Internasional

Serba-serbi Ramadhan di Maroko

Sen, 18 April 2022 | 15:30 WIB

Serba-serbi Ramadhan di Maroko

Masjid Hassan II di Casablanca, Maroko. (Foto: Pixabay)

Jakarta, NU Online

Masyarakat Muslim dunia saat ini tengah menjalankan ibadah puasa Ramadhan, termasuk Muslim di Maroko. Maroko merupakan negara yang terletak di benua Afrika bagian utara. Negara yang memiliki julukan “Al Maghribi” ini dihuni oleh mayoritas beragama Islam dengan komposisi populasi Muslim sebanyak 99 persen dari penduduk negara.

 

Ketua Fatayat Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko Avika Afdiana Khumaedi menerangkan bahwa bulan Ramadhan di Maroko tahun ini jatuh di musim semi. Hal ini berbeda dengan bulan Ramadhan di beberapa tahun sebelumnya.

 

“Tahun-tahun sebelumnya, bulan Ramadhan itu jatuh di musim panas, terhitung selama 4 tahun saya di Maroko sejak 2017,” papar Avika saat dihubungi NU Online, Ahad (17/4/2022).

 

Perbedaan musim tersebut berpengaruh terhadap perubahan durasi berpuasa di Maroko. Avika menyebut bahwa pada Ramadhan tahun ini, umat Islam di Maroko menjalankan ibadah puasa selama kisaran 16 jam, terhitung sejak pukul 03.15 hingga 19.05.

 

Hal ini berbeda dengan berpuasa di musim panas. Saat musim panas, Avika menutur bahwa durasi puasa di Maroko bisa mencapai sekitar 16-17 jam.

 

“Biasanya di musim panas kita berpuasa dari 16-17 jam. berbeda dengan musim semi tahun ini kita berpuasa dari jam 03.15 pagi sampai jam 19.05 sore,” terangnya.

 

Berbuka dengan yang manis

Ungkapan “Berbuka dengan yang manis” terasa begitu hidup di Maroko. Avika menutur, hal ini lantaran menu makanan penduduk Maroko sendiri didominasi oleh halawiyat atau manisan.

 

“‘Berbukalah dengan yang manis’, itu ada banget di Maroko. Jadi, kita bisa melekatkan mereka sebagai yang selalu berbuka dengan yang manis-manis,” ungkap Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mohammed V Rabat Maroko itu.

 

Terdapat beberapa menu yang banyaknya selalu dihidangkan saat berbuka puasa di Maroko. Menu tersebut meliputi harira atau sup khas Maroko, kurma, b’ssara yang berbahan dasar kacang-kacangan seperti almond dan kenari lalu ditambah dengan minyak zaitun, dan baghrir.

 

Menu-menu tersebut, lanjut Avika, menduduki posisi yang sama dengan beragam takjil di Indonesia seperti kolak, candil, dan bubur kacang hijau. Hanya saja, beragam menu khas Maroko tadi didominasi oleh bahan dasar kacang-kacangan.

 

Menghidupkan Al-Qur’an

Menghidupkan malam Ramadhan dengan lantunan ayat suci Al-qur’an begitu terasa di Maroko. Avika menjelaskan, pelaksanaan Tarawih di Maroko biasanya diisi dengan kegiatan khataman Al-Qur’an.

 

“Durasi shalat tarawih di Maroko lebih lama daripada durasi kebiasaan di Indonesia yang misalnya dengan bacaan Juz Amma atau awalan surat tertentu dalam Al-Qur’an,” tuturnya.

 

Berbeda dengan Indonesia, tradisi itulah yang membawa penduduk Maroko memiliki dua kebiasaan berbeda saat berbuka puasa. Selain takjil, penduduk Maroko juga cenderung baru akan mengonsumsi makanan berat usai melaksanakan shalat Tarawih.

 

Menurut Avika, hal ini lantaran durasi malam di Maroko yang pendek. “Ada makanan berat yang mana mereka makannya itu setelah shalat Isya atau Tarawih. Ada ayam, daging, sayur yang dihidangkan dengan roti, bukan nasi,” katanya.

 

Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi