Lingkungan PROFIL DAI GAMBUT

Cara Ustadz Mahmud Kampanyekan Pemulihan Lahan Gambut 

Jum, 24 April 2020 | 06:45 WIB

Cara Ustadz Mahmud Kampanyekan Pemulihan Lahan Gambut 

Menurut Ustadz Mahmud, lahan-lahan gambut yang ada di Kalimantan Tengah rentan terbakar. Jika tidak ada perhatian serius dari masyarkat, potensi kebakaran gambut tersebut sangat besar. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Masyarakat Desa Harapan Jaya Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah mungkin sudah tak asing dengan sosok Mahmud Yuda (39). Intensitas Ustadz Mahmud, panggilan akrab Mahmud Yuda, terjun ke pelosok Desa Harapan Jaya memang membuat namanya tidak mudah dilupakan oleh masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di lingkungan lahan gambut. 
 
Kehadiran Ustadz Mahmud di masyarakat bukan tanpa alasan. Dia mendatangi warga di perkampungan dalam rangka bedakwah, mengajak masyarakat merawat dan memulihkan lahan gambut. Menurut Ustadz Mahmud, lahan-lahan gambut yang ada di Kalimantan Tengah rentan terbakar. Jika tidak ada perhatian serius dari masyarkat, potensi kebakaran gambut tersebut sangat besar. 
 
"Intinya, gambut itu harus kita awasi, kelola, dan dijaga ekosistemnya. Sebagai seorang petani di lahan gambut saya merasa bersyukur dan bahagia bisa bersilaturahim hampir setiap hari dengan masyarakat langsung," kata ayah dua anak ini kepada NU Online.
 
Semua itu, akunya, dilakukan karena menjaga lingkungan itu perintah Allah. Itu mengacu dari Al-Qur'an Surat Al-A'raf  ayat 7.
 
Menurut ustadz kehaliran Ponorogo, Jawa Timur, 6 Januari 1981 ini,gambut merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada masyarakat Kalimantan Tengah. Karena itu harus diolah dan dimanfaatkan sebaik mungkin oleh umat manusia, bukan malah dirusak. 
 
Target dakwah yang dilakukannya adalah untuk menyadarkan masyarakat di kawasan lahan gambut agar semakin mencintai lingkungan. Sehingga, ekosistem gambut yang rusak dapat direstorasi dengan optimal. 
 
Sebelum menjadi seorang Dai Gambut tahun 2018, dirinya sudah sering melakukan ajakan kepada masyarakat di perkampungan untuk menjaga lahan gambut. Kata dia, hal itu dilakukan karena memang perintah agama. 
 
"Kebetulan saya juga perangkat desa. Satu bulan sekali kami adakan pengajian dan saya selalu sampaikan soal kewajiban umat manusia menjaga lingkungan, menjaga alam, dan menjaga bumi," katanya. 
 
Masyarakat, lanjut ustadz yang tinggal di RT 14 RW 03 Desa Harapan Jaya ini, harus banyak diingatkan terkait hal apa pun. Karakter manusia yang pelupa menjadi dasar mengapa sesama umat Islam harus saling mengingatkan. 
 
"Saya sangat yakin pengaruh dakwah atau sosialisasi terkait ajakan menjaga lahan gambut terhadap tidak adanya kebakaran hutan pasti ada. Karena itu saya tak bosan-bosan akan terus berdakwah. Sekarang saja, alhamdulillah dengan kesadaran mereka tidak ada lagi yang membakar," cerita pria yang sehari-hari mengajar ngaji dan berkebun ini.
 
Ia menegaskan, dampak kebakaran hutan atau kebakaran lahan gambut sangat merugikan kesehatan masyarakat. Peristiwa alam tersebut terbukti telah menimbulkan asap beracun yang mengancam nyawa masyarakat di Kalimantan Tengah.
 
Ustadz Mahmud berpesan agar umat Islam terutama mereka yang tinggal di lahan gambut mengikuti perintah Allah dalam surat Al-Mulk ayat 15. Dalam ayat tersebut, kata dia, Allah  telah memerintahkan hamba-Nya untuk untuk mendiami bumi, mengelola dan mengembangkan.
 
"Allah-lah yang menjadikan bumi ini untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya, dan makanlah sebagian dari rejeki-Nya," kata Ustadz Mahmud mengutip terjemahan ayat Al-Qur’an. 
 
Usaha Ustadz Mahmud menyadarkan masyarakat di Desa Harapan Jaya tidak sia-sia. Dengan intens ia turun ke pelosok perkampungan, sosialisasi bahaya membakar hutan, sosialisasi cara pengolahan tanpa bakar dan meluruskan pemahaman agama masyarakat soal lingkungan.
 
Salah satu hasilnya, dapat ditunjukan dari tidak adanya kebakaran hutan di wilayah yang masyarakatnya mengikuti penyuluhann dia, sejak tahun 2018 sampai dengan saat ini. Padahal jauh sebelum itu, masyarakat masih membandel, karena menganggap membuka lahan dengan cara dibakar tidak menjadi persoalan pelik karena mereka menganggap hal itu sesuatu yang biasa. 
 
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori 
Editor: Kendi Setiawan