Fragmen

Ratu Kalinyamat, Perempuan Penguasa Pemberani Abad 16

Rab, 7 Juni 2023 | 20:00 WIB

Ratu Kalinyamat, Perempuan Penguasa Pemberani Abad 16

Ilustrasi lukisan Ratu Kalinyamat. (Foto: pendis.kemenag.go.id)

Sebelum wacana kesetaraan mengemuka di era modern, di Jawa telah muncul seorang perempuan yang menjadi pejabat publik di abad keenam belas. Ialah Ratu Kalinyamat yang berkuasa di wilayah Kalinyamat (1550-1579), satu daerah merdeka di Jawa Madura pada zaman itu, selain Cirebon, Banten, Jayakarta, Prawata, Pajang, Kedu, dan Madura.


Nama Ratu Kalinyamat melambung dalam dunia perpolitikan. Selain cara memimpinnya, sosoknya dikenal juga karena hal lain, yakni karena sosok perempuan yang masih jarang menjadi pemimpin politik, dan wilayahnya yang strategis. Betapa tidak, wilayahnya yang berada di pesisir utara sebagai kota-kota pelabuhan, seperti Jepara, Juana, Rembang, dan Lasem membuat sosoknya semakin dikenal.


Perempuan bernama asli Retna Kencana ini tidak asing dengan dunia perpolitikan. Pasalnya, ia merupakan putri dari Sultan Trenggana. Berdasarkan Babad Demak, sebagaimana dikutip dari Chusnul Hayati dkk dalam Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada Abad XVI (2000), dia merupakan putri pertama dari sultan ketiga Kesultanan Demak itu. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa ia merupakan putri ketiga dari enam bersaudara.


Lepas dari itu, Retna Kencana ini kemudian menikah dengan Kiai Wintang atau dikenal dengan sebutan Pangeran Hadiri atau Pangeran Kalinyamat. Banyak versi latar belakang suaminya itu. Ada yang menyebut dari Cirebon dengan nama aslinya Raden Mukmin seperti disebut J Knebel, ada yang menyebut dari Aceh yang memiliki nama asli Raden Toyib.

 

Sementara dalam Serat Kandhaning Ringgit Purwa, suami Kalinyamat merupakan seorang pedagang Tionghoa yang dikenal dengan Juragan Wintang. Karena pernikahannya dengan Ratu Kalinyamat, Raden Toyib pun menjelma menjadi Pangeran Kalinyamat dan membuatnya menjadi seorang elit.


Ekonomi yang tumbuh

Ratu Kalinyamat mulai berkuasa pada tahun 1550 M setelah mendapat hak otonomi dari Sultan Hadiwijaya yang berkuasa atas Demak. Kekuasaan atas wilayah tersebut diperoleh sepeninggal mendiang suaminya, sang pewaris kekuasaan yang sesungguhnya.


Sebagai negeri pelabuhan dan maritim, Ratu Kalinyamat menaruh perhatian besar terhadap dunia perdagangan dan angkatan laut. Dunia perdagangan ini berkaitan erat dengan perekonomian masyarakat di wilayahnya. Pelabuhan menjadi titik perputaran ekonomi tersebut. peningkatan ekonomi juga ditunjang dengan kerja sama dengan negara- atau kerajaan-kerajaan lain.


Ratu Kalinyamat mampu memulihkan perekonomian di wilayahnya yang sempat redup gegara perebutan kekuasaan di Demak Bintara. Pada pertengahan abad 16, beberapa pelabuhan yang berada di wilayahnya menjadi sentra perdagangan internasional. Berbagai hasil pertanian dan perkebunan diekspor melalui Kalinyamat, seperti beras, gula, madu, kayu, kelapa, kapok, hingga palawija.


Militer yang tangguh

Bukan saja ekonomi, Ratu Kalinyamat juga menaruh perhatian pada bidang militer. Kekuatan angkatan laut yang dimilikinya dikenal tangguh. Hal ini bukan saja berkaitan dengan penjagaan teritori wilayahnya. Lebih dari itu, hal tersebut juga menjadi instrumen baginya dalam membangun kerja sama dengan kerajaan lain guna membantu mengawal mitranya dari pasukan penjajah.


Ratu Kalinyamat pun dikenal memiliki pasukan perang yang tangguh dan teruji dengan pengiriman mereka ke wilayah timur, tepatnya di Haitu Maluku dan wilayah barat ke Kesultanan Johor dan Kesultanan Aceh Darussalam. Pengiriman tentara itu ditujukan dalam rangka membantu mereka dalam melawan Portugis yang menempati pos di di Maluku dan Malaka. 


Tanpa rasa takut, pada tahun 1551, Ratu Kalinyamat menyambut baik ajakan jihad yang dikirimkan Raja Johor. Ia mengirimkan 40 kapal yang mengangkut 4.000 sampai 5.000 tentara bersenjata. Sempat merangsek masuk ke Malaka, tetapi setelah panglima perangnya gugur, pasukan pun mundur kembali ke Jepara.


Ratu Kalinyamat pun kembali mengirimkan pasukannya ke wilayah tersebut atas ajakan Sultan Riayat Syah dari Kesultanan Aceh pada tahun 1573. Kejadian hampir sama pun berulang. Pasukan Kalinyamat sempat berhasil masuk ke wilayah Portugis. Namun, blokade dari laut membuat kehabisan bahan makanan sehingga membuat dua pertiga angkatan perang pun gugur.


Dikutip dari Sri Wintala Achmad dalam Melacak Gerakan Perlawanan dan Laku Spiritualitas Ratu Kalinyamat (2020), pengiriman tentara guna melawan Portugis di Melaka yang jauh dari wilayah kekuasaannya itu menunjukkan karakternya yang pemberani, tegas, nan keperkasaannya dalam memimpin sebuah pemerintahan.


Syakir NF, alumnus Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia)