Internasional

Nasib Perdamaian Dunia di Tengah Ketegangan Iran dan AS

Rab, 8 Januari 2020 | 04:30 WIB

Nasib Perdamaian Dunia di Tengah Ketegangan Iran dan AS

Warga Iran berdemonstrasi menentang Amerika Serikat yang membunuh komandan pasukan elit al-Quds, Jenderal Qasem Soleimani, Jumat (3/1) di Baghdad, Irak. (Foto: AFP)

Jakarta, NU Online
Instrumen perdamaian dunia lewat berbagai wadah perkumpulan antar-bangsa bisa dimaksimalkan untuk mengurai setiap konflik yang berpotensi merugikan masyarakat sipil. Perang merupakan peristiwa tragis yang lebih banyak merugikan masyarakat sipil.

Perdamaian dunia kembali teruji ketika Iran dan Amerika Serikat kembali tegang usai tewasnya komandan pasukan elit Al-Quds, Jenderal Qasem Soleimani. Sang jenderal kebanggaan masyarakat Iran ini tewas dalam serangan drone Amerika Serikat di Baghdad, Irak, Jumat (3/1) lalu.

Atas kejadian tersebut, Iran merespons dengan meluncurkan rudal balistik ke pangkalan udara Al-Asad di Irak yang menampung pasukan AS dan koalisi. Kantor berita negara Iran yang mengutip Garda Revolusi Iran menyebut serangan ke Pangkalan Al-Asad adalah aksi pembalasan setelah komandan pasukan elite Iran, Jenderal Qasem Soleimani tewas.

Rangkaian serangan itu berlangsung beberapa jam setelah pemakaman Soleimani. Gempuran kedua terjadi di Irbil sesaat setelah sejumlah rudal menghantam Pangkalan Al-Asad, sebut Al Mayadeen TV dilansir BBC.

Soleimani membuka jalan bagi operasi militer di Timur Tengah, dan pembunuhannya menandai eskalasi besar dalam ketegangan antara Washington dan Teheran.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mengatakan ia sangat khawatir akan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

"Ini momen saat para pemimpin negara harus sangat menahan diri. Dunia tidak bisa bertahan jika terjadi perang lagi di Teluk," kata juru bicaranya, Farhan Haq, dalam sebuah pernyataan dikutip BBC.

Meskipun beberapa orang menyebut pembunuhan Soleimani sebagai "deklarasi perang" dari Amerika Serikat terhadap Iran, penting untuk tidak melebih-lebihkan atau meremehkan signifikansi momen ini.

Ini tidak akan memicu Perang Dunia Tiga. Aktor kunci yang bisa terlibat dalam konflik seperti itu, misalnya Rusia dan China, tidak menjadi pemain penting dalam 'drama' ini.

Tapi ini bisa menjadi momen yang menentukan bagi Timur Tengah dan bagi peran Washington di dalamnya. Serangan balasan dari Iran bisa terjadi, dan ini bisa mengakibatkan siklus aksi dan reaksi yang membawa kedua negara mendekati konflik habis-habisan.

Respons Iran bisa mengarah pada kepentingan militer AS di kawasan, tapi bisa juga pada target lain terkait AS yang menurut Iran rentan.

Kini Iran berikrar akan melakukan balas dendam atas pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani yang posisinya sekarang diisi oleh wakilnya, Esmail Qaani.

Qasem Soleimani selama ini memimpin Pasukan Quds, kesatuan elite di tubuh Garda Revolusi Iran yang bertugas menangani operasi rahasia di luar negeri.

Pasukan Quds terlibat dalam rangkaian konflik di Suriah, di antaranya memberikan konsultasi kepada pasukan yang setia terhadap Presiden Suriah, Bashar al-Assad, sekaligus mempersenjatai ribuan milisi Syiah di Suriah dan Irak.
  
Adapun di Irak, pasukan elite itu memberi dukungan kepada paramiliter Syiah yang membantu melawan kelompok teroris ISIS.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon