Internasional

Guru dan Siswa di Prancis Gelar Aksi Protes Larangan Abaya di Sekolah 

Jum, 8 September 2023 | 20:00 WIB

Guru dan Siswa di Prancis Gelar Aksi Protes Larangan Abaya di Sekolah 

Ilustrasi demonstrasi. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online 
Sekelompok guru dan siswa dari sebuah sekolah menengah di Perancis menggelar aksi protes terhadap keputusan pemerintah yang melarang penggunaan abaya di sekolah.

 

“Kami ingin menjauhkan diri dari kebijakan Islamofobia pemerintah,” demikian pernyataan kelompok protes di SMA Maurice Utrillo di Stains, Seine-Saint-Denis, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (8/9/2023).

 

Seine-Saint-Denis, yang terletak di timur laut Paris adalah daerah pinggiran kota yang miskin di mana banyak penduduknya merupakan keturunan Afrika dan Timur Tengah.

 

Keputusan sekolah tersebut menyusul larangan pemerintah soal penggunaan abaya oleh siswa ke sekolah. Pemerintah Prancis berdalih kebijakan tersebut dikeluarkan lantaran melanggar peraturan Prancis tentang sekularisme dalam pendidikan.

 

“Selama berbulan-bulan, kami tidak punya guru karena tidak ada penggantinya, tapi mereka punya waktu untuk ini? (Melarang abaya)” terang salah satu siswa yang ikut mogok di depan sekolah Utrillo.

 

Para orang tua juga dilaporkan ikut serta dalam demonstrasi tersebut. “Kami tidak menunggu kementerian yang memberi tahu kami cara berpakaian, kami menunggu kementerian yang memberi kami alat untuk memberikan ketenangan kepada anak-anak kami dan memberikan guru kami alat terbaik,” kata ibu seorang siswa.

 

Sementara itu, Myriam, anggota Komunitas Abayama Do Not Touch, mengungkapkan bahwa aturan pelarangan abaya "menganiaya" gadis Muslim dan melanggar kebebasan serta bersifat diskriminatif dan Islamofobia. 

 

“Saat ini gadis-gadis Muslim diminta untuk tidak terlihat dan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua,” katanya, sebagaimana dikutip dari Anadolu Agency

 

Para guru dari SMA Maurice-Utrillo tersebut membacakan pernyataan yang mengatakan sistem sekolah Prancis termasuk yang paling tidak setara di antara negara-negara Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (ECDC).

 

Laporan tersebut mencatat bahwa alih-alih mengatasi kesenjangan, pemerintah malah melarang abaya dan jubah pria yang disebut kamis.

 

Diketahui, Menteri Pendidikan Perancis Gabriel Attal pekan lalu mengumumkan bahwa siswa yang mengenakan pakaian tradisional tidak akan dapat menghadiri kelas ketika tahun ajaran baru dimulai pada hari Senin (4/9/2023).

 

Langkah kontroversial tersebut memicu reaksi balik terhadap pemerintah yang telah dikritik karena menargetkan umat Islam dengan pernyataan dan kebijakan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk penggerebekan terhadap masjid dan yayasan amal, dan undang-undang “anti-separatisme” yang menerapkan pembatasan luas terhadap komunitas.