Lingkungan

BRGM Beberkan Ide Cerita Kompetisi Film Pendek NU Online 2021

Jum, 25 Juni 2021 | 11:00 WIB

BRGM Beberkan Ide Cerita Kompetisi Film Pendek NU Online 2021

Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Edukasi dan Sosialisasi BRGM RI Suwignya Utama (Foto: BRGM)

Jakarta, NU Online
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) RI menjelaskan beberapa ide cerita lingkungan yang bisa diangkat menjadi karya sinematik dalam Kompetisi Film Pendek bertema Pulihkan Alam, Pulihkan Kemanusiaan yang digelar NU Online.

 

Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Edukasi dan Sosialisasi BRGM RI Suwignya Utama mengatakan, pihaknya membutuhkan bantuan dari semua pihak untuk membuat penyadaran berupa edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, terutama dalam melakukan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. 

 

"Penyadaran itu misalnya dilakukan dalam bentuk karya film. Karena film adalah salah satu media penyadaran masyarakat untuk membangun kepedulian dalam menjaga lingkungan. Edukasi melalui film sangat penting," kata Suwignya, dalam Webinar Produksi Film Bertema Lingkungan bersama calon peserta Kompetisi Film Pendek NU Online, pada Kamis (24/6) kemarin. 

 

Dijelaskan bahwa terdapat tiga hal yang menjadi sorotan utama dalam sebuah karya film. Ketiga itu adalah aspek informatif, edukatif, dan persuasif. Ia berharap agar karya film yang nanti diproduksi dalam Kompetisi Film Pendek itu dapat memenuhi tiga aspek tersebut. 

 

"Pertama, kita harus bisa memberikan informasi terkait dengan objek kita. Misalnya mangrove dan gambut ini yang harus dijaga. Karena kalau sampai terjadi kerusakan maka akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kehidupan dan ekosistem di sekitarnya. Film yang akan diproduksi diharapkan memuat informasi mengenai topik yang akan diangkat," jelas Suwignya. 

 

Dari informasi yang disampaikan itu, katanya, dapat memberikan unsur edukasi kepada masyarakat. Para penonton atau pemirsa yang menyaksikan tayangan film bertema lingkungan itu kelak akan sadar bahwa jika alam tidak dijaga maka akan timbul bencana.

 

"Nah, kemudian diharapkan dari film itu bisa ada aspek persuasi untuk menggerakkan masyarakat. Untuk kemudian ada kemauan atau niat untuk menjaga lingkungan. Minimal ada tiga itu yang diharapkan," jelasnya.

 

Jika mengangkat soal restorasi gambut, misalnya, ia mencontohkan agar memuat pesan agar bagaimana caranya gambut tidak dibakar. Karena itu, bisa dicegah dengan cara rewetting atau pembasahan lahan kembali. 

 

"Jadi ide cerita di film itu nanti bisa juga mengulik mengenai pembuatan sekat kanal, sumur bor, dan upaya yang dilakukan untuk mencegah kekeringan lahan gambut. Ini bisa menjadi topik dalam film," katanya.

 

"Bisa juga tema terkait dengan penanaman kembali (revegetasi). Jadi tentang penanaman di berbagai tempat atau mengulik kegiatan penanaman sebagai upaya mengembalikan lahan gambut yang gundul atau terdegradasi," imbuh Suwignya. 

 

Selanjutnya, yang tidak kalah penting adalah mengangkat tema sosial kemasyarakatan. Sebagai contoh, masyarakat yang diberi bantuan di bidang perikanan, peternakan, dan pertanian yang menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat bisa menjadi bahan ide cerita dalam karya film. 

 

"Sehingga, aspek ekonomi itu bisa membuat masyarakat ada kepedulian terhadap lingkungan," terang Suwignya dalam webinar yang dihadiri oleh Jurnalis Senior Susi Ivvaty dan musisi yang juga aktivis lingkungan, Nugie.

 

Ia juga mengusulkan agar para peserta Kompetisi Film Pendek NU Online mengulik tentang kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan masyarakat. Seperti penanaman pohon mangrove yang mungkin saja menarik untuk diambil gambarnya. 

 

"Dari yang semula keadaan ekosistem mangrove itu kritis atau rusak, kemudian mulai ditanami. Ini bisa dibuat film dari mulai persemaiannya, itu sangat menarik sehingga bisa membangkitkan kepedulian masyarakat luas untuk menjaga," jelasnya.

 

Selain itu, diusulkan pula agar menggarap film dengan ide cerita tentang manfaat ekosistem mangrove dan dampak kerusakan ekosistemnya. Manfaat dari ekosistem mangrove di antaranya adalah bisa dijadikan tempat rekreasi alam atau ekowisata.

 

"Beberapa tempat sudah banyak. Bisa juga sebagai tempat budidaya ikan, membesarkan kepiting. Itu ada yang menarik sekali. Jadi kepiting itu kalau sudah lama itu cangkangnya keras, yang dimakan hanya dagingnya saja. Tapi kalau dari hasil budidaya melalui mangrove, kepiting bisa dimakan sampai cangkangnya. Itu menarik untuk bisa dijadikan film," tuturnya.

 

Kalau ide cerita yang bisa diangkat dari tanaman gambut, bisa pula diangkat dari aspek pembukaan lahan tanpa bakar. Di BRGM RI sendiri, terdapat program-program untuk mendidik para petani agar ketika bertani di lahan gambut tidak dengan cara membakar. 

 

Suwignya pun menyarankan agar dibuat karya film yang mengangkat tentang proses pembuatan pupuk secara alami. Sebab jika lahan gambut tidak dibakar maka bisa pula menghasilkan nilai-nilai ekonomis. Terlebih pupuk alami bisa lebih murah dan kualitas hasilnya lebih bagus. 

 

"Ini bisa menjadi bahan-bahan di dalam film sehingga bisa membangkitkan minat kepada masyarakat luas untuk sama-sama menjaga gambut, seperti bertani dengan tanpa bakar. Lalu bisa juga terkait olahan masyarakat dari gambut seperti kerajinan tangan yang bisa juga menjadi objek dalam film," pungkas Suwignya.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan