Internasional HAJI 2022

Jabal Rahmah, Penanda Cinta dan Kasih Sayang para Utusan Allah

Sab, 23 Juli 2022 | 11:00 WIB

Jabal Rahmah, Penanda Cinta dan Kasih Sayang para Utusan Allah

Jamaah haji tampak sedang berdoa di Jabal Rahmah. (Foto: NU Online/Mukafi Niam)

Makkah, NU Online
Cinta dan kasih sayang selalu menjadi misteri bagi manusia. Suatu ketika begitu menggairahkan dan penuh gelora, namun tak jarang menimbulkan tragedi dan nestapa. Sejarah dipenuhi dengan kisah cinta yang tiada habisnya. Monumen cinta terserak di seluruh penjuru dunia dan selalu ramai dikunjungi oleh mereka yang sedang dimabuk cinta, merawat cinta, atau sedang memperjuangkan cinta dan kasih sayang.


Bagi umat Islam, Jabal Rahmah atau gunung kasih sayang menjadi monumen cinta untuk 'ngalap berkah'. Tempat tersebut dipercaya menjadi lokasi bertemunya Adam dan Hawa setelah tobat mereka diterima dan dipertemukan kembali. Buah cinta mereka melahirkan anak-anak Adam yang kini memenuhi penjuru dunia.


Di Jabal Rahmah pula, Nabi Ibrahim diuji cintanya, untuk melaksanakan ketentuan Allah mengorbankan anak lelaki yang sangat lama dirindukan kelahirannya. Di bukit itu, ia yakin bahwa mimpi yang ia alami tiga kali berturut-turut tersebut benar-benar merupakan perintah Allah swt. Pengorbanan luar biasa inilah yang membuat leluhur para nabi ini mendapat gelar khalilullah atau kekasih Allah.


Bagi Nabi Muhammad, Jabal Rahmah menjadi tempat terakhir turunnya ayat Al-Qur’an. Ketika kembali ke Madinah, Rasulullah saw menyampaikan turunnya Surat Al-Maidah ayat 3 yang mengabarkan bahwa Islam sudah sempurna. Para sahabat menyambut gembira kabar tersebut, kecuali dua orang sahabat paling utama, Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang malah bersedih.


Ketika pulang ke rumahnya, Abu Bakar menangis sejadi-jadinya, menyadari bahwa Rasulullah, pemimpin yang sangat dicintainya tak akan membersamainya dalam waktu lama lagi. Para sahabat lain, ketika menyadari hal itu kemudian menangis bersama di rumah Abu Bakar.


Jabal Rahmah menjadi saksi senyum bahagia atas pertemuan Adam dan Hawa; menjadi penanda keteguhan Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian cinta dari Allah; dan menjadi tempat mengabarkan kesempurnaan Islam serta sekaligus Nabi petunjuk awal akan kewafatan Rasulullah.


Jabal Rahmah menggambarkan siklus hidup manusia, yang diwakili oleh para nabi agung. Dari pertemuan untuk memulai hidup baru, perjuangan untuk mempertahankan hidup, pencapaian kesempurnaan, hingga akhirnya pesan kematian.


Monumen penting
Tak ada monumen yang sedemikian penting di dunia ini, dalam konteks cinta dan kasih sayang, yang momen-momen pentingnya berpengaruh besar terhadap perubahan zaman sebagaimana Jabal Rahmah.


Pada setiap musim haji, terutama saat umat Islam menjalani wukuf di Arafah, bukit kecil setinggi 70 meter ini dipenuhi oleh para jamaah haji dengan pakaian ihram putih-putih. Mereka memanjatkan doa-doa panjang yang dilakoni dengan penuh kekhusyukan. Banyak yang meyakini tempat ini mustajab untuk berdoa.


Sebagian jamaah lainnya yang datang ke sini, sekadar penasaran dan untuk mengabadikan kenangan, baik dengan selfie atau meminta orang lain mengambil foto dan video. Bagi fotografer media, kerumunan manusia yang memenuhi bukit kecil ini selalu menjadi obyek foto ikonik yang sangat layak diabadikan.


Kisah pertemuan Adam dan Hawa sudah sangat akrab di telinga jamaah haji Indonesia. Di antara doa-doa yang dipesan oleh saudara dan kerabat yang belum bisa berangkat haji adalah urusan perjodohan. Di tempat inilah doa pesanan itu dipanjatkan.


Jamaah haji Indonesia memanfaatkan waktu selama di Arafah untuk mengunjungi tempat ini. Kesempatan yang paling ideal untuk mengunjungi Jabal Rahmah adalah saat pagi atau petang ketika matahari tidak terlalu terik.


