Internasional

Resolusi Penyelesaian Genosida Palestina oleh Israel Selalu Gagal, Hak Veto Kerdilkan PBB

Kam, 11 Januari 2024 | 20:00 WIB

Resolusi Penyelesaian Genosida Palestina oleh Israel Selalu Gagal, Hak Veto Kerdilkan PBB

Ilustrasi: sejumlah orang Palestina berupaya menjauh dari reruntuhan bangunan menyusul serangan udara Israel terhadap masjid Sousi di Kota Gaza, Oktober 2023. (Foto: AFP via BBC Indonesia)

Jakarta, NU Online

Penyelesaian genosida Israel terhadap bangsa Palestina yang terus berlarut-larut hingga kini belum menemukan titik terang. Serangan bombardir yang dilancarkan Israel sejak 7 Oktober 2023 lalu telah menewaskan 23.424 jiwa dan lebih dari 62.900 korban luka-luka.


Pengamat Hubungan Internasional Harry Darmawan menilai bahwa resolusi penyelesaian konflik yang tak kunjung selesai tersebut merupakan bentuk ketidakefektifan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang tersandera oleh hak veto negara-negara anggota Dewan Keamanan (DK) PBB.


"Ini memperlihatkan betapa tidak efektifnya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam konflik Rusia-Ukraina, Rusia memveto. Dalam urusan Palestina-Israel, Amerika Serikat memveto," terang Harry kepada NU Online, Rabu (10/1/2024).


"Adanya negara-negara yang memiliki hak veto dalam organisasi internasional itu akan mengkerdilkan peran dan kewenangan dari organisasi itu sendiri," sambungnya.


Menurut Harry, konflik ini tidak berkaitan dengan ideologi atau agama, melainkan masalah kemanusiaan yang seharusnya disuarakan bersama.


"Ini bukan soal ideologi, bukan soal agama, tapi ini soal kemanusiaan. Kemanusiaan itu di atas segalanya," terang dia.


Meskipun upaya Indonesia dalam mendesak perubahan dapat memicu perhatian, Harry menekankan pentingnya mendapatkan dukungan lebih luas dari negara-negara yang sependapat.


"Akan ada dinamika dengan apa yang diusahakan Indonesia, tapi dengan penekanan yang terus menerus setidaknya membuat Amerika berpikir ulang untuk bisa men-support Israel sedemikian ekstremnya, karena Israel tanpa dukungan Israel itu akan nothing juga," Jabar dia.


Dia menilai bahwa konsolidasi negara-negara seperti Indonesia dan Afrika Selatan, serta melibatkan peran organisasi keagamaan baik Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dapat memberikan dampak signifikan.


Harry berpendapat bahwa dengan memberikan tekanan bersama, konsekuensi politik dan ekonomi yang dihadapi oleh Israel dapat semakin signifikan. Terlebih lagi, melibatkan organisasi-organisasi masyarakat dapat memberikan dukungan dan legitimasi kuat atas upaya diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.


Dalam situasi dinamika di Amerika dan Israel, Harry mengingatkan bahwa membangun dukungan solid dari negara-negara yang memiliki pandangan serupa sangat penting.

 

Meskipun pemerintahan AS mungkin tidak sepenuhnya mendukung, namun dukungan kuat dari tingkat masyarakat dan organisasi non-pemerintah dapat menjadi faktor penting dalam membentuk pandangan dunia terhadap penyelesaian konflik Israel-Palestina.


"Oleh karena itu, apa yang dilakukan Indonesia saat ini perlu perluasan pendalaman," terang dia.


"Misalnya, Indonesia bertindak sebagai sebuah negara atas nama negara kita juga butuh organisasi Islam untuk bisa saling terkoneksi dengan organisasi-organisasi di dunia internasional agar Israel menghentikan invasinya dan bahkan menarik pasukan dari Gaza," tambahnya.