Internasional

Krisis RS di Jalur Gaza, Listrik Mati hingga Operasi Tanpa Anestesi

Kam, 26 Oktober 2023 | 17:00 WIB

Krisis RS di Jalur Gaza, Listrik Mati hingga Operasi Tanpa Anestesi

Kondisi salah satu rumas sakit di Gaza Palestina. Terlihat pasien-pasien dipindahkan ke lorong-lorong yang dianggap lebih aman. (Foto: X/Palestine Video)

Jakarta, NU Online 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Palestina mengeluarkan pernyataan mendalam tentang situasi krisis yang sedang berlangsung di Rumah Sakit Al-Shifa di Jalur Gaza Palestina. Dalam pertanyaannya, Kemenkes Palestina mengatakan bahwa rumah sakit di jalur Gaza dalam kondisi yang kian tercekik.


Rumah sakit Al-Shifa saat ini menghadapi tekanan besar dengan kapasitas tempat tidur yang sudah mencapai batas maksimal. Kapasitas tempat tidur perawatan intensif dan bedah telah meningkat secara signifikan, namun tetap saja tidak cukup untuk menampung gelombang pasien yang datang setiap saat. 


“Kapasitas tempat tidur perawatan intensif ditingkatkan dari 12 tempat tidur menjadi 42 tempat tidur, dan tempat tidur bedah dari 350 menjadi 600 tempat tidur,” demikian pernyataan Kemenkes Palestina, dikutip dari laman resminya, Kamis (26/10/2023).


Selain itu, staf kesehatan di rumah sakit tidak lagi mencukupi karena peningkatan besar dalam jumlah orang yang terluka yang tiba sepanjang jam. Akses ke rumah sakit juga terhambat karena kerusakan yang parah pada jalan-jalan dan infrastruktur.


Kekurangan pasokan medis dan obat-obatan menjadi masalah serius, bahkan dalam beberapa kasus operasi harus dilakukan tanpa anestesi. Departemen ortopedi dan alat-alat yang digunakan untuk menstabilkan patah tulang juga mengalami kekurangan. Hal ini berdampak pada kemampuan staf medis untuk merawat pasien.


“Persediaan medis dan obat-obatan, sebagian besar telah habis, sampai-sampai kami melakukan banyak kasus pembedahan tanpa anestesi, dan terdapat kekurangan besar persediaan dan peralatan medis, terutama di departemen ortopedi dan peralatan stabilisasi patah tulang, yang menyebabkan lumpuhnya kemampuan staf kesehatan dalam menangani banyak kasus,” tulisnya. 


Selain itu, pemadaman listrik yang disebabkan oleh pemutusan jalur listrik oleh Israel dan berhentinya satu-satunya pembangkit listrik di Jalur Gaza akibat habisnya bahan bakar membuat rumah sakit bergantung pada generator yang tidak dirancang untuk bekerja secara terus-menerus. Hal ini meningkatkan risiko kegagalan pasokan daya yang bisa mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada sistem kesehatan.


“Generator ini tidak dirancang untuk bekerja 24 jam sehari dan kita tidak memiliki cukup bahan bakar untuk melanjutkan pekerjaannya selama lebih dari 48 jam,” katanya.


Sebagai informasi, konflik Israel dan Hamas yang meletus pada 7 Oktober 2023 lalu telah menelan ribuan korban jiwa. Sebanyak 6.546, termasuk 2.704 anak-anak menjadi korban tewas di Gaza. Sementara korban tewas di wilayah Tepi Barat ada 103, termasuk 30 anak-anak dan 1 perempuan.


Militer Israel pun merilis data kematian. Sebanyak 1.405, termasuk 308 anggota militer dan 58 anggota kepolisian tewas selama perang berkecamuk sepanjang 7-25 Oktober 2023.