Nasional HASIL RISET

4 Indikator Moderasi Beragama yang Tampak di Sejumlah Lembaga

Kam, 15 Juni 2023 | 11:00 WIB

4 Indikator Moderasi Beragama yang Tampak di Sejumlah Lembaga

Para pembicara dalam konferensi pers hasil riset 'Praktik Moderasi Beragama di Lembaga Publik: Studi Kasus BSI, PLN, SMAN 53 Jakarta, dan MAN Insan Cendekia Sumatera Barat' Rabu (14/6/2023). (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Hasil riset yang dilakukan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) mengenai situasi moderasi beragama menemukan ada 4 indikator moderasi beragama tampak dalam implementasi kebijakan dan kebudayaan di sejumlah lembaga.


Keempat indikator tersebut adalah komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, dan penghargaan terhadap budaya lokal.


Riset berjudul Praktik Moderasi Beragama di Lembaga Publik: Studi Kasus BSI, PLN, SMAN 53 Jakarta, dan MAN Insan Cendekia Sumatera Barat dipresentasikan dalam konferensi pers yang diadakan INFID, Rabu (14/6/2023).


"Penelitian ini juga menemukan adanya keselarasan antara praktik kebijakan dan kebudayaan yang ada di empat lembaga dengan indikator moderasi beragama dari Kementerian Agama RI," sebut hasil penelitian itu.


Di Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN), praktik moderasi beragama secara substantif ini bisa ditemukan dalam menerapkan nilai kerja perusahaan (corporate core values) dan sejumlah langkah strategis untuk mencegah ekstremisme.


"(Di PLN melakukan) seperti sentralisasi pengelolaan rumah ibadah, kode etik penceramah keagamaan dan pengelolaan bantuan sosial. Di BSI kebijakan dress code yang membatasi pilihan mode berpakaian menjadi salah satu langkah instrumental dalam memperkuat moderasi beragama," ungkap Rizka Antika, Program Officer Promoting Tolerance and Respect for Diversity INFID. 


Penelitian ini juga menemukan kabar baik lain dari praktik moderasi beragama, yakni ketiadaan penemuan mengenai praktik diskriminasi terhadap perempuan dan non-Muslim. Sebaliknya, penelitian justru menemukan banyak praktik baik terkait dengan kepemimpinan perempuan dan non-Muslim.


Selain itu, penelitian INFID ini juga tidak menemukan kebijakan pemaksaan pakaian berdasarkan keyakinan agama, khususnya di lembaga yang tidak berbasis agama.


Meskipun demikian, penelitian ini mendapati masih adanya anggapan kritis mengenai moderasi beragama yang selaras dengan klaim organisasi radikal seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bahwa moderasi beragama dapat melemahkan akidah.


Anggapan ini ditemukan di antaranya di PLN dan MAN Insan Cendekia. Nalar penerimaan kritis ini terlihat dari nalar kewaspadaan yang menekankan pada batasan dalam moderasi beragama agar jangan menyentuh akidah dan terbatas pada aspek mu'amalah (hubungan sosial).


Selain itu, masih ditemukan praktik moderasi beragama yang bersifat negosiatif dan berpotensi menjadi celah masuknya pemikiran radikal.


"Hal ini ditemukan dalam strategi yang menghindari pola konfrontatif, misalnya berusaha merangkul semua kelompok keagamaan. Di PLN, pola ini lahir dari perspektif perusahaan sebagai 'rumah bersama', sehingga tidak ada larangan terhadap unsur yang berafiliasi dengan HTI," ungkap Rizka.             


Sebagai informasi, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan pada periode Januari-Maret 2023. Data diambil melalui wawancara terhadap 51 informan (21 perempuan dan 30 laki-laki) dari tingkat pimpinan tertinggi (direksi dan kepala sekolah), pimpinan unit (kepala bidang dan guru), konstituen (pegawai dan siswa), serta ahli.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan