Aru Lego Triono
Kontributor
Seorang santri anyar, sebut saja Rohman, merasa heran dengan kultur dan budaya di lingkungan pesantren yang baru beberapa hari ini ditinggalinya. Satu hal yang membuat Rohman heran adalah gerakan shalat cepat yang kerap ia lihat di sana.
Suatu ketika, saat sedang mengaji bab tentang shalat, ia mendapat pemahaman baru tentang salah satu rukun shalat yakni tuma'ninah atau diam sejenak. Namun tentu saja, hal ini bertolak belakang dengan fenomena di lingkungan pesantren tempat ia menimba ilmu agama.
Karena itulah kemudian, di akhir menjelang pengajian bab tentang shalat itu usai, Rohman memberanikan diri untuk bertanya kepada sang kiai perihal shalat yang belakangan ini membuatnya gelisah.
“Punten Pak Kiai, saya mau tanya, shalat yang baik itu yang bagaimana, ya? Shalat dengan gerakan cepat atau berlama-lama? Saya bingung,” tanya Rohman kepada kiai.
Dengan sedikit terhenyak, sang kiai menjawab dengan tutur kata yang lembut nan santun. “Nak Rohman, shalat yang tuma'ninah atau yang lama itu bagus. Mosok ibadah berlama-lama di hadapan Allah tidak betah tapi giliran nongkrong sama teman betah berlama-lama?”
“Lalu bagaimana soal gerakan shalat yang cepat itu, Pak Kiai?” sergah Rohman, kembali bertanya.
“Sahabat sekaligus saudara sepupu Rasulullah, Ibnu Abbas itu, kalau shalat cepat lho, Rohman,” jawab kiai.
“Kenapa kok beliau (Ibnu Abbas) kalau shalat cepat?”
“Setan baru siap-siap menggoda, saya sudah selesai shalat,” terang sang kiai, disambut tawa Rohman dan rekan-rekan santri yang lain.
“Karena setan itu jaim (jaga image). Jadi kalau setan mau menggoda itu bersolek dan berdandan dulu. Ternyata ketika mau mengganggu orang shalat, shalatnya sudah selesai,” tambah kiai, kembali membuat santrinya tertawa.
Dengan sangat berani, Rohman kembali bertanya. Namun pertanyaan ini agak logical fallacy yang mengarah ke ad hominem atau pertanyaan yang langsung menuju pribadi sang kiai. Ia bertanya, “Lalu kalau Pak Kiai sendiri ikut mazhab shalat yang mana?”
“Lah kebetulan saya penganut mazhab shalat cepat. Jadi tidak pernah digoda setan,” kata kiai, seraya terkekeh-kekeh. (Aru Elgete)
*) Cerita ini disadur dari salah satu isi ceramah Gus Baha
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menjadikan Diri Pribadi Taat melalui Khutbah dan Shalat Jumat
2
Khutbah Jumat: Anjuran Berbakti kepada Orang Tua dalam Islam
3
Khutbah Jumat: Inspirasi Al-Fatihah untuk Bekal Berhaji ke Baitullah
4
Harlah Ke-74: Ini Asas, Tujuan, dan Lirik Mars Fatayat NU
5
Kajian Hadits: Kawin Kontrak di Zaman Rasulullah
6
Harlah Ke-90 GP Ansor, Simak Lirik Mars yang Ditulis Mahbub Djunaidi
Terkini
Lihat Semua