Nasional HAUL KIAI SAHAL

24 Januari: Mengenang Wafatnya Sang Rais Aam KH Sahal Mahfudh

Jum, 24 Januari 2020 | 13:00 WIB

24 Januari: Mengenang Wafatnya Sang Rais Aam KH Sahal Mahfudh

KH MA Sahal Mahfudh (NU Online)

Jakarta, NU Online
Jumat dini hari, 24 Januari 2014, pukul 01.10 WIB, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Haji Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh berpulang ke rahmatullah. Sontak kabar duka tersebut segera viral di media sosial. Hari ini, Jumat, (kebetulan harinya sama dengan enam tahun silam) kita mengenang berpulangnya pemimpin tertinggi NU di masa itu.

Wakil Rais Aam PBNU KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) otomatis menggantikan posisi Kiai Sahal sebagai rais aam. Saat memperingati tujuh hari wafatnya Kiai Sahal di Kajen, Gus Mus menyebut beliau sebagai rais aam terakhir. Sebab, setelah Kiai Sahal tidak ada lagi kiai sealim Kiai Sahal. Ya, kealiman beliau menurut Gus Mus belum ada yang menyamainya.

“Almaghfurlah KH MA Sahal memiliki keilmuan yang sejajar dengan Hadratussyekh Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Chasbullah, dan Kiai Bisri Syansuri. Kedalaman ilmu dan keberpihakannya kepada masyarakat menjadi teladan bagi semua. Sulit rasanya mencari pengganti tokoh sekaliber Kiai Sahal untuk duduk di kursi Rais Aam,” kata Gus Mus.

“Bahkan Kiai Sahal satu-satunya faqih (ulama ahli fiqh) yang tidak hanya menguasai ilmu fiqh dan ushul fiqh. Beliau juga sangat menguasai ilmu kemasyarakatan. Dengan penguasaan ini, Kiai Sahal mampu membawa kitab yang disusun pada zaman Rasulullah, para sahabat dan tabi'in untuk disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini”, tambah Gus Mus sebagaimana diwartakan NU Online, 29 Januari 2014.
 

Dalam sambutannya yang disampaikan dengan bahasa Jawa halus, Gus Mus memberikan testimoni terkait sosok rais aam yang dikaguminya itu. “Suatu ketika, pada forum Munas NU di Lampung Mbah Sahal hampir dipastikan jadi rais aam menyusul wafatnya Kiai Ahmad Shiddiq. Sayangnya beliau tidak berkenan menjadi Rais Aam. Akhirnya, ulama di bawah beliau pun pada tidak mau. Saya saksi hidup di forum itu,” tandas Gus Mus.

Menurut Pengasuh Pesantren Raudlatuth Thalibin Leteh Rembang ini, Kiai Sahal pada era Rais Aam KH Wahab Chasbullah dan Rais Aam KH Bisri Syansuri telah sering dilibatkan dalam forum bahtsul masail. Para kiai sepuh mengetahui kualitas Kiai Sahal yang sangat mumpuni. Murid Syeikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani ini telah terbukti kealimannya di forum-forum internasional.

“Salah satu ciri ulama yang nyegoro (ilmunya bak seluas lautan) ilmu agamanya itu tidak kagetan. Sampeyan pernah lihat Mbah Sahal kaget? Tidak pernah to..?! Tidak seperti kiai-kiai lainnya. Ada Syiah kaget, ada Ahmadiyah kaget. Ada Ulil Abshar Abdalla kaget,” ujarnya yang langsung disambut tawa hadirin. 

Gus Mus bercerita, Kiai Sahal muda juga merupakan sosok organisatoris yang andal. Beliau sangat aktif di organisasi NU. “Saya kenal Kiai Sahal itu pada era 1980-an. Saat beliau menjadi Katib Syuriyah PWNU Jateng, saya wakilnya. Beliau lalu menjadi rais, saya katib. Hingga beliau masuk jajaran rais di PBNU saya masih tetap katib mawon,” terang Gus Mus yang lagi-lagi diiringi derai tawa.

Pada haul pertama Kiai Sahal yang digelar di Pesantren Maslakul Huda Kajen Margoyoso Pati, Selasa (13/01/15), Gus Mus lagi-lagi didaulat menyampaikan testimoni. Bagi kiai budayawan ini, rais aam terkecil dan terakhir itu Kiai Sahal. 

“Sejak Munas NU di Lampung sebetulnya beliau sudah jadi rais aam ketika Kiai Ali Yafie mundur. Jadi, mestinya beliau jadi rais aam karena sebelumnya sebagai wakil rais aam. Nah, karena Kiai Sahal ndak kerso (mau) karena satu hal, akhirnya wakil-wakil di bawah beliau ndak ada yang mau,” ungkap Gus Mus.

Untungnya, lanjut Gus Mus, ada kiai yang sangat ikhlas, yakni KH Ilyas Ruhiat dari Cipasung Jawa Barat. “Beliau lalu bicara pelan-pelan, ‘ini kalau ndak ada yang mau kan vakum ini. Organisasi sebesar ini ndak ada pejabat rais aam-nya. Beliau ucapkan itu dengan ikhlas. Kalau memang ndak ada yang mau, ya sudah saya juga ndak apa-apa,” tutur Gus Mus menirukan pernyataan Kiai Ilyas.

Menurut Gus Mus, dirinya menjabat rais aam (pengganti KH Sahal Mahfudh) itu di luar ekspektasinya. “Saya ini kecelakaan (saja). Saya tidak tahu kalau di AD/ART NU produk Muktamar Makassar itu ada klausul apabila rais aam berhalangan tetap maka wakil rais aam menjabat rais aam. Kalau saya tahu, ya ndak mau saya. Saya juga ndak tau kalau Kiai Sahal akan meninggal,” ujar Gus Mus jenaka.

Ilaa ruuhi Kiai Sahal, Al-Faatihah..
 
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Abdullah Alawi