Internasional

5 Negara Ini Larang Warganya Rayakan Hari Valentine

Sel, 14 Februari 2023 | 12:30 WIB

5 Negara Ini Larang Warganya Rayakan Hari Valentine

Ilustrasi hari Valentine. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online 
Tanggal 14 Februari saban kali diperingati sebagai hari kasih sayang atau Hari Valentine di berbagai belahan dunia. Sejumlah negara, di Barat khususnya, membuat perayaan untuk hari yang satu ini. Namun di beberapa negara lainya, Hari Valentine sama sekali tidak mendapat porsi untuk diperingati.

 

Beragam faktor melatarbelakangi alasan larangannya. Dari dinilai tidak selaras dengan paham dan kultur yang dianut oleh suatu negara tertentu hingga dianggap merusak moral. Berikut NU Online merangkum beberapa negara dunia yang melarang perayaan Hari Valentine.

 

1. Pakistan 
Melansir UPI, Pakistan merupakan salah satu negara yang membuat aturan ketat soal peringatan Hari Valentine. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, Pakistan melarang perayaan apa pun, liputan media, atau penyebutan Hari Valentine pada 2017 menyusul petisi ke Pengadilan Tinggi di Islamabad.

 

Setahun sebelumnya, pada 2016, Presiden yang menjabat saat itu Mamnoon Hussain mendesak warga Pakistan untuk menghindari Hari Valentine. Dalam sebuah pertemuan yang sebagian besar siswa perempuan, ia mengatakan bahwa peringatan itu tidak ada hubungannya dengan budaya Pakistan.

 

Pada tahun 2017, pernyataan tersebut mendorong pengadilan tinggi negara dan dekrit untuk menghapus semua hal yang berkenaan dengan Hari Valentine dari ruang publik, melarang barang dagangan, iklan, atau promosi di media.

 

2. Iran
Iran merupakan salah satu negara mayoritas Muslim yang melarang produksi semua barang dan hadiah yang terkait dengan Hari Valentine. Selain itu, Iran juga melarang promosi hari apa pun yang merayakan Hari Valentine yang dipandang sebagai tanda amoralitas dan penyebaran budaya Barat.

 

National Geographic dalam tulisannya menyebut bahwa otoritas agama di Iran telah meminta bantuan publik untuk menuntut mereka yang merayakan hari raya yang melanggar hukum agama yang ketat.

 

Pemerintah telah lama melarang simbol Valentine dan mengutuk Hari Valentine sebagai tanda amoralitas dan dekadensi Barat.

 

3. Malaysia
Negara di Asia Tenggara ini juga melakukan pembaasan terkait perinagatn Hari Valentine. Pihak berwenang Malaysia juga telah berusaha untuk menghilangkan perayaan tersebut.

 

Pada tahun 2005, misalnya. Dewan Fatwa Nasional, yang menafsirkan hukum Islam dan membuat keputusan, menyatakan Hari Valentine bertentangan dengan Islam karena mengandung “unsur-unsur kekristenan.” Meskipun kelompok Kristen mendesak dewan untuk mempertimbangkan kembali, mengklaim ada sedikit hubungan antara Hari Valentine modern dan Kekristenan, larangan itu tetap ada.

 

4. India
Hari Valentine tidak hanya dilarang di negara mayoritas Musmim saja. India, misalnya. Meskipun tidak ada larangan resmi mengenai peringatan Valentine di negara dengan mayoritas penduduk Hindu itu, peringatan Valentine mendapat penolakan dari ekstremis nasionalis Hindu di negara tersebut.

 

Ekstremis nasionalis Hindu telah memprotes hari raya tersebut dan mengancam mereka yang merayakannya, bahkan menyerang pasangan muda yang merayakan.

 

Kampanye anti-Valentine diketahui berfokus pada platform media sosial, di mana 518 juta orang India diperkirakan aktif pada tahun 2020. Pada tahun 2015, sebuah partai politik Hindu sayap kanan mengancam akan memaksa orang yang merayakannya di ruang media sosial untuk Hari Valentine untuk menikah.

 

5. Arab Saudi
Selama beberapa dekade, tak ada yang spesial dengan 14 Februari. Sebuah hari biasa di Arab Saudi, lantaran adanya larangan perayaan Hari Valentine yang dianggap bertentangan dengan gagasan Islam tentang kesopanan.

 

Sebelum tahun 2016, Arab saudi kerap melakukan penangkapan terhadap siapa pun yang berani menjual pernak-pernik Hari Valentine. Namun Putra Mahkota Mohammed bin Salman, mengeluarkan kebijakan yang melonggarkan aturan larangan tersebut. Setiap orang di Tanah Arab kini secara terbuka menyambut hari raya tersebut.

 

Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi