serta Tolchah Mansoer, sang ketua pimpinan pusat IPNU pertama, dalam melakukan konsolidasi dengan berkeliling ke banyak daerah.

Sejak IPNU didirikan pada tahun 1954, hingga dua tahun pertama, Tolchah mengkonsentrasikan programnya untuk konsolidasi dan penguatan kelembagaan internal, yang hasilnya kemudian kurang lebih 100 cabang berhasil didirikan.
 
Kata Tolchah, kala itu: “... Sudah seratus tjabang. Dan masih akan banjak berdiri lagi. Pesat sekali perkembangan dan pertumbuhannja. Tidaklah ni’mat Allah jang besar ini kita sjukuri?”

Bermula dari tiga daerah (Solo/Surakarta, Semarang, Yogyakarta) yang menjadi pemrakarsa lahirnya organisasi pelajar, hingga akhirnya dalam kurun dua tahun, ratusan cabang dan beberapa wilayah baru berhasil didirikan.
 
Di masa lampau, pembentukan cabang-cabang ini tidak melulu merujuk kepada asal nama kabupaten/kota, layaknya cabang di masa kini. Beberapa nama cabang yang dibentuk, justru merujuk kepada nama kecamatan atau bahkan kampung. Sebut saja Cabang Wonopringgo (kini masuk cabang Kabupaten Pekalongan), Margoyoso (Pati), Peterongan (Jombang), Krapyak (Bantul), dan lainnya.
 
Adapun pada tahun 1961, dari catatan di majalah “Risalah Organisasi IPNU” cabang-cabang dan wilayah yang telah terbentuk, antara lain :
1. Wonopringgo
2. Margoyoso
3. Surakarta
4. Pekalongan
5. Pamekasan
6. Menes Banten
7. Lamongan
8. Krapyak
9. Purbalingga
10. Madiun
11. Kota Bandung
12. Yogyakarta
13. Peterongan
14. Tulungagung
15. Kendal
16. Sampang
17. Kutaradja dan lain-lain
 
Lalu, beberapa cabang yang baru disahkan di Kongres ke-IV IPNU, yaitu : Cabang Bandung Selatan (17 Mei 1961), Purwodadi/Grobogan (17 Mei 1961), Salatiga (8 Juli 1961), Perwakilan PP IPNU Jakarta (6 September 1961), dan Wilayah Aceh (19 September 1961). Tanggal disahkan cabang-cabang dan wilayah tersebut, sekaligus dapat menjadi penanda tanggal kelahiran (secara formal) IPNU setempat.

Sedangkan tiga cabang lainnya yang masih dipersiapkan yakni: Bukittinggi, Kabupaten Agam/Bukittinggi, dan Blambangan (Banyuwangi). Besar kemungkinan ketiga cabang persiapan tersebut, baru akan disahkan pada Kongres IPNU berikutnya di Purwokerto pada tahun 1963.

Di dalam majalah Risalah Organisasi IPNU ini, sebetulnya juga diterangkan secara lengkap mengenai nama-nama pengurus beserta alamat kesekretariatan/kantor di beberapa cabang, yang akan dipaparkan pada tulisan berikutnya. Nama-nama ini kiranya akan dapat semakin melengkapi kepingan puzzle informasi sejarah organisasi pelajar NU di daerah tersebut.
 
Penulis: Ajie Najmuddin
Editor: Abdullah Alawi