Fragmen

Pemecatan Pengurus dan Anggota NU pada 1930-an

Sel, 23 Januari 2024 | 20:00 WIB

Pemecatan Pengurus dan Anggota NU pada 1930-an

Ilustrasi: logo NU lawas dan majalah Berita Nahdlatoel Oelama (Foto: NU Online)

Baru-baru ini, PBNU menyebarkan informasi tentang penonaktifkan 64 pengurusnya. Mereka terdiri dari pengurus PBNU, lembaga, dan badan otonom. Penonaktifan berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor: 285/PB.01/A.II.01.08/99/01/2024 dilakukan setelah menimbang, mengingat, dan memperhatikan peraturan organisasi NU sendiri. 


Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, bisa diketahui nama-nama yang dinonaktifkan dan masa penonaktifan. Sementara inti dari penonaktifan tersebut adalah keterlibatan yang bersangkutan dengan aktivitas politik praktis saat ini, yaitu menjadi calon legislatif (caleg) dan tim sukses capres-cawapres pada pemilu 2024. 


Penonaktifan pengurus tersebut sangat wajar selama sesuai dengan peraturan organisasi. Justru yang tidak wajar adalah ketika ada peraturannya, tapi peraturan tersebut tidak ditegakkan. Jangankan penonaktifan, pemecatan pun sangat wajar jika memang sesuai dengan peraturannya. 


Soal pemecatan pengurus PBNU, bisa kita tengok pada tahun 1970-an, ketika NU masih berstatus partai. Misalnya, tokoh NU yang populer pada waktu itu, H. Subchan Z.E. pernah dipecat PBNU melalui Surat Pemecatan PB Syuriah NU No 004/Syur/C/I/72 yang ditandatangani Rais ‘Am K.H. Bisri Syansuri, Ketua Dewan Partai K.H. Moch. Dahlan, dan Ketua Umum K.H. Idham Chalid. (lihat Ensiklopedia NU)


Jika kita tengok lebih jauh ke tahun 1930-an, pemecatan juga terjadi di cabang NU Bandung. Koran Sipatahoenan melaporkan peristiwa itu pada berita yang berjudul Pangoeroes Nahdlatoel Oelama tjabang Bandoeng: Secretaris H. Dachlan dipotjot.  


Kata pocot, pada Kamus Sunda R.A. Danadibrata yang diterbitkan Panitia Penerbitan Kamus Basa Sunda (2006), semakna dengan lèsot, udar, coplok yang artinya dalam bahasa Indonesia pecat. Dengan demikian, dipocot artinya dipecat.


Berita itu mengabarkan bahwa H. Dachlan dipecat dari kepengurusan NU Cabang Bandung. Pemecatan itu tidak berdasarkan keputusan ketua seorang diri, melainkan keputusan bersama para pengurus. Setelah pemecatan itu, pengurus PCNU Bandung mengangkat Ichwan sebagai sekretaris yang baru. 


Sayangnya, tidak ada data atau informasi lain yang menjelaskan alasan pemecatan itu. Sebab, jika melihat data-data yang lain tentang pergerakan dan aktivitas NU Bandung dari awal berdiri yang didokumentasikan di majalah Berita Nahdlatoel Oelama, Al-Mawaidz, dan Sipatahoenan, H. Dahlan yang dipecat itu merupakan pengurus yang aktif dan berjasa dalam pergerakan organisasi. Ia rajin terjun memperkenalkan NU ke daerah-daerah bersama ketua dan para kiai. Ia juga berjasa dalam publikasi kegiatan NU sebagai agen Berita Nahdlatoel Oelama dan rajin mengirimkan berita NU Bandung ke majalah Al-Mawaidz. 


Berdasarkan berita itu, bisa dinilai NU Cabang Bandung di masa itu telah menerapkan disiplin organisasi secara ketat. Meskipun pengurus yang dipecat telah berjasa dalam pertumbuhan dan perkembangan organisasi, jika kesalahannya dinilai berdampak fatal, NU tak segan-segan memecatnya. 


Keputusan pemecatan itu pun diumumkan ke khalayak luas pada koran eksternal yang bisa dimaknai ke dalam dan keluar. Ke dalam, sebagai peringatan kepada pengurus lain agar jangan main-main dengan organisasi NU. Sementara ke luar, NU menunjukkan sebagai organisasi yang dikelola secara tertib. Tiada tempat bagi orang yang main-main. 


Selain pengurus, NU pada masa awal berdiri memiliki mekanisme pemecatan anggota atau warga NU. Pada beberapa muktamar, cabang-cabang NU di Jawa Barat pernah mengeluarkan ratusan anggota (zuifering) karena tidak taat kepada peraturan organisasi. Hal itu misalnya dilakukan cabang NU Bandung, Tasikmalaya, dan Pandeglang. Pada waktu itu, biasanya adalah ketidaktaatan anggota terhadap iuran bulanan.   


Bagi cabang-cabang NU di Jawa Barat, lebih baik sedikit anggota yang taat daripada banyak tapi tidak taat aturan.  Sementara itu, NU cabang lain juga pernah mengusir (mengeluarkan) anggotanya yang berlaku fatal seperti tidak jujur. Misalnya dilakukan cabang NU Jember kepada salah seorang anggotanya.  


Pada pemberitahuan berkepala Ma’lumat Penting di laporan Berita Nahdlatul Oelama No 17 tahun 9 edisi 4 Juli 1940, NU Cabang Jember mengeluarkan anggotanya. Namun tidak dijelaskan kesalahannya selain keterangan ketidakjujuran. 


Karena dikeluarkan itu, yang bersangkutan hilang hak-hak organisasinya. Lebih dari itu, NU Jember sendiri bahkan melaporkannya kepada yang berwajib. Selain itu, NU Jember meminta kepada siapa pun, terutama pengurus NU, yang bertemu dengan yang bersangkutan agar mengambil kartu anggotanya. 


Berikut laporannya berdasarkan Berita Nahdlatoel Oelama dengan ejaan yang telah disesuaikan: 


Dipermaklumkan kepada segenap cabang Nahdlatul Ullama seluruhnya bahwa seorang lid (anggota) NU cabang Jember (menyebutkan nama orang tersebut) No Bewijs kring 61 cabang 1389 nomor HB 208 K sudah diroyeer dengan tidak hormat dan sudah dilaporkan kepada polisi atas perbuatan-perbuatannya yang tidak jujur, maka dimana saja jikalau mengaku lid NU (karena bewijsnya dan insignennya turut dibawa pergi, entah kemana) harus tidak dianggap dan pengurus NU dimanapun yang bertemu supaya mengambil bewijs dan insigne NU tersebut. Begitulah kami terima dari pengurus cabang Jember.