Internasional

Nakes Indonesia di Inggris soal Efek Samping Vaksin Covid-19: Linu dan Pegal

Sen, 4 Januari 2021 | 01:01 WIB

Nakes Indonesia di Inggris soal Efek Samping Vaksin Covid-19: Linu dan Pegal

Dyah Mustikaning Pitha Prawesti, dokter kandungan yang bekerja di London saat menjalani vaksinasi Covid-19 di Chelsea and Westminster Hospital, London, Inggris. (Foto: Pitha via BBC)

Jakarta, NU Online

Tenaga kesehatan (nakes) Indonesia yang bekerja di rumah sakit Kota London, Inggris termasuk dalam kelompok pertama yang mendapat vaksinasi massal Covid-19 di Inggris. Mereka mengatakan efek samping vaksin Covid-19 yang mereka rasakan hanya pegal linu atau nyeri badan.


Tiga nakes Indonesia yang bekerja di rumah sakit yang berbeda di London akan mendapatkan dosis kedua vaksin Pfizer pada sekitar pekan kedua Januari ini. Hal itu untuk memastikan imunisasi penuh.


Dua dokter dan seorang perawat Indonesia mengalami apa yang disebutkan dalam lembaran yang dibagikan sebelum vaksinasi, sebagai efek samping ringan, namun dengan tingkatan yang berbeda.

 


Dyah Mustikaning Pitha Prawesti, dokter kebidanan dan kandungan yang bekerja di Chelsea and Westminster Hospital, London mengatakan yang ia rasakan bahwa badan sedikit pegal dan linu, tapi lengan dan tangan masih tetap berfungsi seperti biasa.


"Saya sih linu dan pegal hanya di lengan tempat suntikan. Tapi semua anggota badan yang lain tak terpengaruh. Sekitar 24 jam, setelah itu sudah tak berasa lagi," kata dokter Pitha dilansir BBC, Jumat (1/1) lalu.


Vaksinasi massal di Inggris dengan vaksin Pfizer/BioNTech dimulai pada awal Desember lalu di tengah lonjakan besar kasus yang disebut dokter serta pejabat kesehatan sebagai "tsunami" dan "fase paling berbahaya."

 


Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengapresiasi keputusan pemerintah yang menggratiskan biaya vaksinasi Covid-19 untuk seluruh masyarakat Indonesia. Terutama kepada Presiden Joko Widodo yang juga telah menyatakan siap menjadi orang pertama yang divaksin.


Namun, PBNU meminta pemerintah untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah yang belum selesai di antaranya terkait keterbukaan dan kejelasan hasil uji klinis fase 3 vaksin Sinovac dan prioritas penerima vaksin usia 18-59 tahun.


“Vaksin gratis dan kesediaan Pak Jokowi menjadi penerima vaksin yang pertama menyelesaikan dua persoalan vaksin. Tetap masih menyisakan dua persoalan lagi,” kata Ketua PBNU Bidang Kesehatan, Syahrizal Syarief pertengahan Desember lalu.


Dua persoalan yang dimaksud Syahrizal adalah keterbukaan dan kejelasan hasil uji klinis 3 vaksin Sinovac dan prioritas penerima vaksin 18-59 tahun pada tahap awal. Menurut Syahrizal, pemerintah sebisa mungkin harus mengungkapkan secara terbuka hasil uji klinis 3 vaksin Sinovac agar masyarakat tidak ragu terhadap vaksin tersebut.

 


Syahrizal menganggap kebijakan pemerintah yang memprioritaskan usia 18-59 tahun merupakan keputusan keliru. Dia meminta agar pemerintah segera mengubah skema vaksinasi karena tidak sesuai dengan anjuran WHO dan CDC.


“Tanyakan saja pada enam produsen vaksin lainnya yang sudah ada. Katakan kepada mereka, apakah mereka memang membuat vaksin untuk kelompok 18-59 tahun?” ujarnya mempertanyakan.


Adapun sejumlah negara yang sudah memulai vaksinasi Covid-19, di Eropa: Inggris, Serbia, Rusia, Swiss, Hungaria, Jerman, Prancis, Slovakia, Republik Ceko, Italia, Siprus, Spanyol, Denmark, Polandia, Malta, Yunani, Finlandia, Israel.


Di Amerika yang sudah memulai vaksinasi Covid-19 ialah Amerika Serikat, Kanada, Kosta Rika, Chili, Meksiko, Brasil. Sedangkan di Asia yaitu Jepang, Arab Saudi, Oman, Uni Emirat Arab, dan Qatar.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon