Kesehatan

Manfaat Menahan Marah Saat Puasa untuk Kesehatan Jantung

Sen, 27 Maret 2023 | 12:30 WIB

Manfaat Menahan Marah Saat Puasa untuk Kesehatan Jantung

Orang marah. (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Selain menahan lapar dan dahaga, puasa juga mengajarkan umat Islam yang melaksanakannya untuk menahan amarah. Nafsu amarah seringkali membuat seseorang lupa terhadap banyak hal. Apabila tidak dikendalikan, marah dapat berdampak buruk baik bagi diri orang yang marah maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Melalui puasa, kaum muslimin dituntun untuk mengendalikan amarahnya sehingga membawa banyak kebaikan.


Begitu pentingnya menahan marah saat puasa, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyarankan orang yang berpuasa dan dicela atau diajak berkelahi untuk menyatakan bahwa dirinya sedang berpuasa. 


فإذا كان أحدكم صائماً فلا يرفث ولا يجهل فإن امرؤ قاتله أو شاتمه فليقل إني صائم إني صائم


Artinya, “Maka apabila salah seseorang di antaramu melaksanakan ibadah puasa, maka janganlah mengucapkan kata-kata yang kotor, tidak sopan atau menghina. Bahkan bila ia dicaci dan dimaki orang lain, atau diajak berkelahi sekalipun, katakanlah: Aku sedang berpuasa”. (Hadits riwayat Abu Dawud: 2016)


Secara normal, orang yang dicela dan diajak berkelahi tentu merasa terpancing emosinya sehingga akan marah. Namun, dalam keadaan berpuasa, anjuran menahan marah perlu diterapkan dengan pernyataan bahwa dirinya sedang berpuasa. Pernyataan tersebut merupakan upaya untuk menguatkan jiwa dari dirinya sendiri untuk tidak melayani nafsu amarah. Pernyataan tersebut penting untuk membangun kesadaran secara optimal agar tidak terseret pada kondisi naik pitam.


Lantas, apa manfaat menahan marah bagi kesehatan pribadi orang yang menerapkannya? Apakah menahan marah hanya memiliki dampak psikologis? Ataukah ada dampak menahan marah terhadap kesehatan organ-organ vital yang ada pada tubuh manusia? 


Sebenarnya menahan marah tidak hanya berlaku saat berpuasa. Secara umum, Nabi menganjurkan sahabat dan umatnya untuk tidak marah. Dalam riwayat Abu Hurairah, ketika seorang sahabat meminta nasihat kepada Rasulullah, maka muncullah perintah untuk tidak marah. Bahkan perintah tersebut diulang hingga tiga kali. Maka pasti ada rahasia besar di balik anjuran tersebut untuk kebaikan kaum muslimin.


Memiliki sifat pemarah merupakan perilaku yang tidak terpuji dalam Islam. Hal ini berlaku sepanjang tahun, tetapi lebih-lebih selama Ramadhan. Kemarahan memiliki sejumlah efek fisiologis yang tidak diinginkan pada tubuh yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan orang yang berpuasa. Pengobatan modern mengungkap hikmah di balik nasehat Nabi untuk tidak marah dikaitkan dengan puasa Ramadhan.


Menahan amarah ketika berpuasa Ramadhan membuat keadaan psikologis seseorang menjadi lebih tenang dan secara ilmiah akan menurunkan kadar adrenalin dalam tubuh. Adrenalin atau epinefrin adalah suatu hormon yang sangat mempengaruhi kerja jantung, pembuluh darah, dan organ-organ vital lainnya seperti liver atau hati. Saat seseorang marah, tubuh akan mengeluarkan adrenalin sepuluh kali lebih banyak daripada saat tenang. 


Mengapa peningkatan adrenalin begitu berbahaya bagi tubuh orang yang berpuasa? Pertama-tama, adrenalin merangsang peningkatan pembakaran glikogen atau suatu bentuk gula cadangan energi yang disimpan di hati. Adrenalin menyebabkan respons untuk melawan atau respon lari dan membakar banyak sumber energi tubuh untuk melakukannya.


Idealnya, orang yang berpuasa harus menghemat simpanan glikogen karena tubuh (jika tidak ada asupan makanan) bergantung pada glikogen ini untuk mengubahnya menjadi glukosa yang memasok energi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi dasar tubuh. Berulang kali bertengkar, membentak, kehilangan kesabaran, dan membiarkan amarah seseorang mengalir tanpa pengendalian akan menghabiskan energi dan menyia-nyiakan simpanan glikogen tubuh. Di akhir puasa, seseorang yang sering marah akan merasa tegang secara fisik dan emosional, lelah, dan kehabisan energi.


Kedua, adrenalin menghasilkan efek diuretik pada tubuh seseorang. Artinya meningkatkan pengeluaran urin yang mengakibatkan hilangnya cairan dari tubuh. Lonjakan adrenalin dalam tubuh bisa membuat orang yang berpuasa merasa lelah, haus, dan kekurangan cairan. Selain itu, marah dan bereaksi berlebihan selama Ramadhan menghilangkan pahala seorang muslim yang berpuasa.


Sebaliknya, ketika seseorang menahan amarah, hormon adrenalin akan berada di level rendah. Minimnya adrenalin akan memberikan efek baik pada tubuh seperti mencegah pembentukan kolesterol dan kontraksi empedu yang lebih baik di mana hal ini dapat mengurangi resiko penyakit pembuluh darah, jantung dan otak seperti jantung koroner, stroke serta lainnya.


Organ-organ vital yang mendapatkan manfaat dari menahan marah saling berkaitan. Jantung dan pembuluh darah memiliki satu kesatuan sistem yang disebut sebagai kardiovaskular. Sistem ini bekerja untuk memompa darah dan mengalirkannya ke seluruh tubuh bersama dengan nutrisi dan oksigen yang terkandung di dalam darah. Sehatnya sistem kardiovaskular akan menunjang sehatnya otak dan organ-organ yang lain.


Dalam riset yang dirangkum oleh Mastor, Kasan, dan Locke dinyatakan bahwa Puasa Ramadhan berefek menurunkan detak jantung dan konsumsi oksigen. Hal ini menunjukkan bahwa metabolisme tubuh bergerak ke arah perlambatan dan penyimpanan energi yang menjadi ciri khas adaptasi metabolisme saat puasa (Mastor dkk, 2019, Fasting Effects on Emotion Changes-A Multi-Level Analyses, International Summit on Science Technology and Humanity: halaman 200-208).


Puasa selayaknya dapat digunakan sebagai metode pendisiplinan untuk melatih orang beriman mengendalikan amarahnya. Menjelang akhir bulan Ramadhan, seorang mukmin lebih mampu meredam amarahnya dan lebih kuat mengendalikan emosinya. Tidak pernah ada hasil yang baik untuk meluapkan amarah atas hal-hal duniawi. Sebaliknya banyak sekali resiko kesehatan yang dapat menimpa organ-organ vital seseorang akibat tidak mampu mengendalikan marah. Wallahu a’lam bis shawab.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker, pakar farmasi, anggota MUI Cilacap