Fragmen

Gus Dur Membela Rakyat Palestina ketika Banyak Orang Tak Acuh

Sel, 30 Juni 2020 | 07:30 WIB

Gus Dur Membela Rakyat Palestina ketika Banyak Orang Tak Acuh

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Malam itu sekitar tahun 1980-an, gadis kecil bernama Zannuba Arifah Chafsoh Rahman dipangku ayahnya, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Bukan sedang menikmati suasana malam atau pun rekreasi, tetapi sedang mengomandani amal bakti berupa penggalangan dana untuk rakyat Palestina.


Gadis kecil yang saat ini akrab disapa Yenny Wahid itu mengungkapkan, saat itu ayahnya mengenakan kaos bertuliskan “Palestina”. Kala itu, Gus Dur menggelar malam pengumpulan dana dan aksi simpati terhadap warga Palestina bersama para tokoh dan sejumlah seniman, di antaranya Sutardji Calzoum Bachri.


Simpati kemanusiaan terhadap sebuah bangsa, terutama kelompok tertindas dan lemah (mustadh’afin) adalah salah satu persoalan pokok yang menjadi perhatian Gus Dur hingga akhir hayatnya. Apapun agama, keyakinan, bangsa, etnis, rasnya bukan menjadi pembatas bagi Gus Dur untuk melindungi mereka, baik yang di dalam negeri maupun peran kebangsaannya di luar negeri.


“Saat tidak banyak orang memiliki perhatian terhadap isu Palestina, Gus Dur terus menyuarakan pembelaan terhadap rakyat Palestina,” tulis Yenny Wahid dalam pengantar buku Gus! Sketsa Seorang Guru Bangsa (2017) yang ditulis 20 orang tokoh nasional perihal sosok Gus Dur.


Sikap konsisten Gus Dur di saat banyak orang acuh tak acuh memiliki sejarah panjang. Karena sejak dari kakeknya, KH Hasyim Asy’ari kemudian dilanjutkan oleh ulama-ulama NU, pembelaan terhadap rakyat Palestina atas penindasan yang dilakukan oleh kaum Zionis terus dilakukan dengan berbagai macam cara, termasuk berusaha membantu kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Palestina.


Yang dimaksud ‘kaum zionis’ tersebut karena tidak semua warga Yahudi di Israel menyetujui langkah-langkah militer yang dilakukan oleh Pemerintah Israel dan kaum zionis.


Menurut cerita yang diungkapkan oleh salah seorang sahabat Gus Dur, KH M. Luqman Hakim (2018), Gus Dur pernah diundang oleh Forum Global AJC pada 2002 silam di Washington DC, Amerika Serikat. Bahkan, Gus Dur pernah menjadi pembicara utama di forum tertinggi, Kongres Yahudi.


Saat itu, Gus Dur mendapat kecaman dari masyarakat di dalam negeri terkait kehadirannya di forum umat Yahudi. Namun, Gus Dur melihat tujuan yang lebih luas, yakni diplomasi kultural untuk mewujudkan perdamaian Palestina dan Israel. Terutama untuk kedaulatan rakyat Palestina dari aksi-aksi militer Israel.


Terkait langkah Gus Dur tersebut, KH Luqman Hakim mengisahkan bahwa dirinya pernah bertanya langsung kepada Gus Dur perihal cara dirinya mendamaikan Palestina dan Israel.


“Saya pernah ngobrol dengan Gus Dur soal bagaimana cara beliau mendamaikan Israel-Palestina. Dan jawaban Gus Dur diluar dugaan saya, sangat strategis, jenius, dan kultural sekali,” ungkap Kiai Luqman yang ditulis melalui akun twitternya, @KHMLuqman.


Kiai yang juga Pakar Tasawuf ini mengemukakan, langkah untuk mendamaikan Palestina-Israel Gus Dur lakukan ketika melakukan usaha yang sama saat Gus Dur berupaya mendamaikan Serbia dan Bosnia di Eropa. Cara yang Gus Dur lakukan untuk Palestina-Israel sebagaimana saat Gus Dur mendamaikan Bosnia-Serbia tanpa disorot media, tetapi beres.


Praktik Piagam Madinah yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya di tingkat global dan nasional dewasa ini tidak lepas dari peran Gus Dur dalam menyadarkan umat Islam dan kemanusiaan secara mondial (berkaitan dengan dunia) dalam membangun peradaban dunia. Karena pada dasarnya, sikap kekerasan, kebuasan, dan antikemanusiaan adalah representasi era jahiliyah.


Meskipun cita-cita dan upaya kerasa Gus Dur belum juga berhasil mendamaikan Palestina dan Israel, tetapi setidaknya Gus Dur merupakan tokoh yang getol meletakkan fondasi perdamaian antara Palestina dan Israel, salah satunya dengan menjadi pembicara utama di forum tertinggi, Kongres Yahudi.


Dalam forum tersebut, Gus Dur membuat para Rabi Yahudi menitikkan air mata karena Gus Dur berpidato dengan menggunakan bahasa Ibrani dengan fasih tanpa teks. Selain itu, pesan perdamaian yang dilontarkan Gus Dur turut memotivasi para Rabi Yahudi bahwa kemanusiaan menjadi faktor penting dalam memandang setiap konflik.


Setidaknya, dampak positif langkah Gus Dur tersebut ialah tidak semua Yahudi mendukung langkah militer Israel ke Palestina. Kisah para Rabi Yahudi menangis oleh pidato Gus Dur dikisahkan KH Luqman Hakim.


Kiai Luqman mengungkapkan, para Rabi Yahudi yang hadir menitikkan air mata, Gus Dur berbicara dengan bahasa Ibrani tanpa teks. Usai berpidato, Gus Dur disambut tepuk tangan panjang, bahkan tepuk tangan terpanjang di dunia sampai 15 menit. Beberapa kalangan menilai hal itu merupakan salah satu dakwah kemanusiaan yang dahsyat.


Terkait kepergiaannya ke Israel saat awal menjadi Ketua Umum PBNU, Gus Dur ditentang oleh para kiai NU sendiri karena dilakukan ketika konflik Israel dan Palestina sedang memanas. Tapi efeknya mengejutkan dan positif bagi dunia Islam.

 

Pemikirannya yang mendunia itu membuat dia diangkat jadi Presiden Perdamaian Agama-agama Samawi. Diplomasi Gus Dur untuk mewujudkan perdamaian Palestina dan Israel terus menguat ketika ia menjadi Presiden RI pada tahun 1999 hingga 2001.


Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Abdullah Alawi