Internasional

Santri NU di Australia Kenalkan Pakaian Khas Pesantren

Sel, 15 November 2022 | 12:30 WIB

Santri NU di Australia Kenalkan Pakaian Khas Pesantren

Santri NU di Australia mengenalkan pakaian khas pesantren dalam rangka memperingati Hari Santri 2022 yang digelar di Gedung Yagoona Community Centre pada Ahad (13/11/2022).

Sydney, NU Online
Sarung identik dengan santri dan kalangan pesantren. Tak pelak, mereka kerap dijuluki kaum sarungan. Istilah yang mungkin pada mulanya sebagai bentuk tanggapan miring justru menjadi kebanggaan bagi kalangan santri. Tak hanya di Indonesia, santri yang tengah tinggal di luar negeri pun menunjukkan kebanggaannya dengan mengenakan sarung tersebut, lengkap dengan peci hitamnya. Hal ini yang dilakukan Nahdliyin di Australia dalam rangka memperingati Hari Santri 2022 di Gedung Yagoona Community Centre pada Ahad (13/11/2022).

 

Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia Selandia Baru Yusdi Maksum mengatakan bahwa penggunaan sarung itu dilakukan sebagai bentuk kampanye budaya Islam Indonesia di Negeri Kanguru. Pasalnya, atribut keislaman yang selama ini dikenal publik Australia sangat khas Timur Tengah.

 

ā€œMereka pada umumnya hanya mengenal Islam dari media dan dari orang-orang yang menggunakan atribut-atribut busana Timur Tengah. Jarang sekali orang muslim di Australia menggunakan sarung dan peci jalan-jalan di tempat umum atau pasar, apalagi merayakan Hari Santri kalau bukan seorang santri sejati dari kalangan Nahdliyin,ā€ katanya kepada NU Online.

 

Ketua Pengajian NU Kaifa Ustadz Muhammad Johan Nasrul Huda mengatakan bahwa pelaksanaan hari santri yang pertama kalinya di Sydney secara langsung bertujuan untuk memperkenalkan wajah Islam Indonesia yang penuh dengan true beauty of Islam. True Beauty yang dimaksudkan adalah keramahtamahan kaum muslimin terutama sopan santun dari Nahdliyin yang hidup di luar negeri terutama di Australia.

 

Sementara Wakil Rais Syuriah PCINU Australia Selandia Baru Ustadz Emil Idad menegaskan bahwa peringatan Hari Santri merupakan momen penting untuk mengingat jasa para ulama terhadap negara Indonesia yang kita cintai. Para santri tidak pernah lupa tentang jati dirinya dari mana mereka berasal. Kalangan santri juga tidak tertutup pada orang yang pernah mondok di pesantren saja. tetapi santri juga bisa berasal dari kalangan manapun yang mau berjuang dan bergabung dalam jamaah Nahdlatul ulama yang artinya menjadi santrinya Hadratussyekh KH Hasyim Asyā€™ari.

 

Bentuk TPQ Ma`arif di Sydney
Senada, Wakil Ketua PCINU Australia Selandia Baru Ustadz Maslathif Dwi Purnomo menambahkan, momentum ini sangat penting untuk berkhidmat kepada NU dan mengamalkan ilmu-ilmu dari pesantren di mana saja berada.

 

Karenanya, para santri yang kini tinggal di salah satu kota terbesar di Australia itu tidak hanya memainkan peranannya pada bidang studi yang mereka geluti dan tekuni. Melalui PCINU, mereka mendirikan Taman Pendidikan Al-Qurā€™an Maā€™arif untuk memberikan pembelajaran dan pendidikan Al-Qurā€™an bagi anak-anak sedini mungkin.

 

Tak beda dengan kegiatan TPA, peringatan santri nasional kali ini para santri- santri di Sydney selalu mengulurkan tangan bersama untuk penyediaan konsumsi makanan dalam acara pengajian NU ini. Para jemaah saling menyumbang makanan dan minuman untuk ngalap berkah hari santri dan berkhidmat kepada para pendiri organisasi Nahdlatul Ulama.

 

Berjuang menjaga iman
Kegiatan ini dihadiri Atase Sosial Budaya Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) Sydney Tubagus Farih Mufti. Hadir pula Syekh Fawaz Abboud, seorang ulama lokal kelahiran Lebanon. Ia juga pengajar di Islamic High Council Darul Fatwa of Australia.

 

Dalam kesempatan tersebut, Syekh Fawaz mengingatkan bahwa pentingnya memilih pendidikan agama dan metode dakwah yang tepat. Ia mengungkapkan perbedaan antara lingkungan masyarakat Islam dan non-Islam ibarat langit dan dasar laut.

 

Jika hidup di Indonesia, kata dia, lingkungan sekitar memudahkan untuk memperoleh akses pendidikan keagamaan. Demikian juga dengan lingkungan masyarakat Muslim di Indonesia, sebagai negara Islam yang terbesar maka akan membantu membangun karakter keagamaan keislaman lebih mudah.

 

Sebaliknya di Australia, sambungnya, Muslim hidup sebagai kaum minoritas sehingga harus berjuang keras demi tegaknya agama dan menjaga keimanan untuk tetap beristikamah memegang kalimah tauhid.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi