Nasional

6 Prinsip Utama Moderasi Beragama menurut Rektor UIN Lampung

Kam, 22 September 2022 | 08:45 WIB

6 Prinsip Utama Moderasi Beragama menurut Rektor UIN Lampung

Rektor UIN Raden Intan Lampung Prof Wan Jamaluddin MA PhD (Foto: Dok. BLAJ)

Bandar Lampung, NU Online
Rektor UIN Raden Intan Lampung Prof Wan Jamaluddin MA PhD mengatakan, konsep moderasi beragama secara sederhana bisa dipahami sebagai sikap tengah di dalam memahami ajaran agama. Secara realitas, agama di Indonesia sangat heterogen dan memiliki kompleksitasnya sendiri di lapangan.


Hal tersebut dikatakan Rektor saat berbicara dalam ekspose produk akademik dan seminar bertema Sinergitas Masyarakat dan Dunia Pendidikan dalam Moderasi Beragama di Auditorium UIN Raden Intan Lampung, Jl Endro Suratmin, Sukarame, Bandar Lampung, Rabu (21/9/2022). Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan BLA Jakarta Balitbang Diklat Kemenag RI.


"Dalam agama kita, konsep moderasi sering dipadankan dengan istilah Islam wasathiyah atau Islam moderat. Namun, perlu pula kita tegaskan di sini bahwa moderasi beragama memiliki arti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan moral dan watak sebagai ekspresi sikap keagamaan individu atau kelompok tertentu di tengah keberagaman dan kebhinekaan fakta sosial yang melingkupi kita," ujarnya pada kegiatan yang bekerja sama dengan BLA Jakarta Balitbang Diklat Kemenag RI.


Kata moderasi, lanjut Rektor, bukanlah hal baru bagi umat Islam. Karena sesungguhnya perilaku contoh teladan baginda Nabi Muhammad saw yang terabadikan dalam tradisi-tradisi profetik melalui serangkaian hadits dan atsar para sahabat sesungguhnya menyajikan betapa kayanya konsep-konsep dan praktek nyata moderasi beragama dalam khazanah Islam.


Prof Jamaluddin mengatakan, secara singkat bisa dilihat bahwa moderasi beragama memiliki enam prinsip. Pertama, tawasuth. Yakni, mengambil jalan tengah dari realitas ekstrem yang ada di kehidupan kita baik ekstremitas kanan maupun ekstremitas kiri.


Kedua, tawazun (keseimbangan) yang menjunjung tinggi keadilan. Yaitu, tidak berpihak kepada satu kelompok dan mendiskriminasikan kelompok lainnya. Ketiga, i’tidal, yaitu sikap lurus dan tegas dalam menyikapi setiap kebaikan dalam kehidupan kita.


"Seringkali kita mempraktekkan ini dalam gerakan shalat di mana setelah rukuk kita bangun itu adalah gerakan i’tidal. Kita menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku kita serta pemahaman kita hendaklah menyimpulkan fakta-fakta serta prinsip-prinsip lurus dan tegas di dalam menghadapi beraneka problem kehidupan sehari-hari," terangnya.


Keempat, tasamuh (toleransi). Karena memang kita dilahirkan di dalam kebhinekaan yang luar biasa beragam, maka toleransi menjadi salah satu prinsip di dalam beragama secara moderat atau moderasi beragama. Kita tidak bisa memaksakan segala sesuatu yang dari sananya memang ditakdirkan harus berbeda kemudian kita harus paksakan semua itu menjadi sama dan satu warna saja.


"Pemahaman tasamuh terhadap berbagai perbedaan yang ada sesungguhnya mencerminkan semangat profetik Nabi Muhammad saw saat beliau berdakwah baik sirriyah maupun jahriyah di periode Makkah maupun Madinah. Sikap toleransi ini pulalah yang kemudian kita temui dan ditradisikan para sahabat, para tabiin, tabiit tabiin, serta para ulama hingga sekarang," tuturnya bersemangat.


Kelima, musawah (egaliter/setara). Dengan semangat toleransi, keseimbangan, dan mengambil jalan tengah itu tadi maka akan dapat mudah dipahami bahwa dalam hidup ini kita harus membangun ide dan pandangan yang egalitarianisme.


"Bahwa antara suku satu dengan suku lainnya, antara bangsa satu dengan bangsa lainnya, antara budaya satu dengan budaya lainnya, antara agama satu dengan agama lainnya, bahkan dalam satu agama pun haruslah punya dan hidup prinsip egalitarianisme, yakni persamaan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain," paparnya.


"Hal ini bukan berarti bahwa kita menafikan perbedaan ataupun keragaman sosial di tengah masyarakat. Semua itu diajarkan dalam Islam untuk dapat dihadapi secara dewasa," ujar mantan Direktur Program Pascasarjana UIN Lampung itu.


Keenam, musyawarah. Prof Jamaluddin mengatakan bahwa tidak ada hal yang tidak bisa diatasi, tidak ada problematika yang tidak bisa ditangani, ketika kita mengedepankan prinsip dan semangat musyawarah dalam kehidupan.


Selain Rektor UIN Raden Intan Lampung Prof Wan Jamaludin PhD dan jajarannya, hadir dalam acara tersebut Anggota Komisi VIII DPR RI I Komang Koheri, Kakanwil Kemenag Lampung Puji Raharjo, dan Kepala Kepala Loka Diklat Keagamaan Lampung Agus Apriansyah. Hadir juga para penyuluh dari berbagai daerah di Lampung dan ratusan mahasiswa UIN Lampung.


Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan