Lingkungan PROFIL DAI GAMBUT

Perjalanan Dadang Menjadi Dai Gambut di Perdesaan Jambi

Jum, 8 Mei 2020 | 10:30 WIB

Perjalanan Dadang Menjadi Dai Gambut di Perdesaan Jambi

Ustadz Dadang saah satu dai gambut (Foto: dok Istimewa)

Jakarta, NU Online
Ustadz Dadang, begitu kebanyakan orang memanggilnya. Sosoknya yang sederhana dan tingginya perhatian kepada kebersihan lingkungan membuat Pria 48 tahun ini semakin dikenal oleh masyarakat, terutama oleh warga yang tinggal di Desa Rawasari, Kecamatan Terbak, Kabupaten Panjat Timur, Provinsi Jambi yang sejak kecil sudah ia tinggali bersama keluarga besarnya.
 
Ustadz Dadang lahir di Jawa Barat 31 Desember 1972, sejak kecil dia telah dididik oleh kedua orang tuanya agar terus mencintai kebersihan lingkungan. Bagi Ustadz Dadang, menjaga kebersihan adalah memperkuat keimanan kita kepada Allah SWT. Karenanya tidak salah jika pemerintah melakukan berbagai pendekatan agar masyarakat mau melestarikan kesehatan lingkungan sebab ternyata hal itu memiliki banyak manfaat. 
 
"Dan saya sudah merasakan betul manfaat itu, saya merasa hidup lebih nyaman karena selalu membersihkan lingkungan," kata Ustadz Dadang kepada NU Online.
 
Bicara soal lingkungan tersebut, Ustadz  Dadang sudah sangat akrab dengan lahan gambut. Ustadz yang setiap pekan mendatangi perkampungan masyarakat ini memang sejak belia sudah meninggalkan kampung halamannya sesaat setelah memutuskan mengikuti kedua orang tuanya transmigrasi ke Jambi tahun 1982.  
 
Karena tinggal di lahan gambut, Ustadz Dadang merasa tidak kaget terkait struktur dan keadaan tanah gambut yang sebagian orang tidak percaya bahwa tanah tersebut dapat dikelola secara produktif. 
 
Minimnya kesadaran masyarakat untuk memulihkan dan menjaga ekosistem gambut di Jambi membuat Ustadz Dadang gelisah, pasalnya, karena minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat itulah yang mengakibatakan sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi. 
 
Ustadz Dadang mengutip data yang dirilis Walhi Jambi tahun 2019. Menurut dia, sampai 31 Oktober 2019 tersebut kebakaran di Jambi menelan sekitar 165.186,58 hektar hutan dan lahan, 114.000 hektar diantaranya adalah lahan gambut. 
 
Kebakaran itu telah melumpuhkan sektor perekonomian dan mengakibatkan 1.000 lebih sekolah diliburkan serta 63.000 orang terserang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) termasuk di dalamnya terjadi kerusakan lingkungan yang cukup serius.
 
Meski tidak terjadi di desa yang ia tinggali, menjadi dai gambut di tahun 2018 menjadi tantangan tersendiri bagi Ustadz Dadang mengingat dakwahnya  tersebut bertolak belakang dengan kondisi saat itu. 
Karenanya, setelah terajadinya peristiwa memilukan tersebut Ustadz Dadang semakin getol mengkampanyekan pemulihan ekosistem gambut kepada masyarakat setiap melakukan pertemuan di suatu tempat. Apakah itu dalam acara tertentu atau acara khusus yang dibuat untuk menyadarkan masyarakat dalam menjaga lingkungan. 
 
“Jadi sudah jelas yaa sebenarnya umat manusia itu memiliki kewajiban menjaga lingkungan. Pokoknya perjalanan saya menjadi seorang dai gambut diawali  pasca mendapatkan pelatihan dari Badan Restorasi Gambut (BRG). Kami dai gambut melakukan berbagai upaya diantaranya memasukan topik lingkungan saat kutbah Jumat,” kata Ustadz Dadang yang tetap bangga meski hanya menempuh pendidikan dasar ini. 
 
Menurut Ustadz  Dadang, sosialisasi atau kampanye pemulihan ekosistem gambut dilakukannya saat ada kegiatan di langgar, masjid atau mushala. Selain itu ada pula kegiatan yang dikemas khusus bersama para pemuda sekedar menggali lebih dalam apa itu gambut dan bagaiman cara memulihkannya. 
 
“Kalau di desa yang menjadi tugas saya, alhamdulillh respon masyarakatnya baik. Setelah mendapatkan pesan-pesan moral dari saya mereka menyambut baik dan tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar,” tutur suami Ai Karyati yang dinikahinya tahun 1990 itu. 
 
Paling penting, kata dia, dai gambut di Jambi telah bekerjasama dengan masyarakat dan pemerintah setempat melakukan patroli rutin memeriksa titik api gambut. Masyarakat juga telah ia dorong untuk terus mengembangkan lahan gambut menjadi lahan pertanian yang bisa menghasilkan ekonomo warganya. 
 
“Masyarkat mulai sadar, mereka sudah mau mengolah lahan gambut dengan cara yang benar. Misalnya untuk perkebunan sawit yang dibukanya sesuai dengan pola yang dianjurkan pemerintah yakni tidak dibakar. Belum lagi mereka yang menanam sayuran dan lain-lain,” ujarnya. 
 
Kehadiran Ustadz Dadang di tengah-tengah masyarakat memang tidak begitu asing, karena sebelum didaulat menjadi dai gambut BRG, Ustadz Dadang aktif di  Masyarakat Peduli Api (Mapi), organisasi binaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tugas dan perannya hampir sama, memantau dan memadamkan apil lahan gambut yang berpotensi menyebabkan kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Jambi. 
 
“Intinya soal menjaga lingkungan, melestarikan alam, Islam jelas yaa. Menjaga kebersihan sebagian daripada iman. Kalau anda ingin menjadi seorang mu’min ayo jaga alam kita,” tutupnya menegaskan. 
 
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori 
Editor: Kendi Setiawan