Kami dari tim Media Center Haji (MCH) juga telah mengincar tempat tersebut. Sebagian nyanggong untuk mengambil foto atau video usai shalat Subuh, pada 9 Dzulhijjah yang bertepatan dengan 8 Juli 2022.


Saya memutuskan untuk pergi ke sana sore hari, setelah prosesi khutbah wukuf selesai dan cukup istirahat sambil menunggu pemberangkatan menuju Muzdalifah. Bertiga dengan wartawan lainnya, yang pagi harinya sudah pergi ke lokasi tersebut berangkat sekitar pukul 5 sore. Cuaca terik sudah lewat.


Dari perkemahan, jaraknya hanya sekitar 2 kilometer yang dapat ditempuh dengan jalan kaki sekitar 15 menit, melewati jalanan lebar yang ditutup untuk kendaraan. Jalanan tersebut dipenuhi oleh rombongan-rombongan lainnya, baik yang masih akan menuju lokasi atau pulang ke tendanya.


Para askar membantu menyeberang karena ada perempatan yang dilalui mobil. Lokasi Jabal Rahmah dekat dengan perkemahan jamaah haji dari Turki, sehingga menjadi kemudahan mereka untuk pergi ke tempat tersebut.


Dipadati jamaah
Semakin mendekati area Jabal Rahmah, semakin padat dengan jamaah yang datang dari berbagai sisi. Bukit kecil ini dikelilingi oleh jalan lingkar yang memudahkan orang mengakses dari mana saja tenda haji mereka berada.


Di sekelilingnya dibuat sebuah pelataran luas yang di atasnya disemprotkan air untuk menurunkan suhu udara yang panas. Segala macam ragam warna kulit, ras, postur tubuh, suku, dan kebangsaan semuanya ada dan disatukan dalam keimanan Islam.


Para pedagang memanfaatkan keramaian tersebut dengan menggelar berbagai rupa jualan, dari baju, kopiah, tasbih, dan barang-barang yang menjadi oleh-oleh jamaah haji. Dari warna kulit dan posturnya, rata-rata pedagang berasal dari benua Afrika. Di dekat bukit kecil itu, terdapat Masjid Namirah.


Di satu sisi, terdapat jalan berundak yang memudahkan pengunjung untuk naik sampai ke atas. Undakan tersebut terbagi dalam tiga level, yang dapat menjadi tempat istirahat bagi yang kelelahan naik. Namun, tak sedikit jamaah yang mengambil jalan lebih menantang dengan meloncati batu-batu berbagai ukuran dan bentuk.


Di puncak bukit terdapat sebuah tugu beton berwarna putih setinggi 8 meter dengan lebar 1.8 meter. Tempat-tempat yang nyaman untuk duduk dipenuhi orang yang sedang berdoa dengan khusuk.


Sayangnya, bagian bawah tugu putih itu berwarna hitam karena coretan-coretan, baik tulisan Arab ataupun Latin. Ada pula nama-nama khas Indonesia tertoreh di tugu tersebut.


Para askar menjaga tempat itu untuk mencegah orang-orang menuliskan sesuatu, yang umumnya nama-nama kekasih atau harapan datangnya jodoh yang memang menjadi ikon dari bukit ini.


Tak dapat menulis di tugu, beberapa batu dikasih coretan ditambah dengan simbol hati. Cinta memang membutakan atau dalam bahasa alay sekarang bucin (budak cinta).


Waktu semakin sore, cahaya matahari semakin redup, memunculkan siluet kemerahan sampai akhirnya tenggelam. Pendar-pendar lampu yang menerangi kawasan Arafah menjadi titik-titik cahaya pada hari yang beranjak gelap.


Zamzam Tower yang berjarak sekitar 25 kilometer dari lokasi tersebut terlihat samar-samar di antara awan. Kami mengabadikan momen itu, untuk menjadi kenangan bahwa sudah pernah sampai di sini.


Sayangnya, sampah dari botol-botol minuman berserakan di mana-mana di setiap sudut bebatuan. Menjadi tragis ketika di jalanan menuju lokasi tersebut, para petugas kebersihan dengan kantong sampah besar berjaga sementara di Jabal Rahmah sendiri tidak terjaga kebersihannya.


Jika pemerintah Saudi mampu membuat konsep pengelolaan lokasi ini yang mana para pengunjung dapat mengekspresikan gairah cintanya, tidak dengan pendekatan halal, haram, atau bid’ah, tempat ini akan menjadi semakin menarik. Tak semua urusan hidup mesti dibaca dengan kacamata hitam-putih atau halal-haram.


Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Musthofa Asrori