Internasional

Pandemi Munculkan Peradaban Berbasis Jaringan

Sel, 2 Juni 2020 | 01:30 WIB

Pandemi Munculkan Peradaban Berbasis Jaringan

Covid-19 di sisi lain mempercepat masyarakat melakukan network based civilization. Mereka tetap bersilaturahim dan berdiskusi bersama meski dari tempat yang berbeda.

Jember, NU Online
Wakil Ketua LDNU Jawa Timur, KH M Noor Harisudin manyampaikan bahwa dalam keadaan serba tidakpasti akibat wabah Covid-19 saat ini masyarakat menikmati network based civilization (peradaban berbasis jaringan). Karenanya, bukan dalam satu wilayah negara saja, masyarakat di berbagai belahan dunia pun dapat bersilaturahim.
 
"Covid-19 di sisi lain juga mempercepat kita dalam melakukan network based civilization. Kita bisa tetap bersilaturahmi dan berdiskusi bersama meski dari tempat yang berbeda," ujarnya saat halal bi halal secara daring, Ahad (31/5).
 
Dengan itu pula, dapat dimengerti bahwa ada keberislaman yang berbeda (living religion) dan muncul pada saat kondisi pandemi ini. Hal itu menurunya menjadi menarik untuk kita teliti, bagaimana umat Muslim di berbagai negara dalam berinteraksi dengan pemerintah setempat.
 
"Dalam banyak hal ada yang sama dan beberapa hal yang berbeda. Akhirnya kita tetap menjalani kehidupan dengan nyaman karena life is journey not a destination; kehidupan adalah sebuah perjalanan bukan sebuah tujuan," ujar Kiai Haris yang juga merupakan pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember.
 
Selai itu, pada peradaban saat ini, ada fiqih al-aqalliyyat. Dirinya teringat pertanyaan seorang pekerja migran Indonesia ketika di Taipe, ibu kota Taiwan tahun 2018 yang silam.
 
"Kiai, bagaimana hukumnya saya tidak Shalat Jumat? Bagaimana hukum Shalat saya. Saya bekerja di peternakan babi," tuturnya.
 
Kemudian, saat di Australia tahun 2019 ada pertanyaan menarik. Prof, bagaimana hukum orang pakai mashul khuffain? Opera house di Sydney ada pertanyaan tentang orang Islam susah wudlu karena kaki dilarang masuk westafel.
 
Ketika pengajian di Masjid Westall Melbourne, seorang ibu-ibu bertanya, bagaimana hukum anaknya yang menjadi tentara di Australia, tidak bisa shalat lima waktu karena kondisi yang tidak memungkinkan.
 
"Dalam kondisi pandemi Covid-19, Fiqh al-Aqalliyat pasti akan ada banyak kemurahan dan rukhsah daripada hari-hari biasanya," jelasnya.
 
Persoalan-persoalan tersebut, imbuh Guru Besar termuda pada PTKIN yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN seluruh Indonesia, ini semakin menarik untuk diteliti sekaligus dicarikan jawabannya.
 
Kegiatan silaturahim internasional tersebut diadakan oleh PMII Jember bekerjasama dengan PC PMII Jember dan World Moslem Studies Center (Womester) Bekasi.
 
Sekertaris PC PMII Jember Mohammad Faqih Alharamain yang juga moderator pada acara tersebut mengatakan kegiatan seperti ini merawat tradisi para pendahulu kita dengan melalui silaturahmi dan halal bihalal.
 
"Kegiatan silaturahmi dan halal bi halal merupakan bentuk implementasi dari Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yaitu Hablum Minannas (hubungan antarsesama manusia berupa menghargai, tepo sliro, dan saling memaafkan satu sama lain. Hal ini juga selaras dengan visi rahmatan lil alamin yang diperjuangkan oleh Nahdlatul Ulama (NU) di berbagai negara," katanya.
 
Bertema Potret Hari Raya Idul Fitri Berbagai Negara Dunia di Tengah Pandemi Covid-19, acara menghadirkan narasumber dari berbagai negara dan empat benua yakni Eropa, Australia, Afrika, dan Asia.
 
Mereka adalah Rais Syuriyah PCINU Belanda KH Nur KH Nur Hasyim Subadi, mahasiswa Ph D Flinders University yang juga Wakil Katib Syuriyah PCINU Australia-New Zealand Sabilil Muttaqin, Wakil Katib Syuriyah PCINU Mesir H Ali Irham, Ketua Fatayat PCINU Taiwan Tarnia Tari, dan Public Relation PCINU Malaysia Muhammad Taufiq, Ph D. 
 
Kontributor: M Irwan Z
Editor: Kendi Setiawan