Fragmen

Hormat Sang Merah Putih

Kam, 17 Agustus 2023 | 13:30 WIB

Hormat Sang Merah Putih

Bendera merah putih, bendera Indonesia. (Foto: NU Online/Suwitno)

Secarik kain berwarna merah di bagian atas dan putih di bagian bawahnya berkelebat-kelebat di ujung tiang. Orang-orang mengangkat tangan kanannya dan meletakkannya di ujung pelipisnya sebagai tanda hormat. Begitulah cara bangsa Indonesia menghargai perjuangan para pahlawan yang telah bertumpah darah dalam mewujudkan kemerdekaan negeri ini. Peristiwa ini berlangsung saban pelaksanaan upacara, seperti hari ini, 17 Agustus 2023. Bangsa Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-78 dengan melaksanakan upacara pengibaran Sang Merah Putih.


Ya, Sang Merah Putih. Demikian Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini disebut. Bukan bendera Merah Putih, bukan juga sekadar Merah Putih. Ada kata ‘Sang’ di muka Merah Putih itu. Hal ini sudah termaktub dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.


“Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.”


Demikian itu bunyi UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 1 nomor 1. Dijelaskan Muhammad Yamin, bahwa pembubuhan Sang dalam penyebutan Bendera Negara ini merupakan bentuk penghormatan. Sebagaimana diketahui, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, kata Sang memiliki arti kata yang dipakai di depan nama orang, binatang, atau benda yang dianggap hidup atau dimuliakan.


Sang Merah Putih bukanlah sebuah bendera yang sederhana hanya karena terdiri dari dua warna saja. Kibarannya di atas tiang telah menumpahkan merah darah jutaan pahlawan yang gugur sejak para pendahulu kita melawan penjajahan. Bahkan, hal itu tidak berhenti meski Soekarno yang didapuk sebagai pemimpin nasional itu telah mendeklarasikan kemerdekaan melalui pembacaan Proklamasi di Jakarta pada 17 Agustus 1945 yang juga bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H itu.


Kita tentu ingat kisah heroik pemuda yang merobek warna biru bendera Belanda di atas hotel Yamato (kini hotel Majapahit) di Surabaya pada 19 September 1945. Tentu butuh nyali dan keberanian serta semangat patriotisme untuk sampai mengambil tindakan itu. Demi berkibarnya Sang Merah Putih, tanpa warna biru di bagian bawahnya, ia rela bertaruh nyawa. Kibaran Sang Merah Putih menandai kemenangan perjuangan dan perlawanan yang dilakukan bangsa ini.


Sang Merah Putih merupakan dwiwarna, dua warna yang telah menjadi satu kesatuan. Ia bukanlah dua bendera, merah dan putih, melainkan satu nama, satu bendera, Merah Putih. Ia sudah menunggal bagi bangsa Indonesia.


Dwiwarna ini memiliki akar sejarah yang panjang. Ia bukan sekadar bendera yang dijahit oleh Fatmawati untuk memenuhi kebutuhan Proklamasi di Jakarta pada 78 tahun silam. Tidak sama sekali. Pemilihan Bendera Negara dengan Merah Putih itu bukan hanya karena adanya kain warna merah dan putih belaka. Namun, Merah Putih memang sudah menjadi bendera masyarakat Indonesia jauh sebelum merdeka.


Muhammad Yamin dalam 6.000 Tahun Sang Merah Putih (2017) menjelaskan bahwa Merah Putih ini berasal dari sinar matahari dan bulan. Hal ini kemudian terus meresap dalam berbagai kisah mitologi sampai pada kehidupan masyarakat Nusantara sejak dahulu kala. Tak pelak, muncul pemaknaan baru terhadap Merah Putih, yakni merah sebagai getah dari tubuh dan putih yang dimaknai getah tetumbuhan.


Filosofi Merah Putih

Mengutip pandangan tasawuf, Yamin menjelaskan bahwa putih melambangkan ketenangan jiwa karena menjalankan perintah Allah swt, sedangkan merah menyimbolkan angkara jiwa yang tertarik melakukan kejahatan. Putih juga diartikan kesucian sehingga umat Islam dianjurkan untuk mengenakan pakaian yang berwarna itu. Pun merah juga diartikan sebagai kemarahan sehingga muncul istilah mukanya merah padam. Karenanya, Yamin berkesimpulan bahwa Putih adalah corak perimbangan dan merah adalah dinamika hidup.


Merah Putih juga memiliki tempat terbaik di hati masyarakat Bali. Dwiwarna ini disamakan dengan Sang Ibu. Bahkan dua warna ini dimuliakan oleh masyarakat di sana dengan ucapannya “Oong bang namah” atau “Oong sang namah”. Bahkan, di beberapa tempat lain, dua warna ini juga mempunyai tempat istimewa.


Dalam Bhagawad Gita, warna putih berarti kesucian, warna merah berarti keberanian berjuang, dan hitam berarti nafsu tak berguna. Senada, Kerajaan Melayu Minangkabau juga memiliki bendera tiga warna itu karena berhubungan erat dengan keadaan masyarakat dan kehidupan agama Tantrayana. Cerita dalam Baghawad Gita itu juga berpengaruh terhadap alam pikir Batak dan Bali karena perkembangan peradaban Hindu di Indonesia pada zamannya.


Sementara itu, Ki Hadjar Dewantara mengartikan Merah Putih sebagai bentuk keberanian dan kebenaran. Merah sebagai wujud keberanian dalam melakukan perlawanan dan putih sebagai simbol kebenaran dalam bertindak. Semangat itulah yang harus terus dipegang teguh bangsa Indonesia. Penghormatan kepada Sang Merah Putih harus diimplementasikan dengan keberanian untuk senantiasa bertindak secara benar